Ular yang melingkar di pilar Keraton Yogyakarta pada malam Jumat Kliwon ramai diperbincangkan. Ternyata, dalam budaya Jawa, ular juga sering dikaitkan dengan mitos asal-usul tempat. Salah satunya terkait asal-usul Rawa Pening di Jawa Tengah.
Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang, yaitu Kecamatan Bawen, Ambarawa, Tuntang, dan Banyubiru.
Sebagaimana dicatat Diah Meutia dalam tulisan 'Mitos Naga dalam Khazanah Cerita Rakyat Dunia', Jawa juga memiliki mitos yang berkaitan dengan naga, yaitu mitos asal usul terjadinya Rawa Pening. Cerita ini sesuai dengan motif ular naga yang tinggal dalam danau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita rakyat ini dikenal dengan judul 'Legenda Rawa Pening', yang ada di Semarang. Dalam cerita ini, ular naga dimitoskan sebagai makhluk yang berkuasa di sebuah danau berkat kesaktiannya setelah mengalahkan penduduk desa.
Pada zaman dulu, di Desa Ngasem, yang terletak di antara Gunung Merbabu dan Telomoyo, tinggal sepasang suami-istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Nyai Selakanta bersedih karena dari pernikahan mereka belum juga dikaruniai seorang anak.
Ki Hajar akhirnya memutuskan bertapa di gua di Gunung Telomoyo untuk memohon kepada Tuhan agar diberi anak. Setelah lama bertapa, Nyai Selakanta akhirnya hamil dan melahirkan seorang anak. Namun, alangkah terkejutnya Nyai Selakanta karena ternyata anak yang dilahirkannya adalah seekor naga yang bisa berbicara bernama Baru Klinthing, tetapi Nyai Selakanta tetap merawat anaknya hingga dewasa.
Setelah Baru Klinthing besar, dia pergi mencari ayahnya, Ki Hajar, yang masih bertapa di gua. Ki Hajar merasa terkejut melihat bentuk dan rupa anaknya.
Ia belum memercayai bahwa Baru Klinting adalah anaknya. Ki Hajar pun memerintahkan Baru Klinting melingkari gunung dengan tubuhnya, yang segera dilakukan oleh anaknya.
Tonton juga 'Malam Jumat Kliwon, Ular Melingkari Pilar Bangsal Keraton Yogya':
Ki Hajar pun lantas memercayainya, tetapi ia meminta Baru Klinting bertapa di Bukit Tugur agar ia menjadi manusia. Selagi ia bertapa, penduduk Desa Pathok yang sedang berburu mencari makanan menemukan dirinya, kemudian memotong ekornya dan dimasak sebagai makanan pesta.
Setelah ekornya terpotong, Baru Klinthing menjelma menjadi manusia. Ia, yang merasa lapar, lalu meminta makanan kepada warga yang sedang berpesta. Akan tetapi, tidak ada yang memberinya makanan.
Baru Klinthing menancapkan lidi ke tanah dan menantang warga desa untuk mencabutnya. Tidak ada satu pun warga
desa yang dapat mencabut lidi tersebut. Baru Klinthing mencabut lidi tersebut dengan mengerahkan kesaktiannya. Dari bekas cabutan lidi itu, air memancar serta menenggelamkan desa dan seluruh warganya, sehingga terbentuklah danau bernama Rawa Pening.
Mitos itu terus diceritakan secara turun-temurun dan hidup dalam masyarakat.