Menang di PTUN, Keluarga Korban Semanggi Minta Presiden Tegur Jaksa Agung

Menang di PTUN, Keluarga Korban Semanggi Minta Presiden Tegur Jaksa Agung

Yulida Medistiara - detikNews
Rabu, 04 Nov 2020 15:44 WIB
kuasa hukum keluarga korban peristiwa Semanggi I-II, M Isnur
Foto: dok. screenshot video YouTube Amnesty International Indonesia
Jakarta -

PTUN Jakarta mengabulkan gugatan keluarga korban Semanggi I-II yang menggugat Jaksa Agung ST Burhanuddin. Kuasa hukum keluarga korban berharap pemerintah tidak mengajukan banding dan berharap Presiden menegur Jaksa Agung.

"Mudah-mudahan putusan ini, kami berharap Jaksa Agung tidak banding karena sudah terang-benderang. Kami harap Jaksa Agung menerima putusan ini dan segera menyampaikan perkembangan penyidikannya proses sesuai faktanya di ruang sidang DPR seperti perintah dari hakim," kata kuasa hukum keluarga korban, Muhammad Isnur, dalam YouTube Amnesty International Indonesia, Rabu (4/11/2020).

Selain itu, ia meminta pemerintah menindaklanjuti pengungkapan kasus tersebut dan diikuti dengan proses hukum yang membawa kasus tersebut ke pengadilan. Isnur juga meminta Presiden Jokowi menegur Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait pernyataannya tentang 'kasus Semanggi I-II bukan pelanggaran HAM berat karena sudah ada putusan DPR' yang akhirnya dinyatakan melawan hukum oleh hakim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita meminta untuk Presiden juga turun tangan menegur Jaksa Agung-nya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bagi kami, ini bukan kesalahan administrasi, ini kesalahan yang sangat-sangat cukup berat ya, di mana Jaksa Agung melakukan tindakan dan diputus melanggar hukum," ungkapnya.

Lebih lanjut ia menyebut dalam persidangan di PTUN terungkap proses penyelidikan dan penyidikan masih berlangsung. Kejagung masih meneliti laporan dari Komnas HAM terkait kasus HAM berat sehingga menurutnya pernyataan Jaksa Agung tak sesuai fakta yang dia lakukan.

ADVERTISEMENT

"Dalam proses persidangan terbukti sebenarnya bahwa dalam proses penyelidikan, penyidikan sampai sekarang masih berlangsung. Jadi dalam hal ini sebenarnya Jaksa Agung dalam ucapannya, dalam laporannya, tidak sesuai dengan fakta yang dia lakukan sendiri. Di mana dalam prosesnya, di mana Kejaksaan Agung dan Komnas HAM masih tektokan berkas perkara gitu," imbuhnya.

Sementara itu, ibu korban keluarga Semanggi I, Sumarsih, yang menggugat Jaksa Agung, berharap agar gugatannya yang dikabulkan PTUN menjadi pintu masuk kasus tersebut kembali ditindaklanjuti. Ia berharap adanya keadilan bagi keluarga korban.

"Harapan saya adalah semoga kemenangan di PTUN ini terhadap gugatan kami terhadap Jaksa Agung menjadi pelajaran bagi Kejaksaan Agung sebagai penegak hukum yang paham terhadap tugas dan kewajibannya, sehingga Indonesia sebagai negara hukum ini benar-benar bisa terwujud. Jangan sampai kemudian negara hukum ini menjadi negara yang melanggengkan impunitas," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berharap putusan PTUN tersebut bisa menjadi landasan agar terbentuknya pengadilan HAM ad hoc untuk menangani kasus HAM berat.

"Oleh karena itu, putusan pengadilan yang sekarang harus digunakan sebagai momen baru untuk mendesak pemerintah dan DPR menuntaskan penyelesaian kasus Trisakti-Semanggi I dan Semanggi II melalui pembentukan pengadilan HAM ad hoc," ucap Usman.

Sebelumnya, PTUN Jakarta menyatakan pernyataan Jaksa Agung di rapat dengan Komisi III DPR terkait peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat adalah tindakan melawan hukum. Jaksa Agung diminta untuk menyampaikan pernyataan yang sebenarnya terkait peristiwa tersebut pada rapat dengan DPR berikutnya.

"Mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan/keputusan yang menyatakan sebaliknya," kata ketua majelis hakim Andi Muh Ali Rahman dalam putusan yang dibacakan hari ini dan diunggah di laman Direktori Putusan MA, Rabu (4/11).

Pada putusannya, hakim menyatakan menolak eksepsi yang diajukan tergugat Jaksa Agung serta mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya. Hakim menyatakan tindakan Jaksa Agung yang menyampaikan dalam rapat bersama Komisi III terkait 'peristiwa Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat karena DPR telah menyatakan seperti itu dan mestinya Komnas HAM tidak menindaklanjuti' adalah perbuatan melawan hukum.

"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada tanggal 16 Januari 2020 yang menyampaikan: '... Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM' adalah perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan," kata Andi.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads