Parepare -
Korban gempa Sulawesi Barat, Ruslan (32), asal Mamuju terpaksa meninggalkan rumahnya yang runtuh akibat gempa magnitudo (M) 6,2. Ruslan bersama keluarga mengungsi ke Kota Parepare, Sulawesi Selatan, karena sulit mendapatkan bantuan logistik di posko pengungsian.
"Selama 3 hari di sana, kami makan mi instan dan telur. Harga mi instan pun melonjak jadi Rp 4.000 per bungkus. Mau tidak mau harus dibeli," ujar Ruslan saat ditemui di rumah kerabatnya di Parepare, Selasa (19/1/2021).
Selain sulit mendapatkan logistik, Ruslan dan keluarga di posko pengungsian kesusahan memperoleh air bersih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada air bersih, masaknya juga pakai air bor yang diambil dari tempat pencucian motor. Listrik padam, beli bensin harganya Rp 30 ribu per liter," katanya.
Ruslan pun menceritakan detik-detik saat gempa bumi berkekuatan M 6,2 di Majene mengguncang rumahnya.
"Saat gempa terjadi, kami semua terlelap. Sadar ada guncangan, kami pun sempat pasrah. Suasana saat itu gelap karena mati lampu. Ternyata beberapa bagian rumah saya retak dan ambruk. Saya bersama keluarga langsung lari ke kantor Bupati karena di sana tempatnya lebih tinggi. Khawatir jika ada tsunami, kami bermalam di sana," ungkapnya.
Perjalanan Ruslan dari Mamuju ke Parepare tidak mudah. Dia bahkan sempat kehabisan uang. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya>>>
Namun persediaan yang dimilikinya untuk bertahan pascagempa menepis. Dia lalu berinisiatif meminjam 2 sepeda motor di bengkel tempatnya bekerja untuk sesegera mungkin mencari tempat yang lebih nyaman.
"Selama tiga hari itu kami tidak pernah tersentuh bantuan, berjuang sendiri. Istri kan kebetulan punya keluarga di Parepare. Akhirnya kami pun berangkat dengan sisa uang Rp 250 ribu," kenangnya.
Namun perjalanan Ruslan ke Kota Parepare tidaklah mulus. Selain banyak jalur yang terputus akibat longsor, harga BBM untuk perjalanan ke Parepare juga sangat mahal. Ruslan dan keluarga pun harus beberapa kali berhenti di tengah jalan menuju Parepare.
"Pas sampai di Kabupaten Polman, uang kami habis buat beli BBM, harganya kan mahal, Rp 30 ribu per liter. Di Majene kami masih dapat Rp 20 ribu per liter," kenangnya.
"Sebenarnya ada harga normal, namun antrean sepanjang 1 kilometer lebih, karena kami juga buru-buru, ya beli bensin botolan. Istri nelepon ke keluarga di Parepare dan akhirnya kami dijemput di Kabupaten Polman," lanjutnya.
Meskipun sudah berada di Kota Parepare, trauma akibat gempa bumi yang dialami Ruslan masih terus menghantui.
"Baru semalam bisa tidur nyenyak, selama di tenda pengungsian, ndak pernah tidur pulas. Semalam saja waktu tidur saya sempat terbangun, karena saya tidur di spring bed goyang-goyang. Saya kira gempa, langsung terbangun lagi," tuturnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini