Hormati Putusan MK soal UU Penyiaran, MNC Group Tunggu Langkah Kominfo

Hormati Putusan MK soal UU Penyiaran, MNC Group Tunggu Langkah Kominfo

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 14 Jan 2021 15:56 WIB
Gedung MNC Group
Foto: Gedung MNC (Ari Saputra)
Jakarta -

MNC Group menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak judicial review UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diajukan RCTI dan iNews TV sebagai pemohon. MNC Group meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menindaklanjuti putusan MK itu.

"Kami menghargai dan menghormati putusan Majelis Hakim MK," ujar Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik di Jakarta, Kamis (14/1/2021).

Chris menyatakan dalam pertimbangan MK antara lain menyatakan pengaturan soal OTT (Over-The-Top) sudah ada dalam UU ITE.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka pekerjaan rumah Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) adalah menerjemahkan amanat tersebut dengan menerbitkan peraturan yang lebih komprehensif untuk layanan OTT," ujar Christophorus Taufik.

"Majelis Hakim MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa kewenangan pengaturan layanan OTT ada pada Kementerian Kominfo," sambung Chris Taufik.

ADVERTISEMENT

Diketahui, MK menolak permohonan judicial review UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diajukan RCTI dan iNews TV sebagai pemohon.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Hakim, Anwar Usman membacakan amar putusan tersebut, Kamis (14/1/2021).

Putusan MK menilai terdapat beberapa alasan permohonan itu ditolak. Pertama, OTT memang bukan penyiaran, karena OTT bersifat private dan eksklusif beda dengan Penyiaran yang disiarkan secara umum.

Kedua, Penyiaran disiarkan secara serentak dan bersamaan tergantung masyarakat untuk menonton berbeda dengan OTT, dimana hak sepenuhnya ada di masyarakat.

Ketiga, OTT sudah diatur dalam UU ITE, dimana Kominfo diberi kewenangan untuk mengatur termasuk memblokir juga UU Telekomunikasi jika terkait dengan penyedia jaringan.

Keempat, OTT bagian dari ruang cyber yang tidak berbatas territory, beda dengan Penyiaran.

Kelima, jika dipandang perlu pengaturan lebih komprehensif untuk OTT maka itu adalah sepenuhnya kewenangan pembentuk UU.

Simak juga video 'Gugatan RCTI Ancam Kebebasan Live di Medsos, Ini Kata Menkominfo':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sebelumnya, dari sisi landasan hukum, UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 tepatnya di Pasal 1 ayat 2, menyebutkan Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Disebutkan bahwa penyiaran adalah yang menggunakan spektrum frekuensi radio, sedangkan tayangan video berbasis Internet, seperti OTT, media sosial, dan lainnya, juga menggunakan spektrum frekuensi radio.

Tayangan lewat mobile juga menggunakan spektrum frekuensi radio, di mana tayangan lewat wi-fi juga menggunakan spektrum frekuensi radio di 2,4GHz.

UU No.32/2002 dapat dipergunakan sebagai pijakan untuk mengatur tayangan video berbasis Internet. Tanpa ada spektrum frekuensi radio, semua tayangan video berbasis Internet tidak dapat ditransmisikan, sehingga tidak dapat ditonton.

Dalam penjelasan UU Penyiaran No 32/2002, maksud dan tujuannya mencakup pengaturan teknologi digital dan Internet sebagaimana dengan tegas ditulis di butir 4 yaitu:

Mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, Internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran.

Sebagai informasi, isi siaran yang dilarang adalah:

- Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong.
- Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang.
- Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
-Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads