Diriwayatkan oleh Abu Sufyan bin Abdullah, dia pernah bertanya pada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa alam, "Wahai Rasulullah, apa yang paling kau takutkan pada diriku?"
Lalu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa alam memegang lisannya sendiri dan kemudian bersabda: "Ini!" (Abu Sufyan, sahabat dari Thaif dan menjabat sebagai Gubernur Thaif pada masa pemerintahan Umar bin Khathab ra.)
Gibah laksana petir yang dapat merusak ketaatan. Orang yang melakukan gibah bagaikan melontarkan kebaikan-kebaikan yang pernah dikerjakannya ke segala arah.
Alkisah seseorang berkata pada al-Hasan al-Bashri, "Wahai Abu Sa'id (nama panggilan), Sesungguhnya seseorang telah membicarakan keburukanmu." Kemudian dia mengirimkan satu nampan kurma kepada orang yang menggunjingnya dan berkata (melalui pesan), "Saya mendengar bahwa kau telah menghadiahkan kebaikan-kebaikanmu kepada saya. Jadi, saya senang untuk membalas kebaikanmu."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kehidupan masa kini menjadi lebih komplek terhadap bagaimana kita menjaga lisan, karena kemudahan berkomunikasi telah terfasilitasi lebih luas oleh media sosial. Berdebat, menggunjing dan melakukan fitnah seperti kita alami dalam group-group WA. Seseorang meneruskan berita (yang belum tentu benar atas berita tersebut) dan sudah berani memberikan opininya meski landasannya lemah.
Dalam masa kontestasi Pilkada yang sudah dilaksanakan, kita sering menemukan hal-hal yang sepatutnya dihindari seperti menyerang dengan menjatuhkan lawan, mengunggulkan diri (ujub), membicarakan keburukan lawan dan gibah sampai memfitnah. Di sini lisan betul-betul menjadi bebas atau liar. Saat ini yang menyimpan ribuan bahaya bukan di mulut saja, namun jari jemari dengan smart phone berperan sangat intensif dalam menyebabkan perselisihan, pertentangan dan lain-lain, meski kadang ada nasihat yang bisa disampaikan.
Adapun beberapa bahaya lisan sebagai berikut:
1. Bahaya yang paling ringan adalah membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Jika kita berbicara yang tidak berguna, berarti telah menyia-nyiakan waktu. Waktu yang telah berlalu tidak bisa kita minta kembali, mestinya digunakan untuk bermanfaat, berzikir pada Allah Swt, berpikir atau mencari ilmu guna menambah wawasan, kegiatan sosial maupun yang bersifat produktif. Dalam majelis ketika kita duduk bersama maupun bercerita melalui medsos tentang perjalanan di gunung maupun di darat, itu pun termasuk sesuatu yang kurang berguna.
2. Ikut serta dalam pembicaraan kebatilan dan kemaksiatan. Berbicara tentang mengutip suatu proyek untuk memperoleh fee, ini yang saat ini melanda di negeri sehingga sering kita dengar kata-kata "mainkan". Membicarakan tentang PSK serta tempat-tempat kemaksiatan lainnya.
3. Berdebat. Ini termasuk bahaya lisan yang besar. Dalam berdebat sering kita jumpai bahwa pembicaraan yang menampakkan kesalahan dalam pemakaian kata maupun maknanya pada lawan debat. Apalagi berdebat dengan menundukkan lawannya dengan membeberkan kekurangannya dengan mencela kata-katanya. Dalam sabda Rasulullah saw," Siapapun yang menjauhi perdebatan, sedangkan ia dalam posisi benar maka akan dibangunkan satu rumah untuknya di tingkatan surga yang paling atas. Dan siapapun meninggalkan perdebatan, sedang ia dalam posisi salah maka akan dibangun satu rumah untuknya di sekitar surga." (Riwayat Abu Daud).
4. Memaki dan berkata kotor, ini merupakan kebiasaan tercela. Perbuatan ini terjadi karena hati telah dikendalikan nafsu.
5. Menebarkan kejelekan. Ini adalah tindakan yang dilarang karena menyakiti dan merendahkan hak orang lain.
6. Berdusta dalam perkataan maupun sumpah. Ini termasuk dosa yang sangat buruk. Satu riwayat menyebutkan bahwa Abu Bakar as-Shiddiq ra., setelah Rasulullah saw wafat, berkhutbah," Rasulullah saw, pernah berdiri di tempatku ini, kemudian menangis dan bersabda, 'Jauhilah dusta, karena dusta itu bersama kedurhakaan dan keduanya berada di neraka." Perbuatan ini ringan disampaikan, oleh karenanya kita selalu mengingat akibatnya agar terhindar dalam melakukan dusta.
7. Mudah mengucapkan janji, namun berdusta dalam pelaksanaannya. Perbuatan ini merupakan tanda kemunafikan.
Ini sebagian dari bahaya lisan dan masih banyak bahaya lainnya. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya bisa menjaga lisannya. Apakah kita sebagai pelayan masyarakat (pejabat) maupun diri kita sendiri sering melakukan hal-hal seperti di atas? Jika sebagian yang masih dilakukan, sebaiknya mulai saat ini kita hindari dan jauhi. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan jalannya sehingga kita terbebas dari perbuatan tersebut.
Aunur Rofiq
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )
Sekjen DPP PPP 2014-2016
*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. --Terimakasih (Redaksi)--
(erd/erd)