Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menceritakan awal mula pertemuannya dengan Brigjen Prasetijo Utomo saat bersaksi di sidang kasus red notice terdakwa Tommy Sumardi. Seperti apa?
Djoko Tjandra mengatakan tiba di Indonesia pada 5 Juni 2020. Dia tiba di Indonesia melalui jalur darat, dari Malaysia ke Pontianak, Kalimantan Barat. Di situlah dia mengaku pertama kali bertemu dengan Brigjen Prasetijo.
"Yang jemput saya Pak Prasetijo Utomo, itu pertama kali saya ketemu. Saya di surprise di airport tahu-tahu ada Anita Kolopaking, ada Prasetijo, ada staf dan ajudannya," ungkap Djoko Tjandra di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari Pontianak, Djoko Tjandra akhirnya berangkat ke Jakarta dengan Anita Kolopaking dan Brigjen Prasetijo menggunakan pesawat carter. Prasetijo saat itu, kata Djoko Tjandra, mengenalkan diri sebagai Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri.
Menurut Djoko Tjandra, Prasetijo menjemputnya saat itu hendak bertanya terkait masalah PT Mulia Group dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, Djoko Tjandra mengaku tidak tahu apa kaitan jabatan Prasetijo dengan masalah Mulia Group-OJK.
"Alasan dia jemput saya katanya karena dia ingin tahu kasus antara Mulia Group dengan OJK, karena ada persengketaan antara Mulia Group sama OJK. OJK di bidangnya Karo Korwas PPNS. Pak Prasetijo dijelaskan OJK menyewa gedung Mulia 1 dan 2, beliau ingin tahu masalahnya," tutur Djoko Tjandra.
"Saya nggak tahu apa fungsi Karo Korwas PPNS, saya pikir 'oh ini urusan yang sifatnya PNS'," tambah Djoko Tjandra.
Dalam perkara ini Tommy Sumardi duduk sebagai terdakwa. Tommy didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Irjen Napoleon sendiri telah disidang dalam perkara ini, begitupun Brigjen Prasetijo.
Irjen Napoleon sebelumnya menjabat Kadiv Hubinter Polri. Sedangkan Brigjen Prasetijo selaku Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.
Dalam surat dakwaan, Tommy disebut jaksa memberikan SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Napoleon dan USD 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
(zap/isa)