Hukuman mantan Dirut PLN Nur Pamudji diperberat dari 6 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Nur dinilai melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga merugi Rp 173 miliar.
Kasus itu terjadi pada 2010. Kala itu, Nur Pamudji adalah Direktur Energi Primer PLN. Pada 2012, Nur Pamudji menjadi Dirut PLN.
Saat itu, dilakukan pengadaan barang yang dilakukan PLN untuk BBM jenis High Speed Diesel (HSD) demi memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga gas dan uap di Muara Tawar, Tambak Lorok, Gresik dan Grati, Belawan, serta Tanjung Priok dan Muara Karang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengetahui rencana PLN tersebut. Lalu Honggo melakukan perbuatan sedemikian rupa dengan maksud agar PT TPPI bisa menjadi rekanan PLN untuk memasok BBM jenis HSD. Namun rangkaian perbuatan itu membuat PLN jebol ratusan miliar rupiah.
Pada 2015, kasus ini dibidik Mabes Polri dan Nur Pamudji jadi tersangka. Setelah bertahun-tahun berkas disidik Mabes Polri, akhirnya kasus ini masuk ke PN Jakpus.
Pada 13 Juli 2020, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Nur Pamudji karena dinilai korupsi secara bersama-sama.
Tiga hari setelahnya, Nur Pamudji melalui pengacaranya mengajukan banding. Jaksa tidak tinggal diam dan mengajukan hal serupa. Apa kata Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta?
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa Nur Pamudji dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar ketua majelis James Butarbutar, Kamis (12/11/2020).
Putusan itu dibacakan (12/11) siang ini. Duduk sebagai anggota majelis Daniel Dalle Pairunan, Achmad Yusak, Lafat Akbar dan Hening Tyastanto. Selain itu, majelis juga merampas untuk negara barang bukti uang:
1. Uang Rp 140,7 miliar
2. Uang Rp 8,7 miliar
3. Uang Rp 23,8 miliar
Majelis menyatakan perbuatan terdakwa memiliki peran signifikan, dalam hal terjadinya tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara.
"Dampak perbuatan Terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara, sedangkan pengembalian kerugian negara bukanlah atas dasar secara sukarela dilakukan oleh Terdakwa, melainkan atas pengembalian yang diselamatkan oleh Negara, namun apabila dipertimbangkan nilai kerugian negara yang didakwakan oleh Penuntut Umum dengan nilai pengembalian yang yang dirampas untuk Negara, maka nilai kerugian negara termasuk kategori sedang," beber majelis.
Apa alasan majelis hakim memperberat hukuman Nur Pamudji? Selanjutnya>>>
Sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 pada lampiran matriks, perbuatan Nur Pamudji pada kategori berat dengan kesalahan, dampak dan keuntungan tingkat rendah (angka romawi VI).
"Tidak ada alasan menurut hukum yang dapat mengubah atau membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di dalam perkara ini. Oleh karenanya, alasan-alasan tersebut di dalam memori banding penasihat hukum dan Penuntut Umum harus dikesampingkan," beber majelis.
Putusan ini diwarnai dissenting opinion. Lafat menilai perjanjian antara Nur Pamudji dan TPPI adalah hubungan perdata sehingga akibat hukumnya adalah sengketa perdata, bukan pidana. Oleh sebab itu, harus dilepaskan. Pendapat Lafat tidak disetujui 4 hakim lainnya.
Lalu di mana Dirut TPPI Honggo saat ini? Hongga kabur tidak ada jejaknya. Ia telah dihukum 16 tahun penjara secara in absentia dalam kasus korupsi Rp 27 triliun.