Kasus pertama Corona (COVID-19) di Indonesia diumumkan Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus ini pada 2 Maret lalu. Kasus pertama suatu wabah, bisa menjadi modal untuk membendung penularan. Ada cerita tentang kasus pertama wabah Sampar di Jawa Barat.
Seperti ditulis oleh Atep Kurnia dalam buku 'Jaman Woneng: Wabah Sampar di Priangan, 1925-1937', Jawa Barat kala itu disebut sebagai Priangan. Yakni daerah yang mencakup Cianjur, Bandung, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut.
Bermodalkan sumber informasi dari koran berbahasa Belanda dan koran Sunda Sipatahoenan, Atep mencatat kasus pertama sampar mula-mula ditemukan pada akhir 1925 di daerah Ciawi, Tasikmalaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, wacana masuknya sampar ke dataran tinggi Priangan sudah dikemukakan beberapa bulan sebelumnya. Priangan saat itu dianggap belum siap menghadapi wabah. Padahal, lanjut Atep, saat itu Kuningan (belum masuk Jawa Barat) yang berdekatan dengan Priangan sudah mencatat 55 kasus kematian akibat sampar.
"Di Priangan, dia lihat, belum ada upaya perbaikan rumah untuk menangkal tikus pembawa bibit sampar, serta penduduknya cenderung tidak peduli," tulis Atep mengutip catatan L Roelfsema.
Redaksi koran Sunda Sipatahoenan bahkan turut ikut mewanti-wanti masyarakat agar bersiap menghadapi sampar. Tak lama kemudian, kasus samapar pertama ditemukan di Desa Gombong atau Cigombong, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya pada November 1925.
Berdasarkan penelusuran Atep di koran-koran zaman itu, kasus pertama itu bermula dari seorang anak yang meninggal dunia. Disusul dengan pembantu yang jatuh sakit dan meninggal dunia. Selain mereka, ada juga seorang lelaki yang dinyatakan terkena sampar.
Si lelaki itu kemudian dibawa ke Bandung. Di Instituut Pasteur, Bandung ternyata lelaki itu benar dinyatak positif.
Dugaan kuat, kasus sampar pertama ini diimpor dari Kuningan yang saat itu memang sudah terdampak parah. Hal ini dimungkinkan karena ketika itu banyak tikus yang terinfeksi sampar, menyebar di Desa Gombong. Desa ini berjarak sekitar 40 km dan 50 km dari kuningan. Kendati demikian, tak jelaskan bagaimana tikus-tikus itu bisa membawa bibit penyakit sampar.