Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru menganulir vonis mati dua gembong narkoba, Apriadi (28) dan Zaini (44), karena sopan di persidangan. Padahal keduanya menyelundupkan 11 kg sabu dan 61 ribu butir pil ekstasi dari Malaysia.
Kasus bermula saat Apriadi menerima telepon dari Saprudian untuk menyelundupkan narkoba dari Malaysia. Apriadi menyanggupinya.
Apriadi kemudian mengajak nakhoda kapal, Zaini. Pada Februari 2020, kapal berlayar dari Pelabuhan Tanjung Pisang, Tasik Putri Puyu, Meranti, menuju perbatasan Indonesia-Malaysia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjelang tengah malam, Apriadi mengedip-ngedipkan senter sebagai kode. Tidak lama kemudian, sebuah kapal merapat dan memindahkan paket sabu serta ekstasi ke kapal Apriadi-Zaini.
Setelah bongkar-muat selesai, kapal bertolak ke pelabuhan tikus di Desa Lukit, Kecamatan Merbau. Dalam perjalanannya itu, tiba-tiba patroli TNI muncul dan menangkap keduanya. Keduanya dikawal anggota TNI ke Pos Selatpanjang. Saat digeledah, didapati 11 kg sabu dan 61.600 butir pil ekstasi.
Akhirnya, Apriadi dan Zaini digiring ke kantor polisi dan diproses secara hukum. Keduanya pun duduk di kursi pesakitan.
Pada 23 November 2020, PN Bengkalis menjatuhkan hukuman mati kepada Apriadi dan Zaini karena secara tanpa hak menjadi perantara dalam jual-beli narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram secara terorganisasi. Atas putusan itu, Apdiadi dan Zaini mengajukan banding dan dikabulkan.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Apriadi als Ujang Bin Hanafi dan Terdakwa Zaini. S als Zai Bin Samsudin dengan pidana penjara seumur hidup," kata ketua majelis Khairul Fuad dalam putusan yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (19/1/2021).
Duduk sebagai anggota majelis Iman Gultom dan Aswijon. Lalu mengapa ketiganya menganulir hukuman mati 2 gembong narkoba itu? Selidik punya selidik, Apriadi dan Zaidi dinilai sopan di persidangan sehingga tidak layak dihukum mati.
"Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan penjatuhan hukuman pidana mati terhadap diri para terdakwa, karena majelis hakim tingkat pertama masih menemukan hal yang meringankan bagi para terdakwa yaitu para terdakwa bersikap sopan di persidangan mengakui dan menyesali perbuatan dan para terdakwa belum pernah dihukum. Padahal pidana mati adalah ancaman maksimal menurut Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang dapat dijatuhkan apabila tidak ditemukan hal yang meringankan," ujar majelis dengan suara bulat.
(asp/mae)