Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan tiga jaksa yang tangani perkara tersangka Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan (Komjak). ICW menduga tiga jaksa itu melanggar kode etik jaksa selaku penyidik dalam menangani perkara dugaan penerimaan hadiah dari terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
Peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, menyebut tiga jaksa itu, yakni berinisial SA, WT, dan IP. Laporan kali ini disebut Kurnia langsung diterima oleh Ketua Komjak, Barita Simanjuntak.
"Kami mengambil beberapa bukti dari beberapa pemberitaan media dan juga kejanggalan-kejanggalan yang ada dalam pembacaan atau surat dakwaan Pinangki Sirna Malasari, yang beberapa waktu lalu sempat cukup menghebohkan publik," kata Kurnia dalam konferensi pers yang ditayangkan dalam akun Facebook Sahabat ICW, Rabu (14/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurnia mengatakan ICW telah mengumpulkan beberapa kejadian penting, relevan, dan berkaitan dengan perkara Pinangki dalam 1 tahun belakangan. Menurutnya, setidaknya ada 4 dasar laporan dugaan pelanggaran kode etik yang disangkakan kepada 3 terlapor.
"Pertama, menurut pandangan ICW, terlapor atau 3 orang penyidik tersebut diduga tidak menggali kebenaran materiil berdasarkan keterangan dari Pinangki Sirna Malasari," ujar Kurnia.
Kurnia menjelaskan, pada 12 November 2019, ada pertemuan di kantor Djoko Tjandra yang dihadiri oleh Pinangki. Saat itu, kata dia, berdasarkan pengakuan Pinangki, Djoko Tjandra percaya begitu saja terhadap jaksa yang hanya mengemban jabatan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
"Menurut pandangan kami agak sulit untuk bisa memahami logika dari dakwaan Pinangki tidak punya status jabatan khusus di Kejagung, atau mempunyai jabatan penting di Kejaksaan Agung, akan tetapi kenapa Djoko Tjandra begitu saja percaya oleh Pinangki Sirna Malasari ketika menawarkan beberapa bantuan yaitu pengurusan fatwa," katanya.
"Dan juga kita mengetahui Djoko Tjandra itu buronan kelas kakap, dia sudah 11 tahun melarikan diri dari Indonesia. Menjadi logika di tengah publik saja tidak mungkin buronan kelas kakap dapat begitu saja kepada Pinangki," sambungnya.
Kedua, kata Kurnia, penyidik diduga tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan bidang pengawasan Kejaksaan Agung. Menurutnya, Pinangki sempat mengatakan bahwa dia melaporkan kepada pimpinan setelah bertemu Djoko Tjandra setelah kembali ke Indonesia.
"Tiga, penyidik diduga tidak mendalami peran-peran pihak yang selama ini sempat diisukan terlibat dalam perkara," katanya.
Kurnia mengatakan ICW melihat dan mencermati beberapa pernyataan yang disampaikan pihak tertentu dalam berbagai pemberitaan. Bahwa terdapat beberapa istilah dan inisial yang sempat muncul ke publik seperti 'bapakmu-bapakku', 'BR' dan 'HA'.
"Dalam konteks ini, ICW meragukan penyidik telah mendalami terkait dengan istilah dan inisial-inisial tersebut. Bahkan, jika telah didalami dan ditemukan siapa pihak itu, maka orang-orang yang disebut harus dipanggil ke hadapan penyidik untuk dimintai klarifikasinya," ujarnya.
Terakhir, lanjut Kurnia, penyidik diduga tidak berkoordinasi dengan KPK pada proses pelimpahan perkara ke pengadilan tindak pidana korupsi. "Jika nantinya laporan ini terbukti benar dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap para penyidik. Maka ICW mendesak Komisi Kejaksaan agar merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk memberi sanksi tegas terhadap para penyidik," pungkasnya.
(fas/eva)