Rencana PKS membidik suara masyarakat yang tidak puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam satu tahun memimpin pemerintahan menuai respons dari partai koalisi pemerintah. Pendukung Jokowi menyerang balik PKS.
Rencana mengincar suara masyarakat yang kecewa dengan kinerja Jokowi selama satu tahun pertama diungkapkan Presiden PKS Ahmad Syaikhu. Menurut Syaikhu, berdasarkan hsil survei Litbang Kompas ada 52,5 persen responden yang tidak puas dengan setahun kinerja Jokowi.
"Survei Litbang Kompas pada Oktober 2020 menunjukkan ada sekitar 52,5 persen masyarakat yang tidak puas terhadap kinerja satu tahun pemerintahan," kata Syaikhu saat memberi sambutan di acara Musyawarah Wilayah (Muswil) V PKS yang disiarkan di kanal YouTube PKS, Minggu (27/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Angka 52,5 persen memang tidak kecil, Syaikhu mengakui hal itu. Karena itu, PKS berencana membidik suara 'sumbang' tersebut.
"52,5 persen bukan angka yang kecil. Suara rakyat yang tidak puas tersebut harus dipastikan mampu berlabuh di PKS," tegas Syaikhu.
Partai koalisi pemerintah tentu membela Jokowi. Setidaknya ada lima partai yang merespons rencana PKS ini. Kita mulai dari PKB.
PKB
Sindiran halus dilontarkan Waketum PKB Jazilul Fawaid. Jazilul mempersilakan PKS mengambil keuntungan dari krisis akibat pandemi virus Corona (COVID-19).
"Silakan saja kalau ada yang mau mengais keuntungan politik dari keadaan krisis yang tengah dihadapi pemerintah dan masyarakat akibat COVID-19. Kan sumber masalah utamanya itu pandemi COVID-19 yang masih terus mengancam," kata Waketum PKB Jazilul Fawaid kepada wartawan, Minggu (27/12).
Namun, satu pesan terselip dari Jazilul untuk PKS. Wakil Ketua MPR RI itu mengingatkan PKS agar tidak mengambil keuntungan dengan cara menyebar fitnah.
"Tentu, dengan memberikan kontribusi positif bukan dengan menyebar fitnah dan intrik. Mari kita berlomba dalam kebaikan untuk merebut hati rakyat," sebutnya.
PDIP
PDIP juga tidak tinggal diam. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengingatkan bahwa masyarakat yang menurut hasil survei Litbang Kompas belum puas dengan kinerja Jokowi selama setahun memimpin masih bisa berubah pandangan di kemudian hari.
"Benar, sangat mungkin untuk berubah di tahun-tahun mendatang. Ingat, bahwa hasil survei sangat dinamis dan tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan," ucap Djarot, kepada wartawan, Minggu (27/12).
Presiden Jokowi diketahui belum lama melakukan reshuffle kabinet. Djarot meyakini reshuffle yang dilakukan Jokowi akan lebih memaksimalkan kinerja pemerintah.
"Saya yakin dan percaya bahwa Pak Jokowi dan kabinet yang lebih segar pasca-reshuffle akan bekerja lebih maksimal di tahun 2021, untuk mengatasi berbagai problem sebagai dampak dari pandemi COVID-19," sebutnya.
Siapa lagi partai pendukung Jokowi yang bereaksi? Baca di halaman berikutnya.
PPP
PPP pun 'menyerang' balik PKS. Sekjen PPP Arsul Sani meyakini PKS tidak akan bisa dengan mudah mengambil hati masyarakat yang tidak puas dengan setahun kinerja Jokowi. Apalagi pemegang hak pilih di Tanah Air saat ini mayoritas adalah generasi milenial.
"Sedangkan segmen masyarakat yang meskipun kecewa dengan pemerintahan yang ada, namun mereka juga tidak sreg dengan partai di luar koalisi pemerintahan, maka diyakini tidak akan mudah untuk digarap partai seperti PKS," terang Arsul, Minggu (27/12/).
Arsul juga berbicara segmen masyarakat. Menurut Wakil Ketua MPR itu, bisa saja masyarakat yang kecewa dengan kinerja Jokowi selama satu tahun memimpin memang bukan pendukung Jokowi sejak awal.
"Kalaupun ada segmen masyarakat yang tidak puas terhadap pemerintahan saat ini dan akan memilih partai yang tidak menjadi pendukung pemerintah di Pemilu 2024, maka menurut kami itu memang bagian dari segmen masyarakat yang memang sudah bersama partai yang tidak pernah bersama Jokowi sejak dari Pemilu 2014," papar Arsul.
NasDem
Berbeda dengan PKB dan PDIP, Partai NasDem justru mengingatkan balik PKS. NasDem mengingatkan akan ancaman Partai Gelora yang sangat mungkin menggerus suara PKS.
"Ke arah Pileg 2024 rakyat masih sangat dinamis. Selain partai-partai lama terus akan mempertahankan pendukungnya, partai-partai baru yang bermunculan juga melakukan berbagai manuver untuk menarik dukungan rakyat," kata elite NasDem Effendi Choirie, kepada wartawan, Minggu (27/12).
"Gelora sebagai pecahan dari PKS kemungkinan besar tokoh-tokohnya akan ngajak pendukung PKS, selain juga akan membidik dari yang lain," imbuhnya.
Manuver dalam menggerus suara partai lain memang hal biasa dalam demokrasi. Manuver menggerus suara partai lain akan menjadi lumrah jika dilakukan dengan cara yang sehat. Begitu pandangan Effendi.
"Ya saling bermanuver lah, itu biasa, itu demokrasi. Yang penting pertarungannya sehat," terang Ketua Teritorial Pemenangan Pemilu Jawa 1 DPP NasDem itu.
Siapa lagi partai yang bereaksi? Klik selanjutnya.
Golkar
Kemudian Golkar. Partai Golkar menilai masyarakat saat ini membutuhkan kerja konkret agar krisis yang timbul akibat pandemi COVID-19 bisa diminimalisir, bukan sekadar kritik terhadap kerja pemerintah.
"Rakyat membutuhkan kerja-kerja konkret untuk menyelesaikan berbagai masalah akibat pandemi Covid-19, bukan hanya sekedar bisanya mengkritik dan nyinyir terhadap kerja-kerja pemerintah," kata Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Senin (28/12).
Memang, ketidakpuasan terhadap setahun kepemimpinan Jokowi tidak semata membuat masyarakat memilih partai tertentu. Menurut Ace, masyarakat akan simpati terhadap partai yang memberikan program solutif.
"Lagi pula soal ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan ini bukan berarti akan memilih partai tertentu yang jualannya mencari kekurangan orang lain. Rakyat itu akan simpati kepada partai-partai yang mengedepankan program-program solutif untuk rakyat," tutur Ace.
Gerindra
Terakhir Gerindra. Partai yang awalnya justru berkawan dengan PKS ini menilai masyarakat Indonesia adalah pemilih yang cerdas. Sama seperti Ace, Waketum Gerindra Habiburokhman menilai partai oposisi apa pun, termasuk PKS, hanya akan mendapat suara jika mampu memberi solusi atas permasalahan publik.
"Tapi secara umum rakyat sudah cerdas, tidak lagi terjebak politik asal beda dan asal anti. PKS atau partai apa pun yang oposisi hanya akan mendapatkan suara jika mereka menjadi oposisi yang berkualitas, dalam artian memberi solusi yang cerdas atas persoalan-persoalan masyarakat," jelas Habiburokhman.
Wakil Ketua MKD DPR RI itu juga meyakini masyarakat akan menilai kinerja calon anggota Dewan selama berada di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Menurutnya, oposisi tidak akan mendapat suara apabila hanya mencela tanpa menunjukkan kerja nyata.
"Rakyat juga akan melihat performa masing-masing wakil mereka di dapil. Wakil rakyat yang kerja serius insyaallah akan dapat suara signifikan," ujarnya.
"Oposisi kelas kardus yang hanya bisa mencela tanpa kerja nyata nggak akan pernah dapat apa-apa," sambung Habiburokhman.