Pemerintah Taiwan memutuskan untuk menangguhkan izin masuk bagi pekerja migran Indonesia (PMI) sampai batas waktu yang belum ditentukan. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kecewa dengan putusan itu.
"Taiwan akan menangguhkan kedatangan pekerja migran Indonesia dan akan mencabut aturan ini berdasarkan situasi virus Corona di Indonesia," tulis Taiwan Centers for Disease Control di laman resminya seperti dilihat, Jumat (18/12/2020).
Aturan ini berlaku mulai 18 Desember. Keputusan pencabutan ini berdasarkan situasi pandemi di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada 16 Desember, Central Epidemic Command Center (CECC) mengumumkan bahwa atas pertimbangan situasi virus Corona yang meningkat di Indonesia, Taiwan akan menangguhkan masuknya semua pekerja migran Indonesia ke Taiwan untuk bekerja mulai 18 Desember. Selain itu, CECC akan memutuskan kapan mencabut penangguhan masuk PMI berdasarkan status pandemi virus Corona di negara tersebut," katanya.
Atas keputusan itu, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengaku pemerintah Indonesia kecewa. Benny menyebut keputusan itu diambil sebelum investigasi dari pihak Indonesia belum diselesaikan.
"Kami merasa kecewa atas kebijakan pemerintah Taiwan, terlebih lagi keputusan tersebut dibuat tanpa menunggu hasil investigasi dari pemerintah Indonesia," kata Benny, Jumat (18/12).
Benny menyebut, BP2MI menerima informasi penangguhan itu lantaran adanya PMI yang positif Corona. Benny langsung menghubungi pihak Taiwan, Taipei Economic and Trade Office (TETO).
"Merespons keputusan Taiwan pertama itu, saya sebagai kepala PB2MI langsung sidak ke dua tempat penampungan atau BLKN milik 2 perusahaan dari 14 itu untuk mengambil sampel bagaimana protokol kesehatan selama PMI ada di penampungan. Saya sampaikan arahan juga, saya pastikan kepada mereka jangan main-main karena keselamatan warga negara adalah hukum tertinggi yang harus dijaga dan ditegakkan semua pihak termasuk perusahaan P3MI," kata dia.
Benny menyebut pihaknya kemudian bertemu dengan TETO pada 2 Desember untuk meminta penjelasan terkait penangguhan kedatangan PMI itu. Lalu diputuskan untuk melakukan investigasi ke perusahaan.
"Kemudian kami mengundang TETO pada tanggal 2 Desember 2020. TETO itu perwakilan Taiwan, saya sampaikan kepada TETO terkait apa yang menjadi temuan Taiwan, putusan suspend Taiwan, penghentian sementara, penghentian penempatan ke Taiwan saya katakan bahwa kami menghormati itu keputusan dalam negeri Taiwan. Tapi kami juga ingin diletakkan masalah ini secara fair dan objektif. Misalnya apakah mereka yang terpapar COVID ini karena kelalaian di saat Indonesia, atau mungkin karena tindakan manipulatif atau fiktif yang dilakukan perusahaan, misalnya kan bisa saja dengan Sarkes tertentu tidak dilakukan PCR, motifnya tentu karena penghematan biaya tapi dia hanya membeli surat keterangan," katanya.
Benny kemudian mendatangi Sarana Kesehatan (Sarkes) yang digunakan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). Dia tak segan memberikan sanksi kepada P3MI dan sarana kesehatan itu jika ditemukan pemalsuan dokumen PCR.
"Kalau itu terjadi maka BP2MI tidak akan segan untuk merekomendasikan ke Naker terkait penutupan P3MI-nya dan merekomendasikan Kementerian Kesehatan terkait penutupan izin dari sarana kesehatannya rumah sakit ataupun klinik. TETO menyambut gembira," ujarnya.
"Nah sekarang, kami tawarkan kepada Taiwan pertama kita akan lakukan investigasi bersama, saya akan mengundang 14 perusahaan yang di-suspend, mengundang Sarkes yang digunakan itu dan kami meminta semua dokumen terkait pelaksanaan PCR itu apa benar dilakukan atau tidak. Untuk berikut kita pasti punya jadwal kapan dilakukan PCR. Tim BP2MI, Naker dan Taiwan kita akan datangi, perusahaan ini misalnya melaksanakan PCR sekian banyak PMI, di mana kita lihat langsung. Setuju semua, hasil pertemuan itu kami melaksanakan pertemuan dengan 14 perusahaan dan Sarkes," kata dia.
Semua dokumen PCR yang dilakukan perusahaan telah dikumpulkan oleh BPSMI. Benny menyebut perusahaan telah melakukan tes PCR sebelum berangkat.
"Semua dokumen dikumpulkan, semua klaim PCR sudah dilakukan, bahkan jadwal PCR satu hari sebelum keberangkatan, artinya memenuhi standar 72 jam," ucap Benny.
"Nah ternyata dari pertemuan itu ada laporan orang-orang Indonesia yang tiba di Taiwan, pekerja tadi ketika tiba di Taiwan mereka ditampung di suatu tempat dan PCR baru dilakukan 4 hari, atau 5 hari kemudian. Berarti ada ruang kemungkinan kalau dia benar dilakukan PCR secara baik di Indonesia toh kalau satu hari sebelum datang ke Taiwan atau sebelum berangkat, berarti kan 72 (jam) terpenuhi. Kecurigaan kami bisa saja terjadi, terpapar saat ada di penampungan di Taiwan," lanjutnya.
Namun saat investigasi bersama Taiwan itu belum dilakukan, Taiwan mengeluarkan keputusan penangguhan itu. Benny kemudian menyinggung unsur politik dari keputusan pemerintahan Taiwan itu.
"Sayangnya itu belum dilakukan, kita datang ke perusahaan, kita yakinkan protokol kesehatan bagaimana, bagaimana kita yakinkan bagaimana mereka melakukan PCR, Sarkes mana, itu belum dilakukan karena belum ada jadwal, kok tiba-tiba keputusan baru (pelarangan)," kata dia.
"Nah memang pertemuan pertama dengan Taiwan, saya menyentil Taiwan, saya berharap keputusan Taiwan ini benar-benar keputusan medis bukan politis. Ya kalau unsur politisnya kita juga akan menghadapi dengan kebijakan-kebijakan politis. Kita negara besar kok," sambungnya.
Benny menyebut pihaknya segera meminta keterangan kepada Taiwan. Pertemuan akan dijadwalkan pada Senin depan.
"Sudah, kan 2 kali (suspend). Yang terakhir ini belum, kita terakhir ini akan kita jadwalkan lagi hari Senin mengundang TETO," katanya.