PT DKI Perberat Vonis Eks Direktur di Pertamina EPC ADK Jadi 10 Tahun Bui

PT DKI Perberat Vonis Eks Direktur di Pertamina EPC ADK Jadi 10 Tahun Bui

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 11 Des 2020 15:38 WIB
Ilustrasi Palu Hakim
Foto ilustrasi majelis hakim (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman mantan Direktur Pertamina Eksplorasi dan Produksi Cepu Alas Dara Kemuning (EPC ADK), Perry Widyananda, dari 8 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Perry dinyatakan terbukti terlibat korupsi kasus pengeboran minyak.

Hal itu tertuang dalam Putusan PT Jakarta yang dikutip detikcom, Jumat (11/12/2020). Disebutkan, kasus bermula saat Perry mengajukan usulan re-rentry ke SKK Migas sebanyak 4 sumur pada 2014. Kemudian disetujui menjadi 5 sumur dengan total nilai Authorization for Expenditure (AFE) kelima sumur sebesar USD 35 juta. Dalam pelaksanaannya, Perry membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar USD 34 juta.

Sebelum dilakukan pelelangan, Perry melakukan serangkaian pertemuan dengan calon peserta tender. Selanjutnya terjadi runutan patgulipat sehingga tender pengeboran itu bermasalah. Perry kemudian dihadirkan jaksa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 15 Juli 2020, PN Jakpus menyatakan Perry telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider penuntut umum. Perry dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Atas hal itu, Perry mengajukan banding dengan harapan hukumannya diringankan. Adapun jaksa mengajukan banding dengan harapan Perry dihukum 12 tahun penjara. Apa kata majelis tinggi?

ADVERTISEMENT

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan," ujar majelis yang diketuai M Yusuf, dengan anggota Sri Andini, Singgih Budi Prakoso, Jeldi Ramadan, dan Alfat Akbar.

Majelis memperberat hukuman dengan alasan kerugian negara yang ditimbulkan oleh perbuatan Perry cukup besar. Selain itu, memperberat pidana bagi koruptor supaya memberi efek jera dan diharapkan akan memutus mata rantai korupsi.

"Bahwa perbuatan Terdakwa amat tidak terpuji karena sudah dari sejak awal telah berniat untuk korupsi dan menciptakan peluang untuk korupsi dengan bekerja sama dengan Andy Rieke Lam selaku Direktur PT ABS agar tender dimenangkan oleh PT ABS untuk memuluskan persekongkolan jahatnya," ujar ketua majelis dalam sidang pada Kamis (10/12) kemarin.

Dalam kasus ini, Andy Rieke sudah terlebih dahulu dihukum, yaitu selama 15 tahun penjara. Majelis juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara sejumlah USD 12,4 juta yang setara dengan Rp 185 miliar. Dengan ketentuan, jika terpidana dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak melakukan pembayaran uang pengganti, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dan dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana selama 8 tahun penjara atau apabila Terpidana membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari seluruh kewajiban membayar uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti," papar majelis.

Baca pembelaan Perry dan Andy di halaman berikutnya.

Pembelaan Perry dan Andy

Perry mengajukan banding atas putusan PN Jakpus. Tetapi ia tidak mengajukan memori banding. Perry juga tidak mengajukan kontra-memori banding atas memori banding jaksa.

Dalam putusan banding, tertuang ringkasan memori banding dari kuasa hukum terdakwa yang pada pokoknya meminta terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). Alasannya antara lain:

1. Judex factie tingkat pertama telah keliru dalam memberikan pertimbangan hukum di dalam putusan judex factie terkait unsur setiap orang juncto unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sebagaimana di atur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 19199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001.
2. Judex factie telah keliru dalam memberikan pertimbangan hukum dalam putusannya, terkait unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
3. Judex factie keliru dan salah dalam memberikan pertimbangan hukum dalam putusan terkait unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, karena dalam faktanya tidak ada kerugian yang nyata dalam perkara a quo.
4. Judex factie keliru dan salah dalam menerapkan hukum tentang kerugian keuangan negara atau perekonomian Negara.

Halaman 2 dari 2
(asp/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads