MA Sunat Vonis Eks Ketua PA Maninjau yang Korupsi Proyek Gedung

MA Sunat Vonis Eks Ketua PA Maninjau yang Korupsi Proyek Gedung

Andi Saputra - detikNews
Senin, 14 Sep 2020 11:03 WIB
Ilustrasi Palu Hakim
Ilustrasi palu hakim (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman mantan Ketua Pengadilan Agama (PA) Maninjau, Syamri Adnan dari 10 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara. Syamri terbukti korupsi proyek pembangunan gedung PA Maninjau.

Kasus bermula saat Pengadilan Agama (PA) Maninjau akan membangun gedung baru pada 2007 silam. Oleh sebab itu, dicarilah tanah di Jalan Jorong Padang, Galanggang Nagari Matua Mudik, Kabupaten Agam.

Proyek pembangunan gedung itu di bawah pengawasan Ketua PA Maninjau, Syamri Adnan dengan dibantu PNS PA Maninjau, Suardi. Ternyata pembebasan lahan itu diwarnai penggelembungan harga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proyek yang diwarnai patgulipat itu tercium kejaksaan dan berkas sampai di meja hijau.

Pada 12 April 2011, Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Basung menjatuhkan hukuman selama 1,5 tahun penjara kepada Suardi. Bagaimana dengan Syamri? Ternyata jaksa cukup kewalahan membawa Syamri karena dia hakim.

ADVERTISEMENT

Syamri baru bisa diadili pada 2016 dan akhirnya PN Padang menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara pada Maret 2016. Dua bulan setelahnya, hukuman Syamri digenapkan menjadi 3 tahun penjara oleh PT Padang.

Pada 31 Mei 2017, MA melipatgandakan hukuman Syamri Adnan menjadi 10 tahun penjara. Duduk sebagai ketua majelis Artidjo Alkostar dengan anggota Krisna Harahap dan MS Lumme.

Syamri tidak terima dan mengajukan PK. Apa kata MA?

"Menjatuhkan pidana kepada Terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan," demikian bunyi putusan MA yang dilansir website MA, Senin (14/9/2020).

Putusan itu diketok oleh ketua majelis Suhadi dengan anggota Prof Surya Jaya dan Prof Abul Latief. Berikut sebagian pertimbangan majelis menyunat hukuman Syamri:

Pemohon Peninjauan Kembali di dalam dakwaan memasukkan nama orang lain yaitu Drs. Suardi bersama-sama melakukan tindak pidana dengan Terpidana, dan telah di proses perkaranya secara baik dan benar akan tetapi masa pidananya terlalu besar disparitasnya. Drs. Suardi. AM, dipidana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dalam perkara kasasi dipidana pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsidair selama 2 (dua) bulan, uang pengganti sebesar Rp38.005.895,00 subsidair pidana penjara selama 2 (dua) bulan.

Sedangkan Pemohon Peninjauan Kembali Drs. H.M. Syamri, S.H., M.H., berdasarkan putusan kasasi dipidana dengan penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) subsidair pidana kurungan selama 6 (enam) bulan, uang pengganti sebesar Rp32.500.000,00 (tiga puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) subsidair pidana penjara selama 6 (enam) bulan, perbedaan pidana antara pidana penjara 1 (satu) dan 6 (enam) bulan dengan penjara kepada Pemohon Peninjauan Kembali selama 10 (sepuluh) tahun, sangat menyentuh rasa keadilan Pemohon Peninjauan Kembali;

Bahwa judex juris melakukan kekeliruan nyata atau kekhilafan Hakim dalam memutuskan pidana penjara karena tidak memberikan pertimbangan secara komprehensif, adil, objektif, signifikan dan mendasar dalam hal memperberat pidana penjara Pemohon Peninjauan Kembali.

Bahwa pidana penjara yang diputuskan judex juris menimbulkan terjadinya disparitas pemidanaan jika dibandingkan dengan perkara lainnya dengan nilai kerugian keuangan Negara jauh lebih besar yaitu puluhan miliar rupiah dipidana penjara jauh lebih ringan dari pada putusan judex juris;

Bahwa Terpidana memperoleh harta benda dari hasil tindak pidana korupsi dari saudara Suardi sebesar Rp32.500.000,00 (tiga puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) dan saudara Suardi selaku Panitera Sekretaris sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran mempunyai peran, kewajiban dan tanggungjawab lebih besar dijatuhi pidana lebih ringan yaitu selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan sedangkan Terpidana selaku Ketua Pengadilan dijatuhi pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun.

Bahwa judex juris telah menciptakan ketidakadilan dan perlakuan berbeda dalam hal memutuskan pidana penjara. Dalam perkara tindak pidana korupsi salah satu indikator pemidanaan adalah besarnya kerugian keuangan Negara yang diakibatkan perbuatan Terdakwa.

Halaman 2 dari 2
(asp/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads