Ketua DPP FPI Slamet Ma'arif menyebut Tentara Nasional Indonesia (TNI) didirikan oleh ulama. Bahkan Slamet menyebut Panglima TNI pertama, Jenderal Sudirman, sebagai seorang ulama. Bagaimana faktanya?
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Connie Rahakundini Bakrie dalam buku 'Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal', pembentukan TNI berawal dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 22 Agustus 1945 oleh para pendiri bangsa. Pembentukan BKR ini dirasa perlu karena waktu itu Belanda masih berniat menjajah Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, baru pada 3 Juni 1947 namanya diganti menjadi TNI. Sebelumnya mengalami pergantian nama dua kali, yakni dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945 dan Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) pada 1 Januari 1945. Namun nantinya kelahiran TNI diperingati setiap 5 Oktober.
Berdirinya TNI ini disahkan oleh Presiden Sukarno pada 3 Juni 1947.
Sementara itu, jabatan Panglima TNI pertama itu diamanatkan kepada Jenderal Sudirman. Jenderal Sudirman memiliki pengalaman di PETA dan turut mendirikan BKR. Dikutip dari situs Perpusnas, Jenderal Sudirman terlahir dari keluarga biasa. Namun dia kemudian diadopsi oleh seorang priyayi dan menyandang gelar raden.
Tonton video 'Fenomena Habib Rizieq, JK: Ada Kekosongan Pemimpin yang Serap Aspirasi':
Namun apakah Jenderal Sudirman adalah seorang ulama?
Jenderal Sudirman memang memiliki latar pendidikan agama Islam yang kental. Dia pernah aktif di organisasi Islam Muhammadiyah. Dia aktif pula dalam kegiatan kapanduan organisasi tersebut.
Perlu dicatat bahwa BKR, yang merupakan cikal bakal berdirinya TNI, dibentuk oleh banyak kalangan. Dari tokoh nasionalis hingga ulama.
Sebelumnya, Slamet meminta pihak TNI tidak diadu domba dengan ulama. Ia juga berbicara tentang umat dan TNI yang sehati dalam mempertahankan NKRI.
"Saya menasihati TNI bahwa TNI didirikan oleh ulama (Jenderal Sudirman) dan dari dulu menyatu dengan umat Islam. Jadi TNI jangan mau diadu dengan ulama dan umat Islam. Saya yakin TNI tetap sehati dengan ulama dan umat Islam untuk mempertahankan NKRI," ujarnya, Jumat (20/11).
Terkait baliho bergambar wajah Habib Rizieq Syihab yang diturunkan, Slamet menyebut umatlah yang berinisiatif memasangnya. Slamet pun tak mempermasalahkan penurunan baliho itu.
"Yang harus diingat, yang pasang baliho itu umat, bukan FPI. Spanduk yang dicabut spanduk ucapan selamat datang IB HRS, dan beliau sudah ada di Tanah Air, jadi nggak masalah TNI bantu Satpol PP," ujar Slamet.
(rdp/idh)