Saksi: Red Notice Baru Djoko Tjandra Belum Terbit karena Kurang Syarat

Sidang Kasus Djoko Tjandra

Saksi: Red Notice Baru Djoko Tjandra Belum Terbit karena Kurang Syarat

Zunita Putri - detikNews
Senin, 14 Des 2020 14:17 WIB
Djoko Tjandra kembali menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo hadir sebagai saksi.
Djoko Tjandra sewaktu mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Interpol pusat yang berada di Lyon, Prancis, pernah bersurat ke Sekretariat NCB (National Central Bureau) Interpol Indonesia perihal masa berlaku red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Seperti apa ceritanya?

Perihal itu disampaikan Kombes Bartholomeus I Made Oka saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara suap yang menjerat Irjen Napoleon Bonaparte. Oka mengaku menjabat sebagai Kepala Bagian Komunikasi International (Kabag Kominter) Interpol di Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri yang saat itu dikepalai Irjen Napoleon.

Oka mengatakan, pada 2019, terdapat surat dari Interpol pusat mengenai red notice Djoko Tjandra. Surat itu menyebutkan masa berlaku red notice Djoko Tjandra akan berakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hanya surat pemberitahuan yang menyampaikan bahwa red notice Djoko Tjandra 6 bulan lagi akan habis sehingga diminta perpanjangan Januari 2019," ucap Oka saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (14/12/2020).

Saat itu Kadivhubinter Polri yang dijabat Irjen Napoleon disebut memerintahkan Oka untuk membalas surat tersebut. Oka mengatakan Napoleon memerintahkannya untuk mengajukan permohonan perpanjangan red notice Djoko Tjandra.

ADVERTISEMENT

"Jadi waktu itu kami diperintah Pak Kadivhubinter untuk menerbitkan permohonan pengajuan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra," kata Oka.

Namun, menurut Oka, permohonan perpanjangan red notice itu tidak dapat dipenuhi karena kekurangan syarat. Oka mengatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) selaku aparat hukum yang memiliki wewenang untuk perpanjangan red notice itu belum melengkapi persyaratan yang diperlukan.

"Jawaban Lyon, red notice tersebut belum bisa diterbitkan karena ada persyaratan yang kurang. (Persyaratan) data pribadi setahu saya," ucap Oka.

"Setahu saya sampai saat ini belum (terpenuhi) Yang Mulia," imbuhnya.

Diketahui, jaksa mendakwa Irjen Napoleon Bonaparte telah menerima suap dengan nilai sekitar Rp 6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Suap itu diberikan Djoko Tjandra agar Napoleon, yang menjabat Kadivhubinter Polri, mengupayakan penghapusan status buron.

Napoleon juga didakwa bersama Brigjen Prasetijo sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Napoleon disebut jaksa menerima suap senilai SGD 200 ribu dan USD 270 ribu, jika dirupiahkan uang itu mencapai Rp 6 miliar lebih.

Irjen Napoleon pernah bersaksi mengenai hal serupa. Bagaimana ceritanya?

Pada Selasa, 24 November 2020, ketika duduk sebagai saksi untuk terdakwa Djoko Tjandra, Napoleon sempat pula menyinggung perihal red notice itu. Napoleon mengatakan bila status red notice Djoko Tjandra sudah terhapus secara permanen di sistem Interpol sejak Juli 2019 dan tidak bisa diperpanjang, kecuali dengan pengajuan baru.

"Yang dilaporkan sebagai berikut, Interpol kami ada situasi keluarga subjek red notice minta penghapusan, tapi yang bersangkutan masih dibutuhkan. Dijawab (Interpol) red notice nomor subjek sekian terbit 2009 sudah deleted by system 10 Juli 2014, kenapa Indonesia tidak pernah mengajukan permintaan perpanjangan," ujar Napoleon saat bersaksi kala itu.

"Tetapi ini penegak hukum, yaitu Kejagung, masih membutuhkan bagaimana, apakah bisa diperpanjang, (dijawab Interpol) tidak bisa lagi sudah delete permanently, terhapus secara permanen, di bulan Juli 2019. Tidak ada kemungkinan lagi untuk diperpanjang, lalu bagaimana dia masih buronan, mudah kata Interpol, silakan Indonesia mengajukan red notice yang baru," imbuh Napoleon.

Namun Kejagung, menurut Napoleon, tetap ingin memperpanjang red notice Djoko Tjandra, bukan pengajuan baru. Napoleon lantas berkomunikasi dengan Kejagung perihal ini.

"Saya dilapori NCB Interpol, 'Pak ini Kejagung sudah kita bilang, silakan mengajukan red notice baru, tapi ngotot minta diperpanjang yang lama, padahal sudah permanently deleted'," kata Napoleon.

"Saya bicara ke Pak Nugroho (Brigjen Nugroho Slamet Wibowo/mantan Sekretaris NCB Interpol) bikin surat ke atasnya lagi, Jambin (Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan). Kalau kepada Jambin, saya yang teken, maka dibuat surat NCB ke saya, saya tanda tangan, Pak Jambin kalau mau bikin red notice Djoko Tjandra, mohon buat permohonan yang baru. Di laporan NCB ini ada gelar, ada dua kurang syarat dari kejaksaan, paspor Djoko Tjandra dan bukti perlintasan dia meninggalkan Indonesia. Ini dua syarat mutlak dokumen yang harus dilampirkan dalam pembuatan red notice baru. Kalau tidak ada bukti dia meninggalkan Indonesia, Interpol bilang berarti dia masih ada di Indonesia, cari aja sendiri," imbuh Napoleon.

Halaman 2 dari 2
(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads