Belakangan ini muncul kehebohan soal komunitas bak 'negara jadi-jadian' di Garut karena mengubah lambang negara Garuda Pancasila serta mencetak uang, yakni Paguyuban Tunggal Rahayu. Jauh sebelum itu, ada Negara Pasundan yang pernah menguji kesatuan Indonesia.
Sementara Paguyuban Tunggal Rahayu diklaim punya 13 ribu anggota, Negara Pasundan mengklaim punya pengikut ratusan ribu orang. Sementara Paguyuban Tunggal Rahayu punya lambang sendiri, Negara Pasundan pada masa silam bahkan punya bendera sendiri.
Ini adalah cerita sejarah saat pihak kolonial Belanda mencoba membentuk negara boneka. Catatan ini dikutip detikcom dari buku 'Menuju Negara Kesatuan: Negara Pasundan' oleh Herlius Sjamsuddin, dkk, terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 1949, negara Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk sebagai kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) antara RI dan Belanda. Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda sekaligus Kepala NICA, HJ van Mook, adalah tokoh sentral yang membidani Negara Pasundan. Negara Pasundan hanya satu dari banyak bentuk pemecahan Indonesia.
"Tujuan Belanda adalah untuk menguasai kembali Indonesia. Caranya ialah memecah-mecah Indonesia dan mekanismenya ialah memerintah tidak langsung (indirect rule) melalui negara-negara federal (federal states) yang dibentuk Belanda," tulis Herlius Sjamsuddin, dkk.
Belanda memanfaatkan elemen-elemen ningrat lokal yang takut kehilangan kekuasaan dalam pemerintahan RI pimpinan Sukarno, juga memanfaatkan politikus yang tidak puas terhadap pemerintah. Unsur sentimen etnis, atau dalam bahasa sejak Orde Baru disebut sebagai SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) juga memainkan peran.
18 November 1946, bangsawan Sunda sekaligus mantan Bupati Garut bernama Suria Kartalegawa mendirikan Partai Rakyat Pasundan (PRP). Setahun kemudian, dia mengklaim punya anggota 250 ribu orang di seluruh Jawa Barat. Tujuannya jelas, menjadi Negara Pasundan yang merdeka lepas dari Indonesia maupun Kerajaan Belanda.
Negara Pasundan punya bendera sendiri, yakni hijau-putih sebagai lambang harapan dan kesucian. Pada 4 Mei 1947, Kartalegawa mengadakan rapat terbuka di alun-alun Bandung yang dihadiri 4.000 orang. Kartalegawa memproklamasikan berdirinya Negara Pasundan.
Bandung diklaimnya sebagai ibu kota Negara Pasundan. Wilayah Negara Pasundan saat itu diklaimnya sampai ke Jakarta juga. Mereka bergerak nekat.
"Menyerang sisa-sisa administrasi pemerintahan Republik di Bogor pada 23 Mei 1947. Anggota PRP Bogor menculik sejumlah pemimpin Republik setempat, menyita kantor mereka, dan menjadikannya milik Negara Pasundan. Dalam aksi ini PRP mendapat bantuan dari Kolonel Thomson dan residen Belanda," tulis Herlius Sjamsuddin, dkk.
Sebenarnya Belanda menilai Kartalegawa sebagai orang yang korup. Bahkan ibu kandung Kartalegawa sendiri di Garut menentang gerakan separatis Negara Pasundan.
"Uca (nama panggilan Suria Kartalegawa), Ibu tidak mengerti kau berbuat yang bukan-bukan. Tak ingatkah kau kepada Ibu dan saudara-saudaramu, sehingga kau memisahkan diri dari keluarga. Ibu dan saudara-saudaramu, bahkan Mang Abas Cianjur (bekas Bupati Cianjur dan tinggal di Tasikmalaya), tidak menyetujui kau mendirikan Negara Pasundan," demikian kata ibu kandung Kartalegawa yang sudah lanjut usia.
Keluarga besar ningrat Sunda, dipimpin RAAM Wiranatakusumah, berkirim pesan kawat ke Sukarno di Yogyakarta pada 6 Mei 1946 untuk menyatakan penolakannya terhadap Negara Pasundan.
Tentara Republik di Garut menjanjikan uang Rp 10 ribu (saat itu besar nilainya) bagi mereka yang bisa menangkap Kartalegawa, hidup atau mati.
Lama-lama Belanda menyadari sebenarnya masyarakat Pasundan sendiri tidak setuju dengan Negara Pasundan bikinan Kartalegawa. Belanda kemudian melepaskan dukungannya terhadap Negara Pasundan. Negara Pasundan lenyap dengan sendirinya. Namun apa lacur, Agresi Militer Belanda pertama pada 21 Juli 1947 datang.
Selanjutnya, muncul kembali Negara Pasundan yang lain lagi. Kali ini Negara Pasundan terbentuk lewat Konferensi Jawa Barat I pada 13-18 Oktober 1947 hingga Konferensi Jawa Barat III sampai 5 Maret 1948.
Negara Pasundan kali ini akhirnya menjadi bersifat Republiken dan pro-NKRI. Wiranatakusumah terpilih menjadi Kepala Negara Pasundan. Wiranatakusumah adalah Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI yang berkedudukan di Yogyakarta.
"Apa pun yang akan terjadi di Jawa Barat, peganglah teguh iman dan keyakinanmu, bahwa rakyat di Indonesia lainnya, bahwa rakyat di Jawa Barat tidak akan dapat diadukan dengan Republik. Peganglah teguh kunci persatuan yang disabdakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Bersatulah kamu, jangan berselisih bercerai-cerai...," kata Wiranatakusumah.
Wiranatakusumah yang pro-NKRI bersedia menjadi Kepala Negara Pasundan lantaran tidak ingin Negara Pasundan jatuh ke tangan pro-Belanda dan separatis. Negara Pasundan beribu kota di Bandung, wilayahnya meliputi Jawa Barat, Banten, dan Jakarta saat ini.
Pada 1949, praktis Jawa Barat terbagi tiga. Pertama, kekuasaan Negara Pasundan yang dilindungi pasukan Belanda. Kedua, wilayah gerilyawan TNI dari Divisi Siliwangi. Ketiga, wilayah yang dikuasai Darul Islam dari Negara Islam Indonesia (NII) Kartosuwiryo. Negara Pasundan dalam posisi sulit.
8 Maret 1950, di gedung parlemen Pasundan, Bandung, digelar sidang menentukan status bekas Negara Pasundan. Pada 11 Maret 1950, keluarlah Surat Keputusan RIS No 113 yang menyatakan wilayah Pasundan termasuk wilayah Negara Republik Indonesia. Negara Pasundan Bubar. Instruksi pemerintah RI No 1 tanggal 13 Maret 1950 menyatakan semua aparat Negara Pasundan seperti DPRD, kebupatian, dan kota semua dibubarkan.