Cemarkan Nama Anggota DPRD, Pendukung Gubernur Sulsel Divonis 4 Bulan Bui

Cemarkan Nama Anggota DPRD, Pendukung Gubernur Sulsel Divonis 4 Bulan Bui

Andi Saputra - detikNews
Senin, 11 Jan 2021 17:41 WIB
Ilustrasi sidang (Reuters)
Foto: Ilustrasi persidangan (Reuters)
Jakarta -

Pendukung Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah, Chalifa Mansilya Angge (51) dihukum 4 bulan penjara. Chalifa dinyatakan terbukti bersalah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mencemarkan nama baik anggota DPRD Sulsel, Kadir Halid.

Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi (PT) Makassar yang diketok siang ini, Senin (11/1/2021). Awalnya Chalifa ikut demo mendukung Nurdin Abdullah di DPRD Sulsel pada 1 Agustus 2019.

Kala itu, Nurdin Abdullah sedang digoyang DPRD untuk dimakzulkan. Chalifa tidak terima dan mendukung Nurdin agar Nurdin tidak dimakzulkan. Hak angket itu dipimpin oleh Kadir Halid.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah pulang ke rumah, Chaifa meluapkan aspirasinya ke sosial media. Lewat tengah malam, Chalifa memposting di Facebook:

Hahahhaaa khadir halid ibarat iblis pemangsa yg sangat ingin menghancurkan Gubernur NA, sampai2 melupakan dirinya sebagai anggota dewan wakil rakyat, untung saja tidak OPPO'makooo khaidir halid kelaut mako saja berenang sama hiu !!!".

ADVERTISEMENT

Postingan itu menjadi ramai di lini massa. Kadir Halid tidak terima merasa terhina, dicemarkan nama baiknya dan direndahkan martabatnya sebagai anggota DPRD Sulsel. Kadir memilih mempolisikan Chalifa. Kasus bergulir ke pengadilan.

Pada 14 Oktober 2020, PN Makassar menjatuhkan hukuman 4 bulan penjara kepada Chlaifa dan denda Rp 20 juta subsidair 2 bulan penjara. Chalifa tidak terima dan mengajukan banding.

"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Makassar, Nomor : 869/ Pid.Sus/ 2020/ PN. Mks, tanggal 14 Oktober 2020, yang dimohonkan banding tersebut," ujar majelis tinggi yang diketuai Ketut Manika dengan anggota Efendi Pasaribu dan I Made Seraman.

Majelis menyatakan Chalifa terbukti melanggar pasal 45 Ayat (3) Jo pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Majelis hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum majelis hakim pengadilan tingkat pertama sudah tepat dan benar menurut hukum, karena dalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan dengan tepat dan benar semua keadaan serta alasan-alasan yang menjadi dasar putusannya, dan pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut dianggap telah tercantum pula dalam putusan di tingkat banding," ujar majelis tinggi.

Simak keberatan Chalifa terhadap putusan hakim di tingkat pengadilan negeri di halaman berikutnya.

Keberatan Chaifa

Dalam putusan itu, Chalifa mencantumkan keberatan atas putusan PN Makassar. Sejumlah alasan diajukan, di antaranya:

1. PN Makassar salah dalam menerapakan hukum sehubungan dengan pertimbangan hukum pada halaman 14 yang berbunyi:Menimbang bahwa unsur ini di dalamnya terdapat beberapa sub unsur, di mana dan beberapa sub unsur tersebut tidak harus dibuktikan seluruhnya tetapi apabila sa/ah satu sub unsur tersebut telah terpenuhi maka unsur kedua ini sudah dapat terpenuhi.Pertimbangan hukum tersebut sangat keliru bertentangan dengan pendapat Prof. Van Bemmelen mengemukakan dalam teori Bestenddelen Van Het Delict bahwa "Bilamana satah satu atau Iebih bagian ternyata tidak dapat dibuktikan, maka hakim harus membebaskan tertuduh atau dengan perkataan lain hakim harus memutuskan suatu frijsvraak!"

2. Kekeliruan terlihat dari konstruksi hokum pertimbangan majelis PN Makassar dalam menguraikan unsur-unsur tindak pidana dengan mempertimbangkan keterangan ahli pidana yang notabene ahli yang bersangkutan tidak memberikan keterangan ahli di daiam persidangan melainkan hanya pada tahap penyidikan, serta selain daripada itu keterangan saksi a de charge yang dihadirkan oleh terdakwa dalam persidangan a quo, juga tidak dipertimbangkan secara utuh dan menyeluruh dalam perkara a quo.

3. Apa yang dituangkan dalam status Facebook terdakwa, hanya merupakan ungkapan kekecewaan terkait dengan proses persidangan hak angket saat Gubernur Sulawesi Selatan dihadirkan sebagai saksi, sesaat saksi membaca berita yang diunggah dalam mas media oleh Saksi.

4. Bahwa seutuhnya status facebook terdakwa merupakan bentuk kekecewaan curhat terdakwa atas jalannya persidangan pansus hak angket yang dipimpin oleh saksi korban Drs HA Kadir Halid, setelah mengikuti proses persidangan pansus angket dan juga setelah membaca artikel yang ditulis oleh Saksi BASO MD, tanpa adanya niatan sedikitpun untuk merendahkan kehormatan maupun nama baik dari saksi Drs. H.A Kadir Halid, MRE sebab terdakwapun dalam keterangannya secara pribadi tidak mengenal saksi Drs. H.A Kadir Halid, MRE apalagi memiliki masalah dengan yang bersangkutan, sehingga oleh karenanya unsur muatan penghinaan atau pencemaran nama balk tidak terpenuhi dalam perkara a quo.

5. Bahwa oleh karenanya apa yang dituliskan terdakwa dalam status Facebook miliknya seyogyanya harus dipandang sebagal penggunaan dan penikmatan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai hak konstitusionalnya dalam kerangka Negara hukum dan demokrasi yang dijamin serta dilindungi oleh undang-undang.

6. Perbuatan terdakwa itu pada dasarnya tidak bermaksud untuk menyerang atau melecehkan saksi korban Drs. H.A. Khadir Halid MRE, melainkan sejatinya hanya merupakan ekspresi atau respon terhadap persidangan hak angket yang saat itu dipimpin oleh saksi Drs. H.A Khadir Halid MRE.

7. Bahwa seyogyanya haruslah difahami bahwa kata-kata yang dituliskan oleh terdakwa di status Facebooknya dilihat sebagai efek dari kekecewaannya terhadap berlangsungya persidangan angket yang cenderung tendesius pada saat pemeriksaan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, sebagaimana yang diterangkan oleh saksi ade charge,keadaan tersebut tidak tepat jika dikatakan sebagai penghinaan karena dibuat atas dasar ernosional, terdakwa sesuai dengan dakwaa Jaksa Penuntut umum, berada dalam keadaan emosional, sehingga seluruh kata-kata yang dilontarkannya di status Facebook adalah bentuk kritik terhadap persidangan hak angket yang dipimpin oleh Drs. H.A Khadir Halid, MRE dan tidak ada maksud untuk melakukan penghinaan secara pribadi kepada saksi korban, sehingga dengan demikian haruslah dilihat kolerasi antara keadaan emosi dengan niat untuk melakukan penghinaan yang tidak terpenuhi.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads