Ketua PDIP Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara (Sumut), Syafaruddin Harahap menjadi buron kasus penggelapan tanah. Dia harusnya menjalani masa tahanan di lembaga permasyarakatan (lapas) sebagai narapidana setelah divonis 2 tahun penjara.
"Iya (Ketua PDIP Paluta Syafaruddin Harahap, red), saat ini beliau sudah kita masukkan dalam daftar pencarian orang karena yang bersangkutan diduga tidak kooperatif untuk melaksanakan putusan tersebut," ucap Kepala Seksi Bidang Intelijen Kejari Paluta, Budi Darmawan, saat dimintai konfirmasi, Selasa (22/12/2020).
Putusan yang dimaksud Budi adalah putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 923 K/Pid/2019. "Yang menyatakan terdakwa Syafaruddin Harahap telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun terkait tindak pidana penggelapan," imbuh dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat pemanggilan kepada Syafruddin namun tidak mendapatkan tanggapan. Dia mengatakan pihaknya juga sudah mendatangi rumah namun tidak juga dapat menemukan Syafruddin.
Pada kedatangan pertama, kata Budi, istri dari Syafruddin mengatakan suaminya sedang pergi berobat. Namun, dia tidak dapat menunjukkan surat yang membuktikan Syafruddin sakit.
"Bahwa istri terpidana Syafaruddin Harahap menyampaikan bahwa suaminya, Syafaruddin Harahap, sedang berobat untuk pemasangan ring jantung. Namun yang bersangkutan tidak dapat menyampaikan surat sakit yang membenarkan yang bersangkutan sedang berobat serta mencoba memberikan narasi pembenaran atas kasus terpidana tersebut," tutur Budi.
"Namun pihak Jaksa Eksekutor meminta kepada istri terpidana agar hadir segera di kantor Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara untuk melaksanakan putusan yang sudah inkrah," sambung Budi.
Budi mengatakan Syafruddin juga tidak ditemukan saat pihaknya datang ke rumah untuk kedua kalinya. Karena itu, Syafruddin masuk daftar pencarian orang.
"Jadi Senin (21/12) kemarin itu kami untuk yang kedua kalinya ke rumah beliau, tapi yang bersangkutan selalu tidak ada dan keberadaannya selalu ditutupi oleh keluarganya. Makanya kami menduga yang bersangkutan tidak kooperatif dengan bersembunyi untuk menghindari proses eksekusi," jelasnya.
"Kasusnya penggelapan, yang digelapkan surat yang menerangkan soal tanah," tambah Budi.
Simak lanjutan berita di halaman berikutnya >>>
Budi mengatakan kasus ini bermula saat Syafaruddin menerima kuasa untuk mengurus tanah warisan seluas 2.500 hektare oleh seorang warga bernama Mahadewa Harahap. Warga ini kemudian meninggal dunia dan tanah itu diserahkan kepada anaknya, Bangsa Alam.
"Dikemudian hari Bangsa Alam meninggal dan dilanjutkan oleh Tetty br Harahap," ujarnya.
Syafaruddin kemudian disebut sempat meminjam surat tanah itu kepada Tetty. Namun, Syafaruddin tidak mau menyerahkannya kembali.
"Tety meminta surat tersebut dan terpidana tidak mau menyerahkan surat tersebut kepada Tetty. Makanya, Tety melaporkan terpidana sehingga naiklah perkara ini," jelasnya.
Sementara itu PDIP Sumut meminta Syafaruddin Harahap mematuhi proses hukum. Aswan mengatakan pihaknya belum mendengar soal status Syafaruddin sebagai buron Kejaksaan.
"Kalau memang dia memiliki persoalan hukum sebagai warga yang baik tentunya harus mempertanggungjawabkan itu. Kita mendengar dia sedang di proses hukum, tapi gimana hasilnya kita belum tahu," kata Wakil Ketua DPD PDIP Sumut, Aswan Jaya ketika dikonfirmasi terpisah.
Dia mengatakan PDIP Sumut akan memanggil Syafaruddin untuk dimintai klarifikasi. "Iya tentu berita ini akan kami sampaikan ke yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi," tandas dia.