Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota (Walkot) Cimahi Ajay Muhammad Priatna (AMP) sebagai tersangka penerima suap pengurusan perizinan RSU Kasih Bunda Kota Cimahi. KPK belum dapat memastikan apakah kasus suap ini berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
"Untuk membuktikan apakah kasus Cimahi uangnya digunakan untuk Pilkada, kami perlu melakukan pendalaman karena uangnya juga sudah kita sita," kata Ketua KPK Firli Bahuri di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/11/2020).
Firli tidak menampik bahwa modal calon kepala daerah yang dikeluarkan dalam kontestasi Pilkada cukup besar. Firli menyebut, berdasarkan data yang dimiliki KPK, biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah tidak sebanding dengan anggaran yang tersedia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tegaskan berdasarkan fakta empiris selama ini bahwa pilkada memang membutuhkan dukungan besar. KPK melihat dari data yang ada, di mana harta calon kepala daerah tidak sebanding kebutuhan anggaran dengan proses kebutuhan anggaran proses Pilkada," ujarnya.
Firli mengatakan lebih dari 80 persen modal calon kepala daerah berasal dari suntikan tim sukses dan donatur. KPK, menurutnya, juga sudah pernah mengkajinya dan menyampaikan hasil kajian tersebut kepada pemerintah.
"Boleh dikatakan 82,3 persen itu didukung bukan harta kekayaan pribadi, tapi ada pihak, tim sukses maupun donaturnya yang bantu. Karenanya KPK sudah pernah melakukan kajian dan sampaikan rekomendasi pemerintah untuk melihat kembali tata cara pilkada yang butuh biaya besar," imbuhnya.
Simak video 'KPK Tetapkan Wali Kota Cimahi Jadi Tersangka Suap Izin Proyek':
Penjelasan mengenai Walkot Cimahi yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi ada di halaman selanjutnya.