Sebelum Kasus Prada Ilham, Kejinya Hoax Menyulut Rusuh Papua

Hoax Bikin Rusuh

Sebelum Kasus Prada Ilham, Kejinya Hoax Menyulut Rusuh Papua

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 05 Sep 2020 11:32 WIB
Ilustrasi Papua yang digunakan Jokowi saat sampaikan duka cita untuk korban banjir Sentani. (Dok Twitter @jokowi)
Ilustrasi Papua (Dok Twitter @jokowi)
Jakarta -

Oknum TNI berpangkat prada bernama Muhammad Ilham menyebar hoax dan memicu penyerangan Polsek Ciracas, Jakarta Timur. Hoax memang berbahaya. Sebelumnya, hoax juga disebut-sebut menjadi penyulut kerusuhan Papua tahun lalu.

Kerusuhan besar yang berkaitan dengan isu Papua terjadi dua kali pada 2019. Pertama, 16 Agustus 2019. Kedua, 23 September 2019. Ada hoax yang melatarbelakangi pecahnya kerusuhan.

Rusuh Agustus

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Agustus 2019, ada kabar Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan, Surabaya, tidak mau memasang bendera Merah-Putih di momen agustusan saat itu. Ada pula kabar adanya pembuangan dan perusakan bendera Merah-Putih. Tri Susanti bergerak. Belakangan diketahui, kabar ini hoax.

Mahasiswa Papua membantah telah membuang bendera merah putih ke selokan depan asrama mereka di Jalan Kalasan, Surabaya. Mereka juga mengaku tidak tahu-menahu soal terpasangnya bendera itu.Asrama Mahasiswa Papua Jalan Kalasan, Surabaya. (Amir Baihaqi/detikcom)

Buntut peristiwa bentrok mahasiswa Papua di Surabaya (plus Malang) memicu kerusuhan di Kota Manokwari, Papua Barat. Aktivitas masyarakat lumpuh. Warga menebang pohon dan membakar ban. Gedung DPRD Papua Barat dibakar orang.

ADVERTISEMENT

Pada 19 Agustus, kerusuhan melebar ke Sorong, Papua. Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, ikut kena imbas kerusuhan. Jadwal penerbangan Timika-Sorong dibatalkan pada saat itu. Bentrokan juga terjadi di Makassar.

Pada peristiwa kerusuhan Agustus 2019, tersebutlah sosok Tri Susanti oleh publik. Selanjutnya, dia disebut sebagai Mak Susi. Dia menjadi korlap dalam aksi pengusutan kasus dugaan pembuangan dan perusakan bendera Merah-Putih di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan, Surabaya.

"Mereka tidak mau pasang bendera. Terus, ketika dipasang oleh pihak Muspika bendera di depan, bendera dibuang oleh oknum mereka," kata salah satu massa Hari Sundoro, Jumat, 16 Agustus 2019.

Kekecewaan massa terhadap tindak persekusi terhadap mahasiswa asal Papua dan Papua Barat di beberapa kota di Pulau Jawa meluas hingga ke Kota Sorong, Papua Barat. Massa merusak fasilitas publik di Bandara Domine Eduard Osok (DEO).Kekecewaan massa terhadap tindak persekusi terhadap mahasiswa asal Papua dan Papua Barat di beberapa kota di Pulau Jawa meluas hingga ke Kota Sorong, Papua Barat. Massa merusak fasilitas publik di Bandara Domine Eduard Osok. (Foto: 20detik)

Tonton juga 'Hoax Prada MI Berujung Penyerangan Polsek Ciracas':

[Gambas:Video 20detik]

Seorang mahasiswa Papua membantah tuduhan tak mau memasang bendera itu. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal kasus bendera.

"Kalau soal itu (pembuangan bendera) kami tidak tahu menahu. Karena ada beberapa teman, termasuk saya sendiri, keluar untuk beli makan siang itu. Setelah masuk, benderanya memang sudah tidak ada," kata salah satu penghuni Asrama Mahasiswa Papua Dorlince Iyowau kepada detikcom.

Sore hari, massa datang menggebrak-gebrak pintu asrama mengatai penghuni asrama dengan kata-kata umpatan yang tidak pantas.

Mak Susi sebar hoax

Berkaitan dengan peristiwa ini, polisi menetapkan Mak Susi sebagai tersangka kasus hoax dan ujaran kebencian. Surat penetapan tersangka diterima pihak Susi pada 28 Agustus 2019.

Mantan caleg Partai Gerindra itu di meninggalkan rekam jejak digital berupa konten video hingga narasi di media sosial, semua itu menjadi alat bukti kepolisian.

Tri Susanti dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 4 UU 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan/atau ayat 2 dan/atau Pasal 15 KUHP.

Penampakan Mak Susi Pakai Baju TahananPenampakan Tri Susanti alias Mak Susi pakai baju tahanan foto (Hilda Meilisa Rinanda/detikcom)

Pasal 45A ayat 2 UU ITE menyebut setiap orang yang sengaja menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian dan permusuhan SARA dipidana paling lama 6 tahun atau denda semiliar rupiