Pandangan Muhammadiyah soal Wacana 'Ponpes Bersama' di Markaz Syariah

Pandangan Muhammadiyah soal Wacana 'Ponpes Bersama' di Markaz Syariah

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Selasa, 29 Des 2020 13:11 WIB
Gedung Pengurus Pusat Muhammdiyah
Gedung PP Muhammdiyah (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md berbicara soal usulan Markaz Syariah di Megamendung, Bogor, bisa dijadikan pondok pesantren bersama. PP Muhammadiyah berharap persoalan lahan yang dikelola oleh Habib Rizieq Shihab itu diselesaikan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Sebaiknya persoalan pemanfaatan lahan PTPN VIII diselesaikan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku. Saya kira yang lebih berwenang adalah Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri BUMN, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat," kata Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada wartawan, Selasa (29/12/2020).

Menurut Mu'ti, usulan yang disampaikan Mahfud itu adalah pendapat pribadi. Dia meminta agar pejabat publik tidak berwacana di ruang publik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau Pak Mahfud berpendapat, mungkin lebih sebagai pribadi. Sebaiknya pejabat publik tidak banyak berwacana dan berpolemik di ruang publik," katanya.

Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad juga menanggapi usulan pondok pesantren bersama itu. Dia menyebut usulan itu sah saja jika merupakan jalan keluar terbaik.

ADVERTISEMENT

"Bisa saja kalau itu sesuatu jalan keluar yang terbaik, silakan. Tetapi kalau Muhammadiyah mungkin tidak akan ikut mengelola pesantren, kecuali ada keputusan nanti keputusan pimpinan Muhammadiyah," kata Dadang saat dihubungi terpisah.

Dadang menyebut Muhammadiyah telah memiliki lembaga pendidikan yang dikelola sendiri, sehingga dia menegaskan Muhammadiyah tidak akan terlibat jika usulan Markaz Syariah menjadi pesantren bersama terwujud.

"Ya mungkin, tapi kalau Muhammadiyah tidak akan ikut karena kita punya garapan-garapan sendiri. Muhammadiyah akan punya model pesantren sendiri, punya sekolah-sekolah. Kita terlalu sibuk mengurusi. Mungkin itu serahkan kepada yang mau, siapa, ormas-ormas Islam," jelasnya.

Lebih lanjut, Dadang menanggapi polemik lahan Markaz Syariah dengan PTPN. Dia kemudian menyinggung penggunaan lahan itu untuk kepentingan pendidikan.

"Saya kira banyak tanah PTPN yang menganggur, yang tidak terurus. Kalau ada seseorang yang memanfaatkan, kenapa itu harus diungkit-ungkit kembali? Apalagi untuk kepentingan pendidikan. Menurut saya, biarkan saja itu asalkan dipakai dalam kebaikan, tidak melawan negara, itu saja," tutur dia.

Untuk diketahui, Mahfud belum bicara solusi polemik tanah Markaz Syariah dengan PTPN. Namun dia memiliki pandangan soal pesantren bersama.

"Nah, kita lihat nanti, kalau saya berpikir begini, itu kan untuk keperluan pesantren, ya teruskan saja untuk keperluan pesantren. Tapi nanti yang urus misalnya Majelis Ulama, NU, Muhammadiyah, gabunglah termasuk, kalau mau FPI bergabung di situ," kata Mahfud.

"Tetapi saya tidak tahu solusinya karena itu urusan hukum pertanahan, bukan urusan politik-hukum dalam arti kasus dan keamanan. Tetapi itu masalah hukum, dalam arti hukum administrasinya itu ada di Pertanahan dan BUMN, sehingga silakan saja. Apa kata hukum, rentang itu, semua itu, betul UU Hukum Agraria jika tanah sudah ditelantarkan 20 tahun dan di digarap oleh petani atau oleh seseorang tanpa dipersoalkan selama 20 tahun itu bisa dimintakan sertifikat," beber dia.

Halaman 2 dari 2
(lir/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads