Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo, kembali mengingatkan para tokoh agama untuk tak mengumpulkan massa di tengah pandemi COVID-19. Doni tak ingin peristiwa kerumunan kegiatan keagamaan di Gowa, Sulawesi Selatan, terulang.
Pernyataan itu disampaikan Doni dalam jumpa pers Update Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Berbagai Daerah Jawa dan Bali di saluran YouTube BNPB, Kamis (7/1/2021). Doni meminta kegiatan keagamaan sementara dibatasi.
"Saya mengajak kepada semua pihak, terutama para tokoh yang masih melakukan berbagai aktivitas dengan mengumpulkan massa, terutama tokoh-tokoh agama, tolong mohon dengan segala rasa hormat, untuk sementara waktu kegiatan-kegiatan seperti ini dibatasi dulu," kata Doni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Doni kemudian mengungkapkan dampak penambahan kasus COVID-19 dari kegiatan keagamaan yang digelar di Gowa pada Maret 2020. Menurut Doni, hampir semua provinsi terdampak klaster Gowa.
"Kita tidak ingin dampak hal yang besar peristiwa yang terjadi pada bulan Maret yang lalu di Gowa. Ketika ada kegiatan keagamaan, dampaknya luar biasa. Akibat kegiatan tersebut, hampir semua provinsi menjadi terdampak karena mereka mengikuti kegiatan dari Gowa Sulawesi Selatan," ungkapnya.
Doni enggan kasus seperti klaster Gowa kembali terjadi. Karena itu, dia meminta semua pihak menahan diri.
"Dan kita harus menghindari itu harus mencegah jangan lagi ada kegiatan yang dapat mengumpulkan kegiatan. Termasuk juga kegiatan-kegiatan yang lain seperti halnya pernikahan. Sementara ditahan dulu, sabar dulu. Kalau toh mengundang orang, silakan diundang sesuai dengan kapasitas yang ada. Acara-acara pertemuan juga tolong supaya dibatasi, jangan berlebihan," tutur Doni.
Kepala BNPB itu berharap, dengan tidak adanya gelaran yang mengumpulkan massa, Indonesia bisa terhindar dari ancaman COVID-19 yang lebih parah. Sebab, saat ini fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia mengalami keterbatasan.
"Sehingga semuanya bisa terhindar dari ancaman COVID lagi. Kita selamatkan fasilitas kesehatan kita, jangan sampai kita sudah telanjur, lantas dokter kita juga SDM-nya terbatas jumlahnya, sehingga dampaknya risiko angka kematian dokter yang gugur semakin bertambah," kata dia.
"Sekali lagi mari kita bekerja sama sama-sama bekerja meningkatkan disiplin, mengajak semua pihak, mengajak diri sendiri, mengajak orang sekitar kita, keluarga kita dan siapa saja yang kita temui untuk patuh kepada protokol kesehatan," imbuh Doni.
Dalam kesempatan itu, Doni juga berbicara mengenai mengenai awal mula penyebaran virus Corona di Indonesia. Doni mengungkapkan awal mula kasus COVID-19 terbanyak berasal dari klaster keagamaan.
"Awal mula kasus COVID Indonesia paling banyak adalah dari klaster keagamaan, mulai kegiatan di berbagai daerah, baik itu Islam maupun Kristen Katolik," kata Doni.
Doni mengatakan banyaknya kasus COVID-19 yang berasal dari klaster keagamaan itu pun menimbulkan banyak dampak. Salah satunya meninggalnya para tokoh agama.
"Itu menimbulkan begitu banyak dampak, bahkan tokoh-tokoh agama tidak sedikit yang akhirnya wafat," ujarnya.
Kemudian, kata Doni, setelah klaster keagamaan, muncul klaster pasar. Selanjutnya, mulai muncul klaster-klaster lain hingga klaster keluarga.
"Kemudian bergeser ke klaster pasar, kemudian tempat-tempat keramaian, kemudian di perkantoran dan sekarang adalah klaster keluarga paling banyak," kata Doni.
Doni mengatakan, saat ini, kasus COVID-19 di Indonesia didominasi klaster keluarga. Menurutnya, banyaknya klaster keluarga itu akibat ketidaktahuan orang tanpa gejala (OTG) yang kemudian menulari orang sekitarnya.
"Tetapi, kalau kita lihat pun, klaster keluarga ini rata-rata terdampak dari mereka yang beraktivitas di luar, terutama apabila ada di antara anggota keluarga itu yang usia muda, bekerja di luar, mobilitasnya tinggi, mereka rata-rata tidak menunjukkan gejala, sebenarnya sudah positif COVID, lantas pulang ke rumah akhirnya menulari tanpa disadari. Nah, ini yang harus kita ingatkan, menyampaikan tentang edukasi," tuturnya.