Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menjawab permintaan dari Satgas Penanganan COVID-19 agar mengevaluasi sistem ganjil genap untuk pembatasan kendaraan pribadi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tetap melanjutkan sistem ganjil-genap meski disebut memicu peningkatan penumpang transportasi publik saat pandemi.
"Evaluasi ganjil genap terus kami lakukan, tapi saya sudah sebutkan setiap hari kami evaluasi yang dilaporkan secara mingguan kepada Pak Gubernur selaku Ketua Gugus Tugas Provinsi, yang kemudian dari hasil evaluasi ini ganjil genap terus dilanjutkan," kata Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo kepada wartawan di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (6/9/2020).
Syafrin mengakui memang ada kenaikan penumpang angkutan umum. Namun, kenaikan itu disebut tidak signifikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa memang berdasarkan data, terjadi peningkatan penggunaan angkutan umum, rata-rata terakhir satu bulan kemarin. Setelah kami dapatkan angkanya sekitar 4 persen. Perlu dipahami bahwa 4 persen angka peningkatan ini itu masih jauh dari kapasitas tersedia," kata Syafrin kepada wartawan di Bundaran HI, Minggu (6/9/2020).
Syafrin kemudian mencontohkan pergerakan penumpang di angkutan umum seperti MRT. Dari kapasitas yang memuat 390 penumpang, dikatakan Syafrin, saat ini hanya 100 penumpang yang bisa diangkut selama penerapan ganjil-genap.
"Contohnya untuk MRT. MRT sebelum diterapkan ganjil genap satu rangkaian ratangga itu mampu menampung 390 penumpang, tapi pada jam sibuk maksimum penumpang yang bisa diangkut itu naik itu hanya sekitar 100 penumpang. Artinya, hanya sekitar 30 persen dari tempat duduk yang tersedia setelah physical distancing itu yang terisi," tuturnya.
Kebijakan Pemprov DKI untuk melanjutkan sistem ganjil genap mendapat kritik dari fraksi-fraksi di DPRD DKI Jakarta. Mereka meminta agar Pemprov menghentikan sistem ganjil genap tersebut.
Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino meminta Pemprov DKI mendengar saran pihak lain. Masukan itu disebut bisa menyelesaikan masalah penularan virus Corona.
"Kita bermitra ya dengan satgas untuk menyelesaikan suatu masalah, bilamana saran itu tidak didengar, ya Pemprov jangan kepala batu," ujar Wibi saat dihubungi.
Menurutnya, kebijakan ganjil-genap di masa pandemi ini tidak efektif. Sebab, kata Wibi, dapat menyebabkan orang-orang berpindah ke transportasi publik.
"Nggak efektif, menimbulkan masalah, orang menjadi beralih ke transportasi publik," ucapnya.
Pemintaan untuk tidak melanjutkan sistem ganjil-genap juga disampaikan oleh Ketua Fraksi PDIP DKI Jakarta, Gembong Warsono. Menurut Gembong, pemprov tidak perlu ngotot.
"Seharusnya Pemprov (DKI) tidak ngotot mempertahankan kebijakannya (ganjil- genap), mengkolaborasikan kebijakan pemprov dan Satgas COVID-19 jauh lebih baik," ujar Gembong saat dihubungi.
Menurutnya, penerapan ganjil-genap di masa pandemi dapat menyebabkan peningkatan jumlah penumpang di transportasi publik. Hal itu juga dapat menimbulkan klaster baru di angkutan umum.
"Ketika ganjil-genap diterapkan, tak terelakkan akan terjadi penumpukan penumpang di transportasi publik, khususnya di transportasi penumpang," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Golkar DKI Jakarta, Judistira Hermawan, meminta Pemprov menjelaskan alasan sistem ganjil-genap tetap dilanjut. Kajian soal tidak ada penularan Corona di transportasi publik harus dibagikan.
"Kalau Pemprov DKI menolak, ada nggak kajian dari mereka, pembuktian bahwa tidak ada kenaikan jumlah penumpang di transportasi umum, atau tidak ada penyebaran (Corona) yang disebabkan di transportasi umum? Kan tidak ada yang bisa dibuktikan juga. Jadi saya pikir lebih diikuti saja saran dari Satgas COVID pemerintah pusat," ucap Judistira.