Sepekan terakhir ini, kabar mengenai ular yang melingkar di pilar bangunan kompleks Keraton Yogyakarta menyedot perhatian. Ngomong-ngomong, berdirinya kasultanan ini juga ditandai dengan ular, lho.
Peristiwa ular melingkar di pilar bangunan Keraton terjadi pada 8 Oktober 2020 atau hari Kamis malam alias malam Jumat Pon dalam kalender Jawa. Lokasinya ada di Bangsal Kemagangan, kompleks Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua ular naga yang menjadi penanda berdirinya Keraton juga ada di Kemagangan, tepatnya di pintu gerbang, disebut sebagai Regol Kemagangan, menghubungkan plataran (atau pelataran dalam bahasa Indonesia) Kemagangan dengan plataran Kedhaton, kawasan tertinggi dalam kompleks Keraton.
Dua ular naga itu disebut sebagai 'Dwi Naga Rasa Tunggal'. Ini adalah candrasengkala atau sengkalan, perwujudan penanda tahun peristiwa monumental.
Ada dua sengkalan, yakni sengkalan lamba (sederhana), yakni diwujudkan dalam bentuk kata-kata. Ada pula sengkalan memet (rumit), yang diwujudkan dalam bentuk visual berupa gambar, relief, atau patung. Disebut sebagai sengkalan memet (rumit) karena tidak ada aturan baku untuk membaca rangkaian citra visual sengkalan tersebut, kecuali ada bantuan dari sengkalan lamba yang berupa kata-kata.
Dikutip dari situs resmi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (kratonjogja.id), Dwi Naga Rasa Tunggal adalah sengkalan memet berwujud patung. Dua ekor naga saling membelakangi dan dengan dua ekor yang saling membelit. Naga itu berwarna hijau.
![]() |
Simak video 'Malam Jumat Kliwon, Ular Melingkari Pilar Bangsal Keraton Yogya':
Patung itu dibaca sebagai 'Dwi Naga Rasa Tunggal' atau 'Dua Naga Bersatu Rasa', artinya adalah tahun 1682 Jawa atau 1756 Masehi, tahun mulai dihuninya Keraton Yogyakarta.
Begini cara membacanya:
- Dwi: 2
- Naga: 8
- Rasa: 6
- Tunggal: 1
Angka itu kemudian dibalik dan menjadi 1682.
Ada pula sengkalan memet, yang dibaca sebagai 'Dwi Naga Rasa Wani', terdapat di kiri dan kanan ambang pintu masuk. Naga di sini menghadap ke selatan dengan warna merah. Dwi Naga Rasa Wani sama saja artinya, yakni menandai tahun 1682 Jawa atau 1756 Masehi.
Dikutip dari situs Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwana I beserta kerabat memasuki Keraton pada 7 Oktober 1756 Masehi dari kediaman sementaranya di Pesanggrahan Ambarketawang, Gamping, Sleman.
Sekilas soal sengkalan
Bagaimana bisa naga diartikan sebagai angka 8 dan rasa sebagai angka 6? Itu adalah kesepakatan. Cara membuat sengkalan kini telah disusun oleh Panitia Kapujanggan Keraton Yogyakarta, di situlah termuat masalah nilai kata dengan menyertakan cara membuat sengkalan.
Sengkalan angka 1 disimbolkan dengan hal yang cuma ada satu, bisa juga disimbolkan dengan manusia, misalnya kata jalma, jalmi, janma, putra, wani, aji, ratu, raja, gusti, Allah, hyang, maha, bathara, bumi, jagat, dan lain-lain.
Sengkalan angka 6 disimbolkan dengan kata-kata yang berarti rasa, bisa juga dengan hewan berkaki enam atau segala hal yang bergerak. Misalnya, hangga-hangga (laba-laba), rasa, nikmat, dan sebagainya.
Sengkalan angka 8 disimbolkan dengan kata-kata yang berarti gajah, binatang melata, dan brahmana. Misalnya, ngesti (memikirkan), basuki, naga, brahmana, manggala, dan lain sebagainya.
Sengkalan angka 2 disimbolkan dengan hal yang punya dua benda, berpasangan, atau bergandengan. Misalnya asta, dwi, kembar, sembah, supit, dan lain-lain.