G30S/PKI masih menjadi topik menarik. Isu sejarah itu diperbincangkan termasuk oleh politikus era kini. Ngomong-ngomong soal sejarah, sempat muncul desas-desus lawas, ada peran komunis China dalam G30S. Benarkah demikian?
Peristiwa 30 September 1965 itu menjadi periode paling misterius dalam sejarah Indonesia. Pada 25 April 1966, harian Angkatan Bersendjata milik ABRI menerbitkan artikel bertajuk 'Kisah Gagalnya Coup Gestapu jang Dimasak di Peking'.
Ada pula tulisan di harian Angkatan Bersendjata itu yang berjudul 'Rezim Peking Perintahkan Bunuh 7 Djenderal & Semua Perwira Reaksioner', dan 'RRT Sanggupi Pengiriman Sendjata & Perlengkapan untuk 30.000 Orang'.
Dokumen Amerika Serikat (AS) yang dibuka ke publik sejak 2017 menyatakan berita itu hoax belaka. 'The National Security Archive' mempublikasikan dokumen AS itu. Dokumen itu berupa pesan telegram dari Konsul Jenderal AS di Hong Kong ke Kedutaan AS di Jakarta, tertanggal 27 April 1966. Dokumennya bisa diakses di tautan ini.
Taomo Zhou, saat ini adalah Asisten Profesor di Universitas Teknologi Nanyang (NTU) Singapura, menulis laporannya berjudul 'China dan Gerakan 30 September', dimuat dalam Jurnal 'Indonesia' Volume 98, tahun 2014, terbitan Cornell University Southeast Asia Program.
"Pemikiran bahwa Beijing punya peranan di G30S telah ada sejak akhir 1965, ketika militer Indonesia menuding pemerintah China menyelundupkan senjata ke Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memberontak," kata Taomo Zhou.
Bahkan peneliti dari Barat juga mengklaim bahwa Pemimpin Republik Rakyat China Mao Zedong meminta PKI untuk melanjutkan pergerakannya. Namun apa betul begitu?
1 Oktober 1965 dini hari, satu unit dalam Tjakrabirawa yang dipimpin Letkol Untung membunuh para jenderal anti-komunis. Mereka mengklaim langkah ini adalah upaya Dewan Revolusi untuk mencegah kudeta Dewan Jenderal yang terdiri dari jenderal sayap kanan didukung Amerika Serikat (AS). Singkat cerita, Panglima Kostrad Mayjen Soeharto berhasil mengendalikan situasi.
![]() |