Paguyuban Tunggal Rahayu di Garut bikin heboh menyusul kelompok sejenis yang gempar duluan, yakni King of The King, Sunda Empire, hingga Kerajaan Ubur-ubur. Kelompok semacam ini seolah-olah bagai komunitas 'negara jadi-jadian' yang punya pemimpin, pengikut, lambang, bahkan mencetak duit sendiri.
Ketua Majelis Adat Sunda, M Ari Mulia Subagdja, menelisik akar masalah dari munculnya kelompok-kelompok semacam ini di Tatar Pasundan. Akar masalah ini harus diatasi supaya kelompok sejenis tidak muncul lagi dan lagi di kemudian hari dan menipu banyak orang.
"Kita tidak terbiasa membahas akar masalahnya, yang dibahas hanya kasus permukaan. Gara-gara tidak membahas akar masalahnya, maka selesai Sunda Empire, muncul lagi King of The King, selesai King of The King ada lagi Tunggal Rahayu," kata Ari Mulia Subadja kepada detikcom, Sabtu (11/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, komunitas bak 'negara jadi-jadian' sejenis Tunggal Rahayu sudah muncul sejak era '70-an. Itu karena akar masalahnya belum tercabut sepenuhnya. Apa itu akar masalahnya.
"Saya melihat ini sebagai gejala kefrustasian masyarakat dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, khususnya di dalam masalah ekonomi," kata Ari.
Jadi, akar masalahnya adalah ekonomi. Masyarakat yang terhimpit kesulitan hidup bakal tertarik untuk mendapatkan kemudahan lewat jalan pintas. Dijanjikan pencairan harta karun di Swiss yang omong kosong-pun, masyarakat yang kesulitan ekonomi bakal tergiur.
"Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat juga, karena situasi yang menekan merekalah yang harus diperbaiki, yakni memperbaiki akar masalahnya. Apalagi ekonomi masyarakat hari ini terjepit akibat COVID-19," kata Ari.
![]() |
Totnon video 'Pengakuan Aneh Bos Paguyuban Pengubah Lambang Garuda Soal Gelar Profesor':
Orang yang dilanda kesulitan hidup tanpa kebanggaan bakal mudah tertarik dengan identitas baru, yakni identitas yang membanggakan sebagai anggota suatu kelompok tertentu, kelompok yang mewarisi kekayaan bangsa. Mereka yang dulunya minder karena beridentitas sebagai rakyat miskin seolah menjadi tidak minder lagi gara-gara mempunyai identitas baru dari kelompok itu, yang sayangnya semu belaka.
"Ini krisis identitas," kata Ari.
Dia mengimbau agar masyarakat tidak mudah tergiur janji-jani manis kelompok semacam Paguyuban di Cisewu Garut pimpinan Mister Sutarman itu. "Masyarakat perlu waspada agar tidak tergiur dan menjadi berhalusinasi," kata Ari.
![]() |
Polda Jawa Barat memproses Paguyuban Tunggal Rahayu. Kelompok ini disebut mematok tarif Rp 100 ribu sampai Rp 600 ribu bagi orang yang ingin menjadi anggota Paguyuban. Kelompok nyeleneh ini menjanjikan pencairan harta dari Bank Swiss untuk memikat korban.
"Motifnya saat ini kan kita melihat dari adanya penipuan, jadi motifnya itu dia memberikan terkait dengan kata-kata bohong bisa mencairkan harta di Bank Swiss lalu deposito emasnya sekitar 80 ribu euro dan kemudian menjanjikan pekerjaan kepada korban, nah sehingga karena ketertarikan itu maka masuk ke kelompok tersebut," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, Kombes Erdi A Chaniago, saat dihubungi wartawan, Kamis (10/9).
![]() |