Kompolnas menyoroti perselisihan antara Kapolres Blitar AKBP Ahmad Fanani Eko Prasetyo dan Kasat Sabhara Polres Blitar AKP Agus Hendro Tri Susetyo. Menurut Kompolnas, Polda Jatim tak hanya harus memeriksa duduk perkara keduanya, tetapi juga memeriksa kedua perwira ini dari segi psikologi.
"Perlu juga konsultasi dengan psikolog Polri untuk didalami masalahnya apa. Kedua pihak harus dibegitukan," kata Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto kepada detikcom, Jumat (2/10/2020).
Benny mengatakan Paminal Bidang Propam Polda Jatim harus menganalisis masalah dari kedua sisi. Sikap AKBP Ahmad Fanani yang emosional, tutur Benny, harus diselidiki apakah baru belakangan terjadi atau memang sudah karakternya. Benny menilai perlu juga ditelisik keputusan nekat AKP Agus mengingat AKP Agus sudah membina karier lama di kepolisian hingga mendapat pangkat AKP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu didalami, apakah kapolresnya perilakunya begini atau belakangan saja. Itu akan terungkap dari Paminal. Dari pemeriksaan bisa disimpulkan faktor-faktornya, apa penyebab Kapolres menegur dengan luapan emosi berlebih, Kasat Sabhara kenapa ambil keputusan yang sangat-sangat.... Dia membina karier begitu lama, kok tiba-tiba dia mau resign," jelas Benny.
Seperti diketahui, AKP Agus memutuskan mengundurkan diri dari Polri lantaran tak tahan terhadap sikap AKBP Ahmad Fanani. Agus menyebut Ahmad Fanani kerap melontarkan ujaran kasar kepada anak buah.
"Namanya manusia tentu ada kelebihan dan kekurangan. Setiap beliau marah, ada yang tidak cocok, itu maki-makian kasar yang diucapkan. Mohon maaf, kadang sampai menyebut binatang, bajingan, dan lain-lain. Yang terakhir, sama saya sebenarnya tidak separah itu. Hanya mengatakan bencong, tidak berguna, banci, lemah, dan lain-lain," ungkap Agus.
Ahmad Fanani menuturkan 'makian' itu merupakan bentuk teguran pimpinan kepada anggotanya. Fanani menjelaskan peristiwa itu bermula ketika ia menegur salah satu anggota Satuan Sabhara Polres Blitar yang berambut panjang. Fanani meminta AKP Agus menegur anak buahnya.
"Jadi gini, anak buahnya itu kan rambutnya panjang, ya saya tegur dong, karena dia kan Sabhara tidak boleh rambut panjang. Kebetulan kan waktu itu dia operasi yustisi, operasi yustisi kan bisa, saya dengan Kasat Sabhara kan bisa (berkomunikasi)," jelas Fanani saat dihubungi detikcom.
Peristiwa itu, menurutnya, terjadi pada Sabtu (19/9). Fanani kemudian memanggil Agus Hendro melalui handy talkie terkait anggota Sabhara yang berambut gondrong itu. Fanani mengakui saat itu ia berucap 'bencong'.
"Panggillah Kasat Sabhara melalui HT 'kenapa kok anggotanya tidak ditegur rambutnya panjang?'. 'Jangan kita itu nggak berani negur anggota kita, jangan kayak bencong'. Saya bilang kayak gitu, kita nggak berani negur anak buahnya, udah itu aja," paparnya.