PFI Desak MA Cabut Larangan Foto-Video Saat Sidang

PFI Desak MA Cabut Larangan Foto-Video Saat Sidang

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 22 Des 2020 08:26 WIB
Gedung Mahkamah Agung, Jakarta
Gedung Mahkamah Agung. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Penolakan masyarakat terhadap Peraturan MA (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 terus berdatangan, salah satunya dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Pusat. PFI mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Perma yang melarang pendokumentasian saat sidang, seperti memfoto, memvideokan, dan merekam jalannya sidang. PFI menilai peraturan itu mengekang kemerdekaan pers nasional.

"Pewarta Foto Indonesia menilai kebijakan yang ditetapkan MA tersebut akan menghambat fungsi dan peran pers dalam mencari dan menyiarkan informasi kepada publik," kata Ketua Umum PFI Reno Esnir dalam siaran pers yang diterima detikcom, Selasa (22/12/2020).

Perma yang dimaksud adalah Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan, tertanggal 4 Desember 2020. Secara khusus pada Pasal 4 ayat (6) mengatur terkait kewajiban adanya izin hakim/ketua majelis hakim untuk dapat 'Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual' dalam proses persidangan, dan harus dilakukan sebelum dimulainya persidangan. Selain itu, Pasal 7 Perma No. 5 Tahun 2020 ini juga mengkualifikasikan pelanggaran pada Pasal 4 ayat (6) itu sebagai contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kehadiran jurnalis dalam proses persidangan merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dan jaminan atas akses terhadap keadilan. Yang sudah diatur di dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers Bab II/Pasal 4 ayat (3) UU Pers telah memberi jaminan terhadap kemerdekaan pers, dengan memberi hak kepada pers nasional dalam hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," kata Reno.

"Sehingga semestinya MA tidak menghalangi kerja jurnalistik melalui Perma," sambung Reno.

ADVERTISEMENT

PFI menyatakan MA tidak semestinya menganggap kehadiran jurnalis yang mengambil foto, rekaman audio, dan/atau rekaman audio visual sebagai gangguan terhadap peradilan. Peran dan fungsi jurnalis dinilai dapat meminimalkan praktik mafia peradilan yang dapat mengganggu independensi hakim dalam memutus. Keberadaan jurnalis di ruang persidangan juga dianggap penting untuk menjamin proses peradilan berjalan sesuai peraturan yang berlaku dan terpenuhinya akses untuk keadilan.

"Sebab dengan terbatasnya akses di ruang persidangan, diyakini akan membuat mafia peradilan makin bebas bergerak tanpa pengawasan jurnalis," papar Reno.

Larangan mengambil foto, rekaman audio dan atau rekaman audio visual, kata Reno lagi, hanya boleh pada kasus kesusilaan atau anak. Sementara pada pada prinsipnya persidangan terbuka untuk umum sebagaimana diatur Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 13 UU Kekuasaan Kehakiman, sehingga pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual merupakan bagian dari prinsip keterbukaan informasi publik.

Sehingga, lanjut Reno, tidak relevan jika harus didahului izin hakim atau ketua majelis hakim. Sebagai konsekuensi, jika proses persidangan tidak dibuka untuk umum, putusan pengadilan bisa batal demi hukum.

Peraturan MA yang serupa bukanlah hal yang pertama. Pada 7 Februari 2020 lalu, MA melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Nomor 2 tahun 2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan, yang isinya tak jauh berbeda. Salah satunya mengatur ketentuan 'Pengambilan Foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan'. Walaupun pada akhirnya surat edaran ini dicabut dengan banyaknya penolakan dari berbagai kalangan.

"Berdasarkan uraian di atas, PFI mendesak Mahkamah Agung untuk mencabut Perma No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkup Pengadilan karena dapat menghambat hak pers dalam mencari, mengelola dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," kata Reno.

(asp/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads