Jakarta -
Desakan evaluasi rekrutmen anggota Polri mengemuka setelah salah seorang perwira tinggi berinisial Brigjen EP terlibat lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Brigjen EP dinyatakan melanggar ketentuan terkait perbuatan tercela.
Kabar mengenai adanya kelompok LGBT di TNI dan Polri ini mengemuka setelah diungkapkan oleh Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) bidang militer Burhan Dahlan. Polri mengatakan tim Propam sedang bergerak memproses sejumlah laporan.
"Begini ya, kalau terkait kasus itu (LGBT di TNI-Polri) tentunya kami tetap menunggu dari Propam Polri bagaimana perkembangan selama ini terkait dengan laporan-laporan yang ada," kata Karo Penmas Divisi Humas Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jumat (16/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awi menyampaikan, dalam peraturan Kapolri (perkap), sudah diatur berkaitan dengan LGBT. Di mana setiap anggota Polri wajib menaati dan menghormati norma-norma, salah satunya norma kesusilaan.
Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (As SDM), Irjen Sutrisno Yudi Hermawan kemudian mengungkap ada salah seorang perwira tinggi yang telah disanksi oleh Divis Propam karena kasus LGBT. Perwira tinggi berinisial Brigjen EP itu menerima sanksi dari Divisi Propam Polri pada akhir tahun lalu.
"Sudah diperiksa, disidangkan dan sudah diberikan sanksi oleh Div Propam Mabes pada akhir tahun 2019," jelas Irjen Sutrisno Yudi Hermawan kepada detikcom, Selasa (20/10).
Yudi mengatakan sanksi yang dijatuhkan kepada Brigjen EP adalah sanksi nonjob hingga dirinya pensiun.
"Salah satu sanksi yakni nonjob (tidak diberi jabatan) sampai purna," kata Yudi.
Atas hal tersebut, Yudi mengatakan pihaknya akan membenahi sistem penilaian internal.
"Kami mulai menghidupkan penilaian kompetensi, khususnya kompetensi rohani, psikologi, kesehatan dan kesamaptaan. Semoga dengan sistem nilai tersebut dapat mengurangi (pengaruh LGBT di lingkungan kepolisian, red)," kata Yudi.
Yudi menjelaskan penilaian kompetensi dengan empat variabel tersebut dijadikan syarat personel untuk mendapat penghargaan berupa pangkat dan jabatan. Yudi mengaku Polri terus berbenah diri.
"Kami hidupkan sebagai syarat untuk mengakses hak-hak personel yang telah disiapkan negara, termasuk reward pangkat dan jabatan. Kami selalu terus membenahi diri sebagai prajurit yang selalu setia kepada negara dan pimpinan," tutur Yudi.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menjelaskan secara rinci kasus LGBT Brigjen EP tersebut. Awi mengatakan Brigjen EP diwajibkan mengikuti pembinaan mental selama satu bulan karena kasus tersebut.
"Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan, dan pengetahuan profesi selama satu bulan," kata Awi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/10).
Awi menuturkan Brigjen EP juga wajib meminta maaf secara lisan kepada pimpinan serta pihak-pihak yang dirugikan. Tak hanya itu, Brigjen EP juga disanksi demosi selama 3 tahun.
"Kemudian kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan kepada, di depan sidang KKEP dan atau kepada pimpinan Polri dan pihak-pihak yang dirugikan. Dan terakhir yang bersangkutan dipinda tugaskan ke jabatan yang berbeda yang bersifat demosi selama 3 tahun," tuturnya.
Awi menyampaikan sidang etik terhadap Brigjen EP telah dilakukan pada akhir Januari lalu. Dari hasil persidangan, perbuatan yang bersangkutan dinyatakan sebagai perbuatan tercela.
"Terkait keputusan selama ini yang ditanyakan adanya LGBT di tubuh Polri. Bahwasanya pada tanggal 31 Januari 2020 yang lalu, telah dilakukan sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri terhadap BJP EP. Dan hasil keputusannya antara lain bahwasanya perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," imbuhnya.
Tanggapan atas kasus LGBT di tubuh Polri pun berdatangan. PKB meminta Polri mengevaluasi proses rekrutmen personel.
"Kasus tentunya akan menjadi bahan evaluasi dan koreksi dalam perekrutan anggota ataupun promosi jabatan dalam institusi Polri dan TNI," kata anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid kepada wartawan, Rabu (21/10).
Jazilul mengaku prihatin atas kasus Brigjen EP. Sebab, menurut Waketum PKB itu, LGBT merupakan perilaku menyimpang. Terlebih LGBT juga hal tabu di lingkungan Polri.
"Kami prihatin. Sebab, itu perilaku menyimpang, tidak sesuai dengan agama dan adat istiadat Indonesia," ucap Jazilul.
"Dalam budaya Indonesia, LGBT itu tabu, apalagi terjadi di institusi Polri," imbuhnya.
Sementara itu, Sekjen PPP Arsul Sani mengapresiasi Polri yang tidak mengakomodasi anggotanya yang terlibat LGBT.
"PPP mengapresiasi langkah Polri, juga TNI untuk menegakkan kebijakan yang tidak mengakomodir anggotanya yang berstatus LGBT," kata Arsul kepada wartawan, Rabu (21/10).
Menurut Arsul, langkah penegakan yang dilakukan merupakan derivasi terhadap nilai dan moral bangsa Indonesia, khususnya budaya bangsa yang tidak menerima perilaku LGBT.
"Penegakan kebijakan seperti itu merupakan derivasi terhadap nilai-nilai moral dan sosial-budaya kita yang tidak menerima LGBT dengan segala potensi perilaku seksual menyimpangnya, termasuk di ruang publik," ujarnya.
Kompolnas juga ikut memberikan tanggapan. Kompolnas berencana melakukan klarifikasi ke Irwasum Polri terkait kasus LGBT tersebut.
"Kami baru mengetahui informasi tentang jendral yang diduga tersandung LGBT dari pemberitaan media massa. Oleh karena itu, kami akan tindaklanjuti dengan klarifikasi kepada Irwasum Polri tentang kebenarannya," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dihubungi, Selasa (20/10).
Poengky mengatakan proses klarifikasi itu dilakukan agar Kompolnas menerima informasi secara langsung dari Polri. Poengky mengaku akan memberikan penjelasan lebih jauh setelah pihaknya melakukan klarifikasi kepada Polri.
"Kami akan tetap melakukan klarifikasi, sehingga informasinya resmi dari Polri," sebutnya.
"Kalau toh ada, bagaimana tindakan di internal Polri, apakah ada pelanggaran hukum atau pelanggaran etik ataukah pelanggaran disiplin yang dilakukan. Saat ini kami belum bisa menjelaskan," lanjutnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini