Seberapa Akurat Film G30S/PKI yang Jadi Kontroversi Tiap Tahun?

Gatot dan Isu Film G30S/PKI

Seberapa Akurat Film G30S/PKI yang Jadi Kontroversi Tiap Tahun?

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 26 Sep 2020 11:52 WIB
Ilustrasi film Pengkhianatan G30S/PKI
Ilustrasi (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Akurasi sejarah dalam film G30S/PKI era Orde Baru menjadi sasaran kritik. Sebenarnya bagian mana saja yang tidak akurat?

Film itu kembali menjadi pembicaraan setelah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengungkit perihal pemberhentian dirinya dari jabatan Panglima pada 2017. Dia menghubungkannya dengan perintah olehnya kepada TNI untuk menonton bareng film G30S/PKI, sebelum dirinya dicopot dari jabatan Panglima TNI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setop sejenak soal masalah Gatot. Mari menilik akurasi film itu.

Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam hingga istri sutradara Arifin C Noer, Jajang C Noer, pernah mengomentari akurasi sejarah dalam film itu.

ADVERTISEMENT

Berikut adalah poin akurasi dalam film itu:

1. Penyiksaan para jenderal

Di film itu, ada adegan sadis, para jenderal disiksa. Penyiksaan berupa pemukulan, penyiletan di wajah, penyundutan rokok, ditusuk pagai belati, diinjak, diseret, ditembaki, dan dimasukkan ke lubang buaya.

Indonesianis dari Cornell University, Benedict Anderson, mengungkapkan hasil visum ini dalam artikelnya, 'How did the General Dies?' di jurnal Indonesia edisi April 1987. Merujuk hasil pemeriksaan tim dokter, enam jenderal tewas karena luka tembak, dan Jenderal MT Haryono tewas karena luka tusukan senjata tajam.

Ada pula ancaman pencongkelan mata, meski adegannya tidak digambarkan. "Arit ini arit tumpul, Jenderal. Sekarang mata Jenderal akan menikmati karat," kata orang PKI dalam film itu kepada jenderal yang wajahnya berdarah-darah. Adegan ini ditutup dengan terpejamnya mata jenderal yang ketakutan. Arifin C Noer dikabarkan memang menghindari adegan pencongkelan mata karena tidak masuk akal.

Suasana nobar film G30S/PKI di RembangSuasana nobar film G30S/PKI di Rembang (Arif Syaefudin/detikcom)

"Di data waktu itu ada, pemotongan alat kelamin, disiksa, itu ada. Karena itu, Mas Arifin menggambarkan ada darah-darah. Tapi Mas Arifin nggak bikin yang pencongkelan mata. Dia bilang, 'Nggak masuk akal. Ngapain bisa sesadis itu kayak dendam banget, kayak dendam pribadi.'," kata Jajang C Noer saat diwawancarai tim detikX pada 28 September 2017.

"Jadi nggak mungkin, nggak masuk akal. Makanya nggak bikin. Nah, itu kalau di data ada. Nah, tahun 2000, baru itu tim forensik yang ketika tahun 1965 memeriksa jenazah baru berani ngomong nggak ada itu disiksa, sama sekali itu nggak ada, bahwa jenazah itu rusak, itu karena lima hari di lubang, jadi sudah busuk. Kata dia semua utuh, kok. Mata ada semua, nggak dicongkel atau apa," kata Jajang.

2. DN Aidit merokok

Film berjudul lengkap 'Penumpasan Pengkhianatan G 30S PKI' itu berdurasi 271 menit, ada banyak adegan di dalamnya. Asvi pernah mengomentari penggambaran DN Aidit sebagai pemimpin PKI.

Di film itu, Aidit diperankan oleh Syubah Asa. Dia digambarkan sebagai perokok berat. Namun ternyata Aidit bukan perokok.

"Faktanya, DN Aidit itu bukanlah seorang perokok," kata Asvi saat berbincang dengan detikcom pada 16 September 2017.

3. Peta Indonesia

Dalam film tampak pula peta Indonesia dalam adegan di kantor Kostrad, yakni menggambarkan kala Soeharto memimpin operasi pemulihan keamanan. Di situ digambarkan Timor Timur telah masuk Indonesia.

Padahal tahun 1965, latar peristiwa yang digambarkan di film, Timor Timur belum masuk Indonesia. Timor Timur baru menjadi bagian Indonesia pada 1976.

"Mereka (pembuat film) nggak sadar. Ini kan tidak akurat. Hal-hal yang kecil-kecil saja sudah tidak akurat, apalagi soal akurasi penggambaran yang sangat sadis di film itu," tutur sejarawan Asvi Warman Adam kepada detikcom, 16 September 2017.

4. Lokasi

Asvi Warman Adam juga menyoroti perihal penggambaran lokasi. Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dikesankan menjadi sarang PKI dan dekat dengan Lubang Buaya di Pondok Gede. Padahal lokasi Halim dan Lubang Buaya berjauhan, sekitar 14 km pada saat ini.

5. Menyudutkan TNI AU

Menteri Penerangan Letjen TNI Yunus Yosfiah di era Presiden BJ Habibie memutuskan menghentikan penayangan film itu di televisi.

"Jadi pada 30 September 1998, film itu tidak ditayangkan lagi karena ada permintaan dari masyarakat untuk menghentikan penayangan itu," kata Asvi.

Yang paling terdepan meminta agar film itu tidak ditayangkan lagi di televisi adalah Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Udara Republik Indonesia (PPAURI). Permintaan itu disampaikan PPAURI ke Mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal Saleh Basarah dan diteruskan ke Yunus Yosfiah dan Menteri Pendidikan Yuwono Sudarsono. PPAURI tak berkenan film itu terus diputar karena film itu dirasa menyudutkan mereka.

"Film itu dirasa mendiskreditkan TNI Angkatan Udara," kata Asvi.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads