Fenomena Ustaz Ganti Nama Jadi Sorotan Usai Maaher Jadi Tersangka

Round-Up

Fenomena Ustaz Ganti Nama Jadi Sorotan Usai Maaher Jadi Tersangka

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 06 Des 2020 06:58 WIB
masjid.
Ilustrasi masjid (Foto: dikhy sasra)
Jakarta -

Fenomena ustaz ganti nama mencuat usai Ustadz Maaher At Thuwailibi alias Soni Eranata ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian di media sosial. Ada yang menganggap fenomena ustaz ganti nama ini sebagai hal biasa, ada pula yang menyoroti sisi lain soal banyaknya pendakwah yang dinilai masih belum bisa menjadi teladan.

Salah satu pendapat dikemukakan oleh Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi, saat dihubungi, Jumat (4/11/2020). Masduki melihat fenomena pendakwah yang tak memakai nama asli itu kerap dilakukan pendakwah muda yang tampil di media sosial.

"Rata-rata itu, pertama, fenomena pendakwah muda, yang muda di bawah 40 tahun. Ya biasa, orang muda kan biar lebih keren. Artis kan juga begitu. Pendakwah yang nggak jauh beda dengan artis yang show di ranah media sosial akhir-akhir ini," ucap Masduki.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masduki mengatakan pendakwah yang menggunakan nama lain biasanya pendakwah yang memang belum 'jadi'. Mereka, kata Masduki, menggunakan nama lain untuk meningkatkan performa.

"Untuk menaikkan performa biar lebih keren, cowok kelihatan gagah, macam-macam lah. Kan dalam rangka membangun image, dan rata-rata itu pendakwah belum jadi, belum mapan, belum punya eksestensi yang kuat," katanya.

ADVERTISEMENT

"PBNU, Muhammadiyah, orang-orang berdakwah tidak ada hubungan dengan seleb, biasanya nggak (ubah nama)," katanya.

Namun Masduki enggan mengaitkan analisisnya itu dengan salah satu tokoh tertentu. Dia mengaku pandangannya itu bersifat umum.

"Ini jangan dikaitkan nama tertentu, fenomena secara umum saja," ujar Masduki.

Menurut Masduki, ada tradisi Arab yang melakukan penggantian nama. Jadi menurut dia, perubahan nama untuk berdakwah juga sah-sah saja.

"Ada laqob, ada kunyah. Sebutan-sebutan panggilan. Laqob itu sebutan keagungan, bukan (di) Arab Saudi, tapi tradisi Arab," ucapnya.

"Ulama besar itu, panggilannya (terkenal) bukan nama dirinya, hampir semua. Imam Syafii, Syafii itu bukan nama dia. Jadi tradisi begitu itu sudah lama," ucapnya.

Halaman selanjutnya pandangan dari PP Muhammadiyah.

Pandangan lain disampaikan Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Mu'ti mengatakan fenomena ustaz ganti nama itu hal biasa, tapi yang jadi masalah saat ini adalah banyak ustaz yang pemahaman agamanya masih rendah.

"Soal ustaz yang ganti nama, juga hal yang biasa. Sayangnya, sekarang ini banyak ustaz karbitan yang penguasaan ilmu agamanya dangkal dan akhlak yang tidak bisa menjadi teladan. Banyak orang yang tiba-tiba mengklaim dirinya sebagai ustaz beberapa saat setelah 'hijrah'," ucap Mu'ti dalam keterangannya, Jumat (4/12/2020).

Menurut Mu'ti, masyarakat harus mulai cerdas menilai pendakwah. Jangan hanya sebatas melihat bahwa pendakwah tersebut populer.

"Ganti nama atau tidak, semua berpulang pada masing-masing. Masyarakat, khususnya umat Islam, sebaiknya kritis dan cerdas dengan menilai ceramah dari kebenaran isi ajaran, bukan melihat popularitas dai atau ustaz," ucapnya.

Mu'ti menjelaskan perubahan nama dalam Islam sering terjadi, sehingga bukan sesuatu hal yang baru kali ini terjadi.

