Pejabat Imigrasi Akui Terima Surat Divhubinter soal Red Notice Djoko Tjandra

Pejabat Imigrasi Akui Terima Surat Divhubinter soal Red Notice Djoko Tjandra

Ibnu Hariyanto - detikNews
Kamis, 19 Nov 2020 23:50 WIB
Terdakwa Djoko Tjandra kembali jalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor. Sidang suap penghapusan status red notice interpol tersebut beragendakan pemeriksaan 8 saksi.
Djoko Tjandra (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Kasubdit Cekal Ditwasdakim Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM, Sandi Andaryadi, mengaku menerima dua surat terkait red notice Djoko Tjandra dari Divhubinter Polri. Dua surat itu tertanggal 4 dan 5 Mei 2020.

"Betul, pada saat itu bulan Mei kami terima surat dari Divhubinter, bulan Mei 2020. Jadi ada dua surat yang kami terima yang masuk di pimpinan lalu ada diskusi untuk tindaklanjuti," kata Sandi Andaryadi saat bersaksi di sidang suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/11/2020).

Dalam sidang ini, duduk sebagai terdakwa adalah Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi. Sandi menjelaskan maksud dari dua surat itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Surat tertanggal 4 Mei 2020 berisi pemberitahuan database DPO di Interpol mengalami pembaruan dan menyatakan ada data DPO yang diajukan Divhubinter Polri ke Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.

Kemudian surat tertanggal 5 Mei 2020 berisi penyampaikan penghapusan red notice ditujukan Ditwasdakim Ditjen Imigrasi. Atas dua surat itu, Sandy mengatakan pihaknya melakukan diskusi untuk menindaklanjuti.

ADVERTISEMENT

"Kemudian kami tindak lanjuti ke aplikasi ECS dan melakukan pengecekan pada berkas manual," sebutnya.

Jaksa kemudian meminta penegasan apakah di surat itu ada permintaan penghapusan DPO atas nama Djoko Tjandra. Sandi mengatakan atas dasar dua surat itu pihaknya menghapus nama Djoko Tjandra dalam sistem di Imigrasi.

"Kami melihatnya di tahun 2015 ada permohonan pencantuman karena yang bersangkutan akan masuk ke Indonesia. Kemudian surat tanggal 5 (Mei) itu berbunyi informasi penghapusan red notice nomor sekian-sekian atas nama Djoko Soegiarto Tjandra sehingga dasar itu tidak ada rujukan lagi bagi kami untuk tetap mencantumkan yang bersangkutan dalam sistem karena dalam sistem itu disebut itu rujukan red notice," tuturnya.

Diketahui dalam dakwaan Irjen Napoleon Bonaparte, setelah dia mendapatkan uang dari rekan Djoko Tjandra, yaitu Tommy Sumardi, sebesar SGD 200 ribu dan USD 100 ribu, Irjen Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat ke Ditjen Imigrasi.

Isi suratnya adalah pemberitahuan database DPO di Interpol mengalami pembaruan dan menyatakan ada data DPO yang diajukan Divhubinter Polri ke Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.

Dalam sidang ini yang duduk sebagai terdakwa adalah Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi. Djoko Tjandra didakwa memberikan suap ke Irjen Napoleon sebanyak SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Bila dikurskan, SGD 200 ribu sekitar Rp 2,1 miliar, sedangkan USD 270 ribu sekitar Rp 3,9 miliar lebih, sehingga totalnya lebih dari Rp 6 miliar.

Lalu, Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD 150 ribu. Bila dikurskan, USD 150 ribu sekitar Rp 2,1 miliar.

Ada seorang lagi yang didakwa yaitu Tommy Sumardi yang disebut jaksa sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra ke kedua jenderal itu. Selain itu, Tommy Sumardi juga disebut jaksa menerima uang dari Djoko Tjandra. Setidaknya ada 2 kali penerimaan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy Sumardi. Total uang yang diterima Tommy Sumardi adalah USD 150 ribu atau setara dengan Rp 2,1 miliar.

Halaman 2 dari 2
(ibh/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads