Eks Kadiv Polri Jelaskan soal Penghapusan Red Notice di Sidang Djoko Tjandra

Eks Kadiv Polri Jelaskan soal Penghapusan Red Notice di Sidang Djoko Tjandra

Ibnu Hariyanto - detikNews
Kamis, 19 Nov 2020 18:19 WIB
Terdakwa Djoko Tjandra kembali jalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor. Sidang suap penghapusan status red notice interpol tersebut beragendakan pemeriksaan 8 saksi.
Djoko Tjandra sewaktu mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Komjen (Purn) Setyo Wasisto menjelaskan prosedur penghapusan red notice. Ia mengatakan penghapusan red notice hanya bisa diajukan oleh instansi, bukan perseorangan.

Hal itu disampaikan eks Kadiv Humas Polri ini saat bersaksi di sidang suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (18/11/2020). Setyo pernah menjabat Sekretaris NCB Interpol pada periode 2013-2015.

Ia menjelaskan red notice merupakan satu mekanisme permintaan kepada negara anggota Interpol untuk menangkap dan menahan buron. Red notice bisa diajukan oleh semua aparat penegak hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebetulnya semua penegak hukum, apabila menangani kasus, bisa mengajukan. Seperti kejaksaan, KPK Polri. Kemudian kalau ada kejahatan yang ditangani instansi lain, kami selaku fasilitator kami layani," ujarnya.

Ia mengatakan pengajuan red notice hanya bisa diajukan oleh instansi bukan perorangan. Menurutnya, hal yang sama berlaku juga pada penghapusan red notice.

ADVERTISEMENT

"Bahwa pengajuan red notice itu oleh instansi, bukan perorangan dalam hal ini penyidik. Kemudian untuk permintaan penghapusan juga demikian," kata Setyo.

Ia mengatakan dalam penghapusan red notice memerlukan sejumlah persyaratan yang harus dilengkapi. Persyaratan itu kemudian diajukan ke Interpol di Lyon, Prancis.

"Permintaan ini harus dilengkapi dengan berkas-bekas, contoh DPO meninggal dunia, itu harus ada surat kematian, dilaporkan Interpol Lyon atau kemudian kasusnya sudah selesai, itu harus dilengkapi berkas kasus menyangkut yang bersangkutan kalau sudah selesai. Karena yang bisa mencabut red notice itu dari Interpol Lyon," tuturnya.

Dalam sidang ini yang duduk sebagai terdakwa adalah Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi. Djoko Tjandra didakwa memberikan suap ke Irjen Napoleon sebanyak SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Bila dikurskan, SGD 200 ribu sekitar Rp 2,1 miliar, sedangkan USD 270 ribu sekitar Rp 3,9 miliar lebih, sehingga totalnya lebih dari Rp 6 miliar.

Lalu, Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD 150 ribu. Bila dikurskan, USD 150 ribu sekitar Rp 2,1 miliar.

Ada seorang lagi yang didakwa, yaitu Tommy Sumardi, yang disebut jaksa sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra ke kedua jenderal itu. Selain itu, Tommy Sumardi disebut jaksa menerima uang dari Djoko Tjandra. Setidaknya ada 2 kali penerimaan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy Sumardi. Total uang diterima Tommy Sumardi adalah USD 150 ribu atau setara dengan Rp 2,1 miliar.

(ibh/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads