Djoko Tjandra Ngaku Pernah Berupaya Hapus Red Notice ke London-Paris

Djoko Tjandra Ngaku Pernah Berupaya Hapus Red Notice ke London-Paris

Zunita Putri - detikNews
Kamis, 26 Nov 2020 21:39 WIB
Djoko Tjandra bersaksi untuk Tommy Sumardi (Zunita/detikcom)
Djoko Tjandra bersaksi untuk Tommy Sumardi. (Zunita/detikcom)
Jakarta -

Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra buka-bukaan di sidang kasus red notice terdakwa Tommy Sumardi terkait upaya penghapusan red notice-nya di Interpol Prancis. Djoko Tjandra menyebut red notice-nya sudah terhapus di Interpol international sekitar 2014-2015.

"Ada (upaya penghapusan red notice) itu terjadi pada tahun 2013 atau 2014 saya nggak ingat persis karena dasarnya adalah putusan PK nomor 12 adalah putusan yang ne bis in idem atau yang kita kenal di Inggris double jeopardy. Saya saat itu di Singapura," kata Djoko Tjandra saat bersaksi untuk Tommy Sumardi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Kamis (26/11/2020).

Djoko Tjandra mengaku pergi ke London dan Paris untuk mengajukan case review ke pengadilan di Inggris terkait putusan PK yang menjatuhkan hukuman 2 tahun. Akhirnya pengadilan di sana memutuskan nama Djoko Tjandra bisa dihapus di Interpol internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di London dan Paris. Saya meng-point QC, QC itu queen consul jadi kalau setiap ada kasus QC akan review ini justified apa nggak masuk ke pengadilan, kemudian British law system, sehingga saya QC ada 8 QC yang saya apply, antara lain membahas Indonesian law QC, and expert in Asian law and human rights. Kita ajukan case review ke Interpol berdasarkan sections 1, artikel 2 bahwa putusan double jeopardy tidak dapat dilakukan red notice, dan tidak diterima karena double jeopardy nggak di-accept di seluruh dunia," ungkap Djoko.

"(Hasilnya) finalnya dirilis, diangkat nama red notice saya dari Interpol. Putusannya international trial putus dan mengatakan red notice atas nama Djoko Tjandra harus diangkat," tambah Djoko.

ADVERTISEMENT

Djoko Tjandra mengaku memiliki bukti-bukti resmi dari Interpol tentang pencabutan status red notice-nya. Karena putusan case review itu, Djoko Tjandra mengaku namanya sudah tidak ada di Interpol sejak sekitar 2014-2015 dan dia bisa keliling negara, kecuali di Indonesia.

"Tahun 2014 atau 2015 saya tidak pernah berupaya masuk ke Indonesia. Saya baru berupaya masuk ke Indonesia mulai 2019," katanya.

"Status buronan dan DPO Indonesia apa terhapus?" tanya jaksa.

"Di internasional saya nggak jadi buron. Orang yang dicari itu hanya di Indonesia, di imigrasi karena DPO masih tercatat di situ," kata Djoko.

Dia mengaku selama 2015 itu tidak pernah memiliki niat ke Indonesia. Dia baru punya niat ke Indonesia itu pada 2019 karena ingin mengajukan PK ke Indonesia.

Djoko Tjandra juga buka-bukaan soal hidup di luar negeri selama jadi buron. Selengkapnya di halaman berikutnya.

Djoko Mengaku Tinggal di Berbagai Negara Selama Jadi Buron

Dalam sidang ini, Djoko Tjandra juga mengungkapkan keberadaannya selama menjadi buron kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali. Dia menyebut pertama kali tinggal di Singapura, China, hingga akhirnya di Malaysia.

"Pertama saya di Singapura, dari Singapura terus China, karena ada usaha di China, Australia, Papua Nugini, dan Malaysia," ungkapnya.

Dia menyebut, saat surat DPO dan red notice terbit, dirinya berada di Singapura. Dia juga membantah jika dikatakan bersembunyi. Menurut Djoko Tjandra, saat di Singapura, dia seperti orang bebas.

"Oh tidak (bersembunyi, red), bebas," tegasnya.

Dalam perkara ini, Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Irjen Napoleon sendiri telah disidang dalam perkara ini, begitu pun Brigjen Prasetijo.

Irjen Napoleon sebelumnya menjabat Kadivhubinter Polri. Sedangkan Brigjen Prasetijo selaku Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.

Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Napoleon dan USD 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

Halaman 2 dari 2
(zap/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads