Eks Kadiv Polri Ungkap Kirim Surat DPO Djoko Tjandra ke Imigrasi Tahun 2015

Eks Kadiv Polri Ungkap Kirim Surat DPO Djoko Tjandra ke Imigrasi Tahun 2015

Ibnu Hariyanto - detikNews
Kamis, 19 Nov 2020 20:59 WIB
Terdakwa Djoko Tjandra terlihat mengenakan E.A Mask atau Ecom Air Mask Anti Bacteria and Virus buatan Jepang untuk tangkal Corona.
Djoko Tjandra (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Komjen (Purn) Setyo Wasisto bercerita pernah mengirim surat terkait daftar pencarian orang (DPO) Djoko Tjandra ke Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM pada tahun 2015. Surat itu dikirim Setyo Wasisto saat masih menjabat Sekretaris NCB Interpol Polri.

Hal itu disampaikan Setyo saat dikonfirmasi oleh jaksa terkait surat nomor R/08/2/2015 Divhubinter Polri tertanggal 12 Februari 2015 terkait Djoko Tjandra. Eks Kadiv Humas Polri itu menjelaskan surat tersebut ditandatangani dan dikirim ke Imigrasi karena pihaknya mendapat informasi kemungkinan saat itu Djoko Tjandra akan kembali ke Indonesia.

"Betul saya yang menandatangani. Bahwa tanggal 12 Februari 2015, itu muncul di koran Kompas, yang menyatakan bahwa orang tua dari Djoko Tjandra meninggal dunia. Kemudian anggota kami melaporkan kami buat surat harus cepat kepada Imigrasi untuk mengingatkan, karena kemungkinan karena orang tuanya meninggal dunia, Djoko Tjandra akan datang ke Indonesia. Oleh karena itu kami mengingatkan kejaksaan sebagai pemegang kasus, dan Imigrasi sebagai tempat perlintasan imigrasi, sifatnya peringatan. Karena logikanya kalau orang tua meninggal akan datang," urai Setyo saat bersaksi di sidang suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (18/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan pemintaan itu merupakan pengingat untuk Imigrasi agar waspada jika ada nama Joko Soegiarto Tjandra masuk ke Indonesia. Sebab, Setyo menjelaskan, pada 2009, Divhubibter Polri pernah mengirim pemberitahuan ke Interpol untuk abendum atau ada perubahan data soal Djoko Tjandra.

"Bahwa permintaan itu adalah untuk mengingatkan rekan-rekan di Imigrasi. Kalau nama itu tidak dimasukkan, mungkin tidak akan muncul dalam sistem Imigrasi sehingga kita minta dimasukkan nama itu karena ada adendum baru, karena menggunakan paspor baru," kata Setyo.

ADVERTISEMENT

Setelah surat itu dikirim, Setyo menyebut Polri bekerja sama dengan Kejagung dan Imigrasi melakukan penjagaan di Bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma. Namun, Setyo menyebut saat itu Djoko Tjandra tidak ditemukan masuk ke Indonesia.

Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:

"Melakukan pemantauan ternyata sampai di pemakaman selesai di San Diego Hill tidak ada. Tidak ditemukan Joko Soegiarto Tjandra," tuturnya.

Dalam sidang ini, duduk sebagai terdakwa adalah Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi. Djoko Tjandra didakwa memberikan suap ke Irjen Napoleon sebanyak SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Bila dikurskan, SGD 200 ribu sekitar Rp 2,1 miliar, sedangkan USD 270 ribu sekitar Rp 3,9 miliar lebih, sehingga totalnya lebih dari Rp 6 miliar.

Lalu, Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD 150 ribu. Bila dikurskan, USD 150 ribu sekitar Rp 2,1 miliar.

Ada seorang lagi yang didakwa yaitu Tommy Sumardi yang disebut jaksa sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra ke kedua jenderal itu. Selain itu Tommy Sumardi juga disebut jaksa menerima uang dari Djoko Tjandra. Setidaknya ada 2 kali penerimaan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy Sumardi. Total uang diterima Tommy Sumardi adalah USD 150 ribu atau setara dengan Rp 2,1 miliar.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads