Pengacara Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra mengeluhkan persidangan yang dilakukan secara virtual. Ia berharap persidangan berikutnya terdakwa bisa dihadirkan langsung di ruang sidang.
"Yang pertama mengenai persidangan online. Kami memang persidangan online ini banyak alami hambatan," kata pengacara Djoko Tjandra, Soesilo Ariwibowo, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (13/10/2020).
Soesilo mengaku kesulitan berkomunikasi dengan kliennya jika sidang dilakukan secara online. Untuk itu, ia berharap persidangan selanjutnya terdakwa Djoko Tjandra bisa dihadirkan langsung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terutama komunikasi dengan klien. Sekarang saja nggak bisa berdiskusi dengan klien kita. Kedua, kami khawatir akan pengaruhi maksimalisasi perkara. Untuk itu, tetap mematuhi protokol, kami berharap untuk dilakukan persidangan offline dengan terdakwa bisa hadir dengan protokol COVID-19," ujarnya.
Menanggapi itu, majelis hakim mengatakan persidangan online itu dilakukan berdasarkan peraturan Mahkamah Agung (perma). Selain itu, menurut hakim, pihak rutan tidak mau mengambil risiko terkait ancaman penyebaran virus Corona.
"Untuk persidangan online ini, dari pihak rutan mereka tidak berani menjamin bisa bebas COVID, untuk keluar lapas karena sangat riskan untuk masuk lagi meng-influence penghuni rutan yang lain. Untuk itu, mengajak penyidik, JPU, kuasa hukum mengatasi hal ini," ujar hakim
Sebelumnya diberitakan, hari ini tiga terdakwa kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra menjalani sidang pembacaan dakwaan. Sidang pembacaan dakwaan dilakukan secara virtual.
Ketiga terdakwa adalah Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Brigjen Prasetijo Utomo. Persidangan ketiganya dilaksanakan secara terpisah.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra didakwa bersama-sama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo memalsukan surat untuk kepentingan beberapa hal. Djoko Tjandra saat itu berstatus terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, yang jadi buron sejak 2009.
"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Soegiarto alias Joe Chan bin Tjandra Kusuma bersama-sama dengan Anita Dewi A Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Selasa (13/10/2020).
Djoko Tjandra dibantu Anita dan Brigjen Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk perjalanan kembali ke Indonesia. Karena, Djoko Tjandra ingin mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap perkaranya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, permohonan PK itu ditolak karena Djoko Tjandra diwajibkan hadir langsung ke pengadilan.
"Bahwa penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara imateriil karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri pada khususnya, mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri, selain itu seolah-olah Satkes Pusdokkes Polri telah memastikan bahwa orang yang bukan anggota Polri telah dilakukan pemeriksaan (wawancara, pemeriksaan fisik, dan rapid test) seperti layaknya anggota Polri sehingga hal ini akan menimbulkan kesan negatif bagi Polri, yang seharusnya justru membantu Kejaksaan Agung menangkap terdakwa Joko Soegiarto Tjandra untuk menjalankan pidana yang telah dijatuhkan kepadanya," ujar jaksa.
Mereka didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(ibh/dhn)