Sebelas penambang tertimbun longsor hidup-hidup. Duka setelahnya lantaran mereka ditemukan sudah tidak bernyawa.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu, 21 Oktober 2020 pukul 16.00 WIB, di penambangan batu bara tradisional Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel). Awalnya hujan mengguyur kawasan tersebut. Setelah mereda, para pekerja itu memasuki terowongan menggali batu bara dan tiba-tiba peristiwa tragis tersebut terjadi.
"Korban ini sedang buat jalan mau menuju titik tambang secara tradisional. Tiba-tiba tanah bergerak dan longsor," kata AKBP Donni Syaputra selaku Kapolres Muara Enim kepada detikcom, Rabu (21/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam waktu singkat, seluruh penambang yang ada di lokasi tertimbun tanah. Tidak lama kemudian, evakuasi dilakukan menggunakan alat berat dan para penambang ditemukan tewas.
"Total ada 11 korban meninggal dunia, dua dari Lampung dan sisanya warga lokal. Ini semuanya sudah berhasil dievakuasi," kata Donni.
Donni memastikan seluruh korban adalah penambang tradisional alias penambang tanpa izin. Mereka menambang batu bara secara tradisional dan akhirnya tertimbun longsor.
Identitas 11 korban adalah Darwis (46) warga Tanjung Lalang, Hardiyawan warga Tanjung Lalang, Rukasih warga Tanjung Lalang, Sandra (25) warga Mulyadadi Cipari, dan Joko (26) warga Penyandingan.
Selanjutnya Purwadi (60) warga Penyandingan, Sulfiawan (30) warga Tanjung Lalang, Sumarlin (35) warga OKU Selatan, Hupron warga Lampung, Komardani (48), warga Sukaraja, dan Labisun (40) warga Lampung Utara.
Detik-detik Longsor Maut
Dalam kesempatan terpisah, Kabid Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori, menjelaskan detik-detik mencekam kronologi insiden maut tersebut. Kejadian longsor itu terjadi di Tanjung Agung, Muara Enim, pada Rabu (21/10). Saat itu, kondisi di lokasi baru selesai turun hujan.
Tidak lama setelah hujan reda, 11 pekerja tambang masuk ke lubang kedalaman 20-30 meter. Tanpa peralatan yang memadai, penambang memulai pencarian batu bara.
"Sebelas penambang ini semua masuk sampai ke kedalaman 20-30 meter. Semua tanpa perlengkapan yang cukup, nggak standar," ujar Ansori, Kamis (22/10).
Setelah masuk ke area tambang, pekerja kemudian memulai aktivitas seperti biasa. Namun diduga tanah yang basah dan labil mendadak bergerak dan terjadilah longsor.
"Kondisi baru selesai hujan, kemungkinan tanah labil bergerak dan longsor. Seluruh pekerja tertimbun di terowongan dan tak bisa menyelamatkan diri," imbuh Ansori.
3 Jam Tertimbun Longsor, 11 Penambang Tewas
Tiga jam setelah tertimbun tanah longsor, 11 pekerja akhirnya dapat dievakuasi dengan alat berat. Namun tidak ada satu pekerja pun yang selamat.
"Semua meninggal dunia. Jadi keterangan saksi-saksi memang 11 orang ini semua masuk ke terowongan tambang. Jadi tidak saat kejadian mereka sedang beraktivitas," kata Ansori.
Hingga pukul 17.00 WIB, para penambang tewas berhasil dievakuasi. Seluruhnya kini sudah diserahkan kepada keluarga untuk dilakukan pemakaman.
Ansori menyebut aktivitas tambang ilegal batubara di Muara Enim memang marak terjadi. Ia menyebut kondisi hujan membuat tanah labil dan berbahaya bagi pekerja tambang ilegal.
"Banyak di sana tambang ilegal. Ini saja kejadian kemarin sebenarnya pukul 14.00 WIB, sampai sekitar pukul 17.00 WIB baru bisa dievakuasi pakai alat berat," tutupnya.
DPR Minta Pemda Hentikan Tambang Ilegal
Komisi VII DPR RI minta pemerintah daerah tegas menghentikan aktivitas tambang batu bara ilegal di Sumatera Selatan. Arahan ini merespons 11 pekerja tambang ilegal tewas tertimbun longsor di Muara Enim.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin saat meninjau lokasi tambang longsor di Tanjung Agung, Muara Enim. Alex meminta pemerintah untuk tak tutup mata terkait aktivitas ilegal tersebut.
"Tambang ilegal ini sudah terjadi bertahun-tahun dan secara terang-terangan, terbuka. Ini ada pembiaran dari pemkab, pemprov terhadap aktivitas ilegal," ujar Alex Noerdin di lokasi, Kamis (22/10/2020).
Alex menilai masalah penambangan tanpa izin juga harus dibahas pada tingkat pusat. Jadi ia berkomitmen membawa masalah yang sudah menewaskan pekerja tambang batu bara ke Komisi VII di Senayan.
Alex menilai aktivitas tambang batu bara itu memiliki mata rantai dan terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir. Pembenahan aktivitas dinilai harus dilakukan secara menyeluruh.
"Harus dari benahi mulai hulunya. Penadah sampai ke transportasi untuk mengangkut. Kalau satu saja diputuskan, bisa hilang ini," kata mantan gubernur Sumsel dua periode itu.
Selain itu, Alex menyarankan pemprov dan pemkab mengaktifkan lagi tim pengendali penambangan tanpa izin (PETI). Di mana, tim sudah terbentuk sejak 2019 lalu.
Sementara itu Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sumsel, Yohannes Toruan, menyebut pihaknya telah berulang kali coba menghentikan kegiatan tambang ilegal. Dia meminta aparat untuk menindak tegas.
"Sejak April 2019 memang sudah ada surat Menteri ESDM ke Kapolri agar menertibkan tambang ilegal di Sumsel. Namun memang belum ada penindakan," kata Yohannes.