"Sejak jaman Nabi, banyak sahabat yang memiliki julukan selain dari nama aslinya. Nabi Muhammad, juga disebut Abul Qasim. Demikian halnya dengan sahabat Abu Hurairah. Banyak ulama yang lebih dikenal dengan nama daerah atau tempat tinggalnya, seperti Al-Ghazali, Al-Qurthubi, dan lain-lain," ucapnya.

Kemudian, dalam tradisi di Indonesia, nama berubah atau diganti jika terjadi sesuatu pada orang tersebut, seperti setelah menunaikan haji atau menjadi mualaf.

"Dalam tradisi Islam Indonesia, seseorang biasanya berganti nama setelah menunaikan ibadah haji, masuk Islam, atau mengalami konversi keagamaan. Secara spiritual seseorang berganti nama sebagai identitas keagamaan, menjadi atau terlahir kembali (reborn) sebagai muslim," ucapnya.

"Dengan nama baru itu, seseorang berusaha menjadi lebih baik dalam hal beragama dan berperilaku. Berganti nama itu tidak ada tuntunan dalam agama. Semuanya lebih sebagai tradisi. Akan tetapi, jika penggantian nama itu permanen, harus dicatat di lembaga berwenang," sambungnya.

Halaman selanjutnya pernyataan dari MUI.

Sementara itu, Waketum MUI Anwar Abbas tidak mempermasalahkan jika ada ustaz yang menggunakan nama alias. Anwar menekankan yang terpenting ustaz tersebut mengerti arti nama aliasnya.

"Nggak apa-apa pakai nama alias, kayak Abu Bakar itu saya lupa nama aslinya. Kan itu juga nama alias, ya nggak apa-apa. Kalau mereka mau memakai nama alias, asal mereka tahu artinya, nggak masalah," ujar Anwar saat dihubungi, Sabtu (5/12/2020).

Anwar berpandangan fenomena ustaz yang menggunakan nama alias bukanlah hal baru. Alasannya bisa macam-macam.

"Banyaklah yang memakai nama alias dari dulu. Bukan wajar sih, tapi memang ada ya, ada orang yang tidak mau memakai nama aslinya. Dia lebih senang memakai nama panggilan dari alias-alias itu," kata Anwar.

Anwar juga mencontohkan pendakwah yang dikenal dengan nama inisial. Contohnya saja Ustaz Abdul Somad alias UAS.

"Sudah sering terjadi, kadang-kadang dipendekkan ya, misal UAS kan Ustaz Abdul Somad. Kan belum tentu banyak yang kenal kalau nama panjang gitu, mungkin ada juga yang belum kenal," ujar Anwar.

Diketahui, Ustadz Maaher At-Thuwailibi, pemilik akun Twitter @ustadzmaaher_, ditangkap polisi terkait kasus ujaran kebencian kepada Habib Luthfi. Maaher memiliki nama asli Soni Eranata.

Pengacara Soni Eranata, Djudju Purwantoro, menyebut kliennya menggunakan nama istilah dalam berdakwah, yakni Ustadz Maaher.

"Nama umatnya, nama ustaznya itu Maaher At-Thuwailibi, memang nama dia, alias-alias, alias Ustadz Maaher," ujar Djudju Purwantoro ketika dihubungi detikcom, Kamis (3/12).

"Nama aliasnya Maaher At-Thuwailibi," tegas Djudju.

Djudju menjelaskan nama dalam KTP kliennya itu adalah Soni Eranata. Nama Ustadz Maaher digunakan sejak Soni menjadi ustaz.

"Sejak jadi ustaz (pakai nama Ustadz Maaher), udah lama itu," imbuh Djudju.

Djudju tak menjelaskan spesifik mengapa Soni memilih nama Maaher. Djudju menyebut Soni menggunakan nama Maaher sejak lulus pesantren.

"Mungkin udah 10 tahunan," imbuhnya.

Halaman 2 dari 3
(knv/lir)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads