Satgas Penanganan COVID-19 mengungkapkan terdapat tiga misinformasi terkait virus Corona. Salah satu dari tiga misinformasi terkait COVID-19, yakni keyakinan terhadap teori konspirasi.
Satgas COVID-19 awalnya mengklarifikasi perihal video pernyataan dari Aliansi Dokter Dunia tentang Corona. Satgas COVID-19 menegaskan bahwa konten yang terdapat dalam video tersebut masuk kategori misinformasi.
"Pada kesempatan kali ini pula saya juga ingin melakukan klarifikasi terhadap video pernyataan Aliansi Dokter Dunia tentang COVID-19. Penting untuk diketahui oleh masyarakat bahwa konten pada video yang disebarkan oleh kelompok Aliansi Dokter Dunia masuk dalam kategori misinformasi," kata Juru Bicara (Jubir) Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube BNPB, Selasa (27/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, barulah Wiku menjelaskan perihal 3 misinformasi terkait Corona. Dia menyebut salah satu misinformasi terkait Corona, yakni keyakinan yang bersifat umum.
"Terdapat 3 misinformasi terkait COVID-19. Pertama adalah misinformasi terhadap keyakinan yang bersifat umum, kedua adalah keyakinan terharap teori konspirasi, dan yang ketiga adalah keyakinan dari agama,"
Wiku kemudian mencontohkan salah satu misinformasi terkait COVID-19. Dia menegaskan bahwa Corona dan influenza dampak dari dua penyakit tersebut sangat berbeda.
"Konten informasi dalam video ini dapat diidentifikasikan sebagai misinformasi yang muncul dengan menyamakan COVID-19 dengan influenza. Penting untuk diketahui, penyebab dinamika transmisi dan akibat dari kedua penyakit tersebut sangat berbeda," sebut Wiku.
Lebih lanjut, Wiku menuturkan misinformasi dapat mempengaruhi respons masyarakat. Karena itu, terkait COVID-19, masyarakat diminta untuk menggali informasi dari lembaga-lembaga terpercaya, seperti WHO dan Kementerian Kesehatan RI.
"Satgas mengingatkan kepada masyarakat, misinformasi dapat mempengaruhi respons seseorang terhadap suatu informasi. Oleh karena itu masyarakat harus mengevaluasi kredibilitas informasi yang diterima serta merujuk informasi tentang COVID-19 pada lembaga yang dapat dipercaya, seperti Badan Kesehatan Dunia atau WHO, PBB, Centers for Disease Control (CDC), dan khusus di Indonesia, tentunya, sumber terpercaya diperoleh dari Kementerian Kesehatan dan Satgas Penanganan COVID-19," paparnya.
Wiku juga berpesan kepada para wartawan. Dia meminta agar informasi yang diterima dikonfirmasi ke pengamat yang memiliki akses terhadap data COVID-19 yang valid.
"Bagi rekan-rekan jurnalis, maka, masalah misinformasi ini dapat dilawan dengan melakukan konfirmasi kepada pengamat yang memiliki ideologi konservatif di media, yaitu bisa tokoh masyarakat atau tokoh terpandang serta memiliki akses terhadap data dan informasi yang valid," imbau Wiku.
Sebelumnya, Satgas COVID-19 pernah mengungkap bahwa masih ada 17 persen warga atau sekitar 45 juta orang yang tidak mempercayai adanya COVID-19. Satgas COVID-19 mengungkap bahayanya jika warga tersebut justru secara tidak sadar berpotensi menjadi pembawa virus atau carrier.
"Yang lebih memprihatinkan hasil survei BPS adalah 17 persen adanya masyarakat Indonesia itu tidak percaya adanya COVID-19. Bahwa mereka itu menganggap bahwa tidak akan tertular dari COVID-19. 17 persen dari 270 juta rakyat Indonesia, itu artinya ada hampir 45 juta rakyat Indonesia," kata anggota tim komunikasi Satgas COVID-19, Tommy Suryopratomo, dalam webinar bertajuk Menjaga Harapan Masyarakat di Tengah Bencana, Jumat (2/10).