Duduk Perkara Jaksa Agung Kalah Digugat soal Peristiwa Semanggi I-II

Round-Up

Duduk Perkara Jaksa Agung Kalah Digugat soal Peristiwa Semanggi I-II

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Kamis, 05 Nov 2020 06:33 WIB
Komisi III DPR menggelar rapat kerja bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin. Rapat kerja itu membahas kelanjutan kasus Jiwasraya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (Foto: Lamhot Aritonang)
Jakarta -

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat adalah tindakan melawan hukum. Begini duduk perkaranya.

Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Andi Muh Ali Rahman beserta anggota Umar Dani, Syafaat dan diungah di laman Direktori Putusan MA, pada Rabu (4/11/2020). Putusan tersebut juga disampaikan ke para pihak dalam aplikasi e-court.

Berikut duduk perkara Jaksa Agung kalah digugat soal peristiwa Semanggi I-II:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jaksa Agung: DPR Nyatakan Semanggi I-II Bukan Pelanggaran HAM Berat

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut DPR telah memutuskan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukanlah pelanggaran HAM berat saat rapat bersama Komisi III DPR.

ADVERTISEMENT

"Peristiwa Semanggi I-II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Jaksa Agung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Awalnya dalam rapat bersama Komisi III DPR, Jaksa Agung membacakan progres penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat.

Adapun kesimpulan peristiwa Semanggi I-II bukanlah pelanggaran berat yang disampaikan Jaksa Agung disebutnya merupakan keputusan DPR.

Saat membacakan paparan soal peristiwa Semanggi I-II, Jaksa Agung tak memerinci paripurna DPR yang dimaksudnya.

Burhanuddin menuturkan, terdapat sejumlah kendala yang dihadapi dalam penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Salah satu kendalanya yakni belum ada pengadilan HAM ad hoc.

Pada tahun 2001, DPR telah merekomendasikan bahwa kasus TSS (Tri Sakti-Semanggi I dan Semanggi II) bukan merupakan pelanggaran HAM berat. Dalam rekomendasi yang dikeluarkan tahun 2001 itu, DPR menyatakan tidak ada tanda pelanggaran HAM berat dalam peristiwa TSS.

Dengan adanya keputusan itu, secara otomatis pemerintah tidak bisa menindaklanjuti dengan pengadilan HAM Ad Hoc.

Penjelasan Kejagung soal Pernyataan Jaksa Agung

Atas pernyataan Jaksa Agung tersebut, pihak Kejaksaan (Kejagung) menjelaskan pernyataan Jaksa Agung terkait peristiwa Semanggi I-II bukan pelanggaran HAM berat itu berdasarkan pada pansus DPR tahun 2001.

"Ya kan ada pertanyaan DPR dijawab kan itu yang menyatakan bukan pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil keputusan DPR juga Pansus juga makanya disampaikan lagi mengingatkan lagi bahwa pansus 2001 menyatakan itu. Kalau ditanya ke kami, ya, jawabannya itu juga," ujar Kapuspenkum Hari Setiyono di Gedung Kejagung, Jl Hasanuddin, Jakarta, Jumat (17/1/2020).

Dia mengatakan kejaksaan juga sudah mempelajari penyelidikan Komnas HAM soal Semanggi I dan II. Menurutnya, pihaknya juga tak menemukan pelanggaran HAM berat.

Kejaksaan Agung (Kejagung) pun memberikan penjelasan terkait pernyataan Jaksa Agung soal peristiwa Semanggi I-II bukan pelanggaran HAM berat berdasarkan pada pansus DPR tahun 2001.

"Ya kan ada pertanyaan DPR dijawab kan itu yang menyatakan bukan pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil keputusan DPR juga Pansus juga makanya disampaikan lagi mengingatkan lagi bahwa pansus 2001 menyatakan itu. Kalau ditanya ke kami, ya, jawabannya itu juga," ujar Kapuspenkum Hari Setiyono di Gedung Kejagung, Jl Hasanuddin, Jakarta, Jumat (17/1/2020).

Dia mengatakan kejaksaan juga sudah mempelajari penyelidikan Komnas HAM soal Semanggi I dan II. Menurutnya, pihaknya juga tak menemukan pelanggaran HAM berat.

Keluarga Korban Semanggi Gugat Jaksa Agung

Jaksa Agung digugat ke PTUN karena menyebut peristiwa Semanggi I dan Ii bukan merupakan pelanggaran HAM Berat. Keluarga korban peristiwa Semanggi I dan II yang menggugat Jaksa Agung melalui kuasa hukum mereka, yang terdiri atas LBH Jakarta, KontraS, dan Amnesty International Indonesia.

Keluarga korban peristiwa Semanggi I dan II melayangkan gugatan kepada Jaksa Agung pada Selasa (12/5/2020. Gugatan tersebut tercatat dengan nomor perkara 99/G/TF/2020/PTUN.JKT.

"Pertama, di petitum atau tuntutan gugatan itu, kita minta Jaksa Agung menarik kembali pernyataan tersebut yang bilang peristiwa Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat. Kedua, kita juga minta otoritas PTUN untuk membatalkan secara hukum pernyataan tersebut yang merupakan tindakan tata usaha negara," kata Staf Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Dimas Bagus Arya, saat dihubungi, Rabu (13/5/2020).

Dimas menilai pernyataan Jaksa Agung yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat merupakan cerminan ketidakmampuan negara menuntaskan kasus serupa.

Sebab, sebut Dimas, Jaksa Agung belum melaksanakan tugasnya, yakni melakukan penyidikan peristiwa Semanggi I dan II secara komprehensif.

Kejagung Siap Hadapi Gugatan Korban Semanggi

Kejagung akan mempelajari materi gugatan keluarga korban Semanggi I dan II kepada Jaksa Agung.

"Kami belum mendapat konfirmasi tentang hal itu. Namun demikian, jika nanti kami sudah menerima materi gugatan, maka tentu kami akan pelajari materi gugatannya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, melalui pesan singkat, Kamis (14/5/2020).

Kendati demikian, Hari menyebut pihaknya siap menghadapi gugatan yang dilayangkan.

Jaksa Agung, kata Hari, akan memberikan kuasa kepada Jaksa Pengacara Negara jika persoalan ini akan berlanjut ke persidangan.

PTUN: Pernyataan Jaksa Agung Soal Peristiwa Semanggi Melawan Hukum

PTUN Jakarta mengabulkan gugatan keluarga korban Semanggi I-II yang menggungat Jaksa Agung ST Burhanuddin. PTUN.
"Mengadili, eksepsi menyatakan eksepsi-eksepsi yang disampaikan tergugat tidak diterima. Pokok perkara, mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Andi Muh Ali Rahman, dalam putusan yang dibacakan hari ini dan diungah di laman Direktori Putusan MA, Rabu (4/11/2020).

Hakim menyatakan pernyataan Jaksa Agung yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II pada rapat paripurna DPR bukan lah pelanggaran HAM berat adalah perbuatan melawan hukum.

"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada tanggal 16 Januari 2020 yang menyampaikan: "... Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM" adalah perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan," kata Andi.

PTUN Perintahkan Jaksa Agung Koreksi Pernyataan soal Semanggi I-II di DPR

Jaksa Agung juga diperintahkan hakim untuk menyampaikan pernyataan yang sebenarnya terkait peristiwa Semanggi tersebut.

"Mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan/keputusan yang menyatakan sebaliknya," kata ketua majelis hakim Andi Muh Ali Rahman dalam putusan yang dibacakan hari ini dan diunggah di laman Direktori Putusan MA, Rabu (4/11/2020).

Selain itu, hakim menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 285.000.

Keluarga Korban Semanggi Minta Jokowi Tegur Jaksa Agung

Keluarga korban meminta Presiden Jokowi menegur Jaksa Agung ST Burhanuddib terkait pernyataannya tentang 'kasus Semanggi I-II bukan pelanggaran HAM berat karena sudah ada putusan DPR' yang akhirnya dinyatakan melawan hukum oleh hakim.

Keluarga korban juga berharap pemerintah tidak mengajukan banding dan berharap Presiden menegur Jaksa Agung.

Harapan keluarga korban disampaikan kuasa hukum keluarga korban, Muhammad Isnur dalam YouTube Amnesty International Indonesia, Rabu (4/11/2020).

Selain itu, ia meminta pemerintah menindaklanjuti pengungkapan kasus tersebut dan diikuti dengan proses hukum yang membawa kasus tersebut ke pengadilan.

Sementara itu, ibu korban keluarga Semanggi I, Sumarsih, yang menggugat Jaksa Agung, berharap agar gugatannya yang dikabulkan PTUN menjadi pintu masuk kasus tersebut kembali ditindaklanjuti. Ia berharap adanya keadilan bagi keluarga korban.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid berharap putusan PTUN tersebut bisa menjadi landasan agar terbentuknya pengadilan HAM ad hoc untuk menangani kasus HAM berat.

Jaksa Agung Akan Banding Terkait Vonis PTUN

Jaksa Agung ST Burhanuddin merasa putusan PTUN tidak tepat sehingga akan mengajukan banding. Maka sesuai ketentuan Pasal 122 maupun 131 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, tim Kejagung akan mengajukan banding.

"Bahwa atas putusan Pengadilan TUN Jakarta tersebut, Tim Jaksa Pengacara Negara selaku kuasa Tergugat sangat menghormati atas putusan Pengadilan TUN tersebut," kata Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono, dalam keterangannya, Rabu (4/11/2020).

"Maka Tim Jaksa Pengacara Negara selaku Kuasa Tergugat akan mempelajari terlebih dahulu atas isi putusan tersebut dan yang pasti akan melakukan upaya hukum," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads