Jakarta -
Tindakan anarkis dan perusakan sejumlah fasilitas umum mewarnai demo penolakan Omnibus Law Cipta Kerja di berbagai daerah. Sejumlah kalangan angkat suara menyayangkan peristiwa itu.
Awalnya, gelombang unjuk rasa massa tolak UU Cipta Kerja digelar serentak di sejumlah daerah termasuk di DKI Jakarta.
Demo berlangsung ricuh antara aparat dengan mahasiswa, fasilitas umum di sejumlah daerah juga mengalami perusakan. Kerugian pun ditaksir puluhan miliar rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas peristiwa itu, sejumlah tokoh ikut menyoroti dan menyesalkan adanya aksi perusakan fasilitas umum.
Mereka meminta pelaku dan provokator demo ricuh diproses hukum.
Berikut banjir kritik demo Omnibus Law Cipta Kerja yang berujung ricuh:
PAN Minta Jokowi Jelaskan UU Cipta Kerja Demi Tenangkan Publik
Plh Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pernyataan yang dapat menenangkan semua pihak.
"Dan sebetulnya untuk khusus dengan ini, saya berharap agar Presiden Jokowi memberikan statemen atau pernyataan yang bisa meneduhkan semua pihak," kata Saleh kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).
Menurut Saleh, saat ini masih ada simpang siur terkait materi dan substansi dari UU Cipta Kerja di tengah masyarakat. Ia berharap Jokowi mau menjelaskan perihal UU tersebut kepada publik.
"Karena kan ada simpang siur informasi juga terkait dengan materi dan substansi omnibus law itu. Saya yakin jika presiden yang bisa menjelaskan mungkin akan lebih banyak diterima oleh masyarakat," ujar Saleh.
"Karena itu jangan berdiam diri di belakang tapi berdirilah di depan untuk memberikan penjelasan itu," tambah politisi PAN ini.
Saleh yang menjabat sebagai Ketua DPP PAN ini pun menghormati keputusan masyarakat yang melakukan demonstrasi. Namun, ia menyayangkan, seharusnya dalam kegiatan unjuk rasa tidak sampai merusak fasilitas umum.
Wamenag: Aksi Perusakan Tidak Dibenarkan Agama-Hukum
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid mengingatkan agar masyarakat tidak anarki dan melakukan perusakan fasilitas umum saat demo UU Cipta Kerja.
"Boleh saja menyampaikan aspirasi dengan menggelar demo. Namun, tidak dibenarkan melakukan anarki dan perusakan, karena hal tersebut adalah tindakan yang tidak dibenarkan ajaran agama dan melanggar hukum" ujar Zainut dalam keterangan persnya, Jumat (9/10/2020).
Dia juga mengingatkan agar aparat yang bertugas di lapangan tidak melakukan kekerasan terhadap massa. Zainut meminta aparat bertindak persuasif.
Menurut Zainut, banyak hoax yang berkembang di masyarakat terkait dengan UU Omnibus Law. Oleh karena itu, mahasiswa diminta memilah dan memahami informasi yang berkembang agar aspirasi yang disampaikan terfokus pada pokok persoalan.
Zainut menegaskan demo dengan cara anarki tidak akan menyelesaikan persoalan, tapi justru membuat situasi tidak kondusif. Dia juga menyarankan agar massa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika memang tidak setuju dengan UU Cipta Kerja itu.
Sultan: Ada yang Sengaja Anarkis
Sultan Hamengku Buwoni (HB) X mengungkap ada pihak-pihak yang sengaja bertindak anarkis di balik demo tolak UU Cipta Kerja yang menimbulkan kericuhan.
Tak hanya itu, Sultan telah meminta kepada aparat penegak hukum agar bertindak tegas, karena dinilai ada unsur-unsur kesengajaan dari kericuhan berujung perusakan sejumlah aset kemarin.
Saya akan minta kepada aparat (untuk) tindak pidana (pelaku), karena ada kesengajaan untuk melakukan anarki," kata Sultan saat ditemui wartawan di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Jumat (9/10/2020).
Bahkan, secara tegas Sultan meminta kepada aparat penegak hukum untuk tidak segan-segan menindak pelaku meski masih duduk di bangku SMA maupun SMK. Sultan menilai para pelaku sudah bertindak keterlaluan.
Aksi demo di Yogyakarta diwarnai kericuhan hingga 45 orang diamankan polisi.
Fasilitas di kantor DPRD DIY, sejumlah kendaraan, dan halte bus Trans Jogja rusak. Bahkan restoran yang ada di sebelah gedung DPRD DIY di Malioboro juga terbakar diduga karena lemparan molotov.
PPP Yakin Ada Provokator
Ketua Fraksi PPP Arsul Sani meyakini ada kelompok provokator dalam aksi demo.penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja
(Ciptaker) yang berakhir ricuh.
"Terkait dengan perusakan sejumlah fasilitas umum kemarin, PPP yakin bahwa pelakunya adalah kelompok provokator," kata Arsul kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).
Arsul menilai kerusuhan demo semalam bukan dilakukan dari elemen mahasiswa dan buruh. Menurutnya, buruh dan mahasiswa sudah menarik diri untuk pulang.
Menurut politikus PPP ini massa aksi yang membawa senjata saat demonstrasi adalah orang yang tak memiliki kepentingan dengan UU Ciptaker. Ia menilai kerusuhan semalam seperti kejadian saat kerusuhan pasca Pilpres tahun lalu.
Arsul mengatakan kelompok provokatif itu berkeinginan untuk membenturkan masyarakat dengan aparat penegak hukum. Menurut dia, tujuannya adalah untuk menciptakan kerusuhan yang berujung menyalahkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)."Yang memang berkeinginan untuk membenturkan elemen masyarakat dengan polisi, sehingga terjadi chaos dan kemudian bisa menyalahkan Polisi dan selanjutnya pemerintahan Jokowi," ujar Arsul.
Anggota Komisi III DPR RI ini mendesak agar keterlibatan provokator dapat ditindak tegas.
Anies: Ekspresikan Pandangan Dilindungi Konstitusi
Anies mengatakan penyampaian pendapat adalah hak setiap warga negara.
"Bagi kami, itu adalah hak untuk setiap orang Indonesia untuk mengekspresikan pandangannya dan konstitusi memberikan perlindungan kepada kami untuk itu," kata Anies dalam wawancara berbahasa Inggris, di Halte Tosari, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (9/10/2020).
Anies mengatakan dia menghargai pendapat para pengunjuk rasa. Serta memastikan bahwa fasilitas umum di Jakarta kembali bisa digunakan usai terjadi pengrusakan saat demo.
Lebih lanjut, Anies mengatakan bahwa saat menemui massa demo omnibus law kemarin, dia telah berdiskusi dengan mereka. Anies menegaskan akan menyampaikan aspirasi massa yang menolak omnibus law itu.
Airlangga: Jika Demo Murni Maka Tidak Ada Vandalisme
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan agar unjuk rasa mahasiswa terhadap pengesahan UU Cipta Kerja tidak tertunggangi oleh pihak-pihak tertentu. Ia berharap agar mahasiswa yang ikut dalam aksi unjuk rasa benar-benar bisa memahami apa yang mereka permasalahkan.
Airlangga melanjutkan selama ini ia melihat di media sosial ada banyak informasi tak benar yang tersebar luas ke masyarakat. Banyak hal terkait hoax yang juga dikembangkan di masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja. Ia pun berharap agar hoax ini bisa diperbaiki.
"Tentu kita ingin melihat kegiatan demo itu murni. Jika kegiatan unjuk rasa itu murni maka tidak ada vandalisme. Nah kegiatan vandalisme itu saya yakin bukan oleh tokoh-tokoh mahasiswa. Ini menjadi peringatan agar jangan ada yang menunggangi," ungkap Airlangga dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Airlangga mengungkapkan perihal RUU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin (5/10), adalah sebuah proses pembentukan hukum. Di dalam pembahasan atau pun persetujuan undang-undang, wajar jika ada yang setuju dan ada yang tak setuju. Menurutnya masih ada proses lain yang bisa ditempuh yaitu proses judicial review.
MUI Minta Jokowi Kendalikan Aparat Jangan Brutal
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Presiden Jokowi mengendalikan keamanan dan ketertiban serta tidak membiarkan aparat bertindak brutal.
"MUI meminta kepada Presiden Jokowi untuk dapat mengendalikan suasana keamanan dan ketertiban masyarakat saat ini dengan menghargai hak asasi manusia warga negara dan jangan membiarkan aparat keamanan melakukan tindakan yang brutal dan tindakan yang tidak terkontrol dalam menangani unjuk rasa," tulis pernyataan taklimat MUI yang diteken Waketum Muhyiddin Junaidi dan Sekjen Anwar Abbas, Jumat (9/10/2020).
Dalam pernyataan sikapnya, MUI menolak disahkannya UU Cipta Kerja yang dinilainya menguntungkan pengusaha serta investor asing. MUI juga menyebut pemerintah dan DPR tidak mendengarkan aspirasi masyarakat mengenai Omnibus Law UU Cipta Kerja.
MUI juga mendorong masyarakat mengajukan uji materi atas omnibus law UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). MUI berharap hakim MK nantinya bersikap independen.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini