Kebijakan pemerintah menambah kuota karyawan work from home (WFH) menjadi 75 persen demi mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 pascalibur Natal dan tahun baru menuai beragam pendapat. Kalangan ahli hingga Dewan angkat bicara.
Arahan tersebut awalnya disampaikan Wakil Ketua Komite Penanganan COVIDβ19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Luhut meminta Anies memperketat work from home (WFH) dengan menambah kuota karyawan yang bekerja di rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arahan ini disampaikan Menko Kemaritiman tersebut saat Rapat Koordinasi Penanganan COVID-19 di DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, dan Bali secara virtual pada Senin (14/12). Rapat virtual itu dihadiri Menkes Terawan Agus Putranto, Menhub Budi Karya Sumadi, Ketua BNPB Doni Monardo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Bali I Wayan Koster, perwakilan Gubernur Jawa Tengah, serta pangdam dan kapolda terkait.
"Menko Luhut meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home) hingga 75 persen," demikian bunyi keterangan tertulis Kemenko Marves seperti dikutip pada Selasa (15/12).
Selain itu, Luhut meminta Anies membatasi jam operasional hingga pukul 19.00 WIB. Jumlah orang berkumpul di tempat makan, mal, dan tempat hiburan juga tetap dibatasi.
Agar kebijakan tersebut tidak membebani penyewa tempat usaha di mal, Luhut meminta pemilik pusat perbelanjaan melalui Gubernur DKI Jakarta memberikan keringanan rental dan service charge kepada para tenant (penyewa).
Untuk mengantisipasi kenaikan jumlah kasus COVID-19 pascalibur Natal dan tahun baru 2020-2021, pemerintah memutuskan melarang kerumunan dan perayaan tahun baru di tempat umum. Luhut meminta agar implementasi pengetatan ini dimulai pada 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021
Atas kebijakan itu, sejumlah kalangan ikut bersuara. Berikut ini pendapat mereka.
Selengkapnya di halaman berikutnya.
Epidemiolog: WFH 75% Tidak Efektif
Epidemiolog Pandu Riono menilai kebijakan 75 persen itu tidak efektif mencegah lonjakan kasus.
"Tidak efektif, orang masih libur emang gara-gara ada klaster perkantoran, kan nggak," kata Pandu kepada wartawan, Selasa (15/12/2020) malam.
Pandu mengatakan, jika untuk mengantisipasi lonjakan kasus, bukan hanya di wilayah Jakarta yang diberlakukan 75 persen.
Menurutnya, kebijakan 75% karyawan WFH juga harus diterapkan di semua provinsi, terutama Pulau Jawa.
"Kalau antisipasi bukan hanya DKI, seluruh Jawa harusnya berlakunya, kok hanya DKI saja, itu juga aneh. Dulu waktu Pak Anies ingin lakukan pengetatan, Menteri Perekonomian pada ngamuk semua, presiden ngamuk, sekarang kok ada ide kayak gitu," ujarnya.
Pandu menilai upaya mencegah lonjakan kasus COVID-19 bukan dengan pengetatan kantor, melainkan harus benar-benar menghilangkan cuti bersama. Sebab, menurutnya, cuti bersama dapat memunculkan pergerakan orang dalam jumlah masif.
PDIP: Perketat Pengawasan
PDIP DKI Jakarta mengatakan tidak masalah dengan kebijakan WFH 75% di Jakarta asalkan implementasi di lapangan dapat konsisten.
"(WFH) 75% asal konsisten dengan pengawasan ketat, oke saja," kata Ketua Fraksi PDIP DKI Gembong Warsono, kepada wartawan, Selasa (15/12/2020).
Gembong meminta pengawasan juga harus diperketat, seperti adanya inspeksi mendadak (sidak) di perkantoran, bukan hanya memberikan sanksi denda. Menurutnya, dengan pengawasan ketat, kebijakan itu akan optimal.
"Pengawasan diperketat aja, kalau pengawasan ketat yakin akan maksimal. Jangan mengedepankan sanksi denda. Efek jera harus tercipta melalui pengawasan yang ketat, jangan dendanya yang dikedepankan. Sidak akan menciptakan kepatuhan," ujarnya.
Gembong mengingatkan Pemprov DKI untuk tegas mengimplementasikan aturan itu. Tidak hanya sekadar membuat aturan.
Golkar: WFH 75% Juga Diterapkan di Perusahaan Swasta
Golkar DKI meminta aturan ini WFH 75% juga diterapkan untuk perusahaan swasta.
"Saya rasa sudah tepat apa yang disampaikan Pak Luhut sebagai yang ditugaskan Pak Presiden bersama beberapa Kepala Daerah, salah satunya Pak Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta, untuk bersama sama bisa mengendalikan lonjakan COVID ini dengan membatasi kegiatan masyarakat," kata Sekretaris Fraksi Golkar DKI, Judistira Hermawan, kepada wartawan, Selasa (15/12/2020).
"Ya WFH 75 persen ini salah upayanya, saya rasa sudah tepat dan kami harapkan semua elemen masyarakat bisa memahami dan menjalankan aturan ini, baik swasta maupun pemerintahan," lanjutnya.
Untuk memaksimalkan aturan itu, menurutnya, Pemprov harus memperketat pengawasan. Judistira meminta Pemprov harus menerapkan ketentuan dan aturan yang tercantum dalam perda.
"Sesuai Perda Penanggulangan COVID, kita harapkan Satpol PP dibantu rekan-rekan TNI-Polri bisa melakukan pengawasan ketat di kantor-kantor, rapat online saya kira sekarang sudah biasa dilakukan," ujarnya.
Lebih lanjut, Judistira juga meminta agar kegiatan masyarakat berkaitan dengan Natal dan tahun baru diawasi sebagai salah satu upaya menekan penyebaran COVID.
"Ya berkaitan dengan upaya upaya dalam rangka menekan potensi penyebaran COVID-19 jelang akhir tahun, banyak kegiatan masyarakat ya seperti perayaan Natal dan Tahun Baru, tentu Pemerintah merasa penting untuk mengatur kegiatan kegiatan itu di tengah pandemi ini," tuturnya.
PKB: Perketat Semua Titik
Setali tiga uang, sikap PKB DKI Jakarta pun sama.dengan PDIP dan Golkar. PKB DKI Jakarta mendukung kebijakan WFH 75% di Jakarta.
"Iya benar itu arahan Pak Luhut karena untuk mencegah penyebaran COVID di Natal dan tahun baru. Dalam hal ini Fraksi PKB sangat mendukung walaupun di satu sisi pelayanan masyarakat akan menurun tidak bisa seperti bukan WFH," kata Ketua Fraksi PKB-PPP DKI Hasbiallah Ilyas kepada wartawan, Selasa (15/12/2020) malam.
Namun, menurutnya, ada hal lain yang dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 terkait Natal dan tahun baru. Tapi pengawasan di berbagai titik kerumunan juga harus dilakukan.
"Iya, harus diperketat semua titik juga. (Petugas) Kelurahan dan kecamatan harus lebih banyak turun ke masyarakat untuk pengawasan di wilayah setempat," ujar Hasbiallah.
Lebih lanjut, Hasbiallah juga meminta agar aturan yang tertuang dalam perda juga lebih diterapkan. Pemprov DKI menurutnya juga harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum agar upaya menekan penyebaran COVID berjalan optimal.
"Sanksi sudah jelas sebagaimana yang tertera di dalam Perda tentang COVID. Pemprov DKI Jakarta harus lebih optimal lagi untuk bekerja sama dengan kepolisian dan Satpol PP harus lebih dioptimalkan lagi," tuturnya.