Sejumlah nama pejabat tiba-tiba muncul di persidangan kasus suap dan gratifikasi mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, salah satunya mantan Ketua DPR Marzuki Alie. Pengacara Nurhadi membantah hal itu.
"Sekarang di negara ini siapa yang nggak dicatut namanya. Setiap pejabat itu secara potensial akan dicatut namanya gitu, kan coba kemarin saksi yang saya dengar itu mencatut nama Pak BG dan Pak Iwan Bule (M Iriawan). Nah, sekarang apa relevansinya ini dengan perkara Pak Nurhadi gitu, dan itu sudah secara tegas dibantah oleh Pak Maqdir bahwa tidak ada relevansi kedua nama beliau itu disangkut paut dengan perkara ini," ujar pengacara Nurhadi, Muhammad Rudjito, di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (18/11/2020).
Menurut Rudjito, Marzuki Alie juga tidak ada sangkut pautnya dengan kasus Nurhadi. Rudjito mengaku memaklumi jika ada nama pejabat yang muncul, tapi dia pastikan nama-nama pejabat yang muncul kemarin tidak ada hubungannya dengan kasus ini ataupun Nurhadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soal catut-mencatut, ya begitulah, Marzuki Ali, Pramono Anung, dan sebagainya. Bahkan ini di perkara ini juga ada yang dicatut namanya itu kalau nggak salah Moeldoko, nanti ada itu. Ada nama Pak Moeldoko disebut-sebut di dalam perkara ini, itulah risiko sebagai pejabat di republik ini. Siap namanya dicatut," katanya.
"Nggak ada hubungannya sama sekali," sambungnya.
Diketahui, nama sejumlah tokoh, mulai Kepala BIN Budi Gunawan (BG) hingga Marzuki Alie, muncul dalam sidang Nurhadi pada 11 November 2020. Saat itu jaksa KPK menghadirkan saksi yang merupakan kakak Hiendra bernama Hengky Soenjoto.
Jaksa saat itu melakukan konfirmasi mengenai berita acara pemeriksaan (BAP) Nomor 52 kepada Hengky. Dalam BAP itu, Hengky mengungkapkan kedekatan Hiendra dengan Marzuki Alie dan Seskab Pramono Anung.
"Saya bacakan BAP 52, Saudara jelaskan awalnya antara Hiendra Soenjoto dan Marzuki Alie sangat dekat, tapi setelah Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar, saya pernah dimintai tolong oleh Hiendra agar disampaikan ke Marzuki Alie agar disampaikan ke Pramono Anung, Menteri Sekretaris Negara saat itu, agar penahanan Hiendra ditangguhkan. Hal itu disampaikan di kantor Hiendra di kompleks pergudangan saat pertemuan saya pertama dengan Marzuki Alie, namun pada saat itu Hiendra tidak bisa keluar tahanan juga," kata jaksa mengkonfirmasi BAP yang diamini oleh Hengky.
Hengky juga membenarkan BAP-nya yang menyebut Hiendra menawarkan surat utang sebesar Rp 110 miliar untuk menggantikan Azhar Umar, yang menjabat Komisaris PT MIT (Multicon Indrajaya Terminal). Namun tidak jadi karena Hiendra meminjam uang ke Marzuki Alie senilai Rp 6-7 miliar digunakan untuk mengurus perkara Hiendra.
Dalam persidangan ini, yang duduk sebagai terdakwa adalah Nurhadi dan Rezky Herbiyono. Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 83 miliar terkait pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali. Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap dan gratifikasi dalam kurun 2012-2016.
Uang suap ini diterima Nurhadi dan Rezky dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT MIT agar keduanya membantu Hiendra dalam mengurus perkara. Jaksa menyebut tindakan Nurhadi itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai Sekretaris MA.
(zap/dhn)