Pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga disambut sejumlah pengamat di China. China mewaspadai lawatan Jepang ke RI.
Suga tiba di Istana Bogor bersama istrinya, Mariko Suga, pukul 16.00 WIB, Selasa (20/10). Jokowi mengatakan kunjungan ini bertujuan memperkokoh kerja sama antara Indonesia dan Jepang. Jokowi juga mengatakan ini merupakan kunjungan pertama Suga setelah dilantik pada September lalu.
Merespons hal ini, sejumlah pengamat di China menyebut kunjungan PM Suga ke Vietnam dan Indonesia menandakan bahwa Jepang secara aktif mulai membantu dan memastikan strategi Indo-Pasifik untuk menahan pengaruh China di kawasan Asia Tenggara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Media milik Partai Komunis China, The Global Times, melaporkan para pengamat juga khawatir kesepakatan yang dibuat oleh Jepang di Asia Tenggara justru akan mengancam stabilitas perdamaian di kawasan.
The Global Times mengutip pernyataan Da Zhigang, direktur dan peneliti dari Institute of Northeast Asian Studies di Heilongjiang Provincial Academy of Social Sciences, yang mengatakan kesepakatan militer malah akan meningkatkan kesulitan untuk mencapai konsensus multilateral atas sengketa Laut China Selatan.
Kerja sama militer antara Jepang dan Vietnam, misalnya, sudah berlangsung lama. Tetapi, menurutnya, langkah kali ini sudah 'terlalu jauh' dan akan berpengaruh pada hubungan Jepang dan China.
Zhigang berpendapat Jepang boleh saja meningkatkan hubungannya dengan negara-negara Asia Tenggara melalui etika diplomatik, tetapi Jepang tidak bisa menggantikan China di ASEAN. Terlebih dalam konteks pandemi COVID-19 dan kondisi ekonomi di kawasan tersebut.
Sementara itu, Kuni Miyake dari Canon Institute for Global Studies, yang juga penasihat khusus kabinet PM Suga, pernah menulis opini di media Jepang bahwa perdana menterinya jauh lebih fasih berbicara soal China tanpa harus menyebutkan nama negaranya dibandingkan pemerintahan Shinzo Abe sebelumnya.
Menanggapi sejumlah pengamat China itu, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menilai sah-sah saja. Dia mengatakan tak perlu ada kekhawatiran atas lawatan PM Jepang itu.
"Hal tersebut bukan pandangan China sebagai negara, bukan disampaikan oleh pemerintah China, namun sebagai pengamat, sah-sah saja penilaian pengamat," kata Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid kepada wartawan, Rabu (21/10/2020).
Meutya mengatakan tidak perlu ada yang dikhawatirkan dari pertemuan Indonesia dengan Jepang kemarin. Politikus Partai Golkar itu menjelaskan kedua negara telah lama berelasi dan melakukan kerja sama.
Lalu, Wakil Ketua F-NasDem DPR RI Willy Aditya justru menganggap analisis dari Negeri Tirai Bambu tersebut berlebihan. Menurut Willy, kunjungan PM Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Jokowi merupakan kunjungan biasa. Suga, yang baru menjabat, dinilai wajar berkunjung ke Tanah Air.
Menurut Willy, justru kerja sama Jepang dengan negara di kawasan Indo-Pasifik dapat menjadi peluang untuk menguatkan diplomasi Indonesia. Terlebih ada banyak isu dalam kerja sama tersebut.
"Jika dikaitkan dengan kerja sama kawasan ASEAN-Indo-Pasifik yang digagas Indonesia, justru ini adalah peluang untuk menguatkan diplomasi Indonesia agar pakta-pakta kerja sama kawasan ini bisa segera direalisasi. Ada banyak isu di dalam kerja sama Indo-Pasifik selain soal ketahanan wilayah, ada isu kerja sama ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur teknologi, dan lainnya," jelas Willy.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding menyebut hubungan China dengan Jepang memang kurang harmonis. Menurut Karding, jika ada mispersepsi terhadap kunjungan PM Jepang ke Indonesia, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dapat memberikan penjelasan tentang sikap politik luar negeri Indonesia.
"Dengan kehadiran PM Jepang ke Indonesia lalu ditanggapi berbeda atau dipahami berbeda atau disalahpahami oleh negara China, nah, saya kira itulah tugas Kementerian Luar Negeri ke depan menjelaskan kepada China tentang apa-apa yang kita lakukan dan bagaimana prinsip-prinsip kita," ujarnya.
"Jadi menurut saya, mungkin itu perlu penjelasan saja, perlu diplomasi lobi kepada China untuk menjelaskan posisi kita sesungguhnya, langkah kita kayak apa, hubungan kita sama Jepang seperti apa," imbuhnya.
Di sisi lain, anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menilai kunjungan dan kerja sama Jepang ke Indonesia sudah tepat waktu dan menguntungkan kedua pihak. Fadli pun menyoroti sikap agresif China di kawasan Laut China Selatan (LCS). Menurutnya, sikap itu berpotensi mengancam kedaulatan wilayah Republik Indonesia.
"Sikap agresif China di Laut China Selatan tentu mengancam kedaulatan wilayah RI. Mereka sering melanggar ZEE dan kapal-kapal nelayan maupun coast guard masuk ke wilayah kita seenaknya," ujar Fadli.
Menurut elite Partai Gerindra ini, Indonesia memang perlu beraliansi dengan Amerika dan Jepang. Khususnya agar tercipta keseimbangan mengenai situasi di Laut China Selatan.
"Soal Laut China Selatan, kita memang perlu beraliansi dengan Amerika dan Jepang agar terjadi keseimbangan di kawasan," tuturnya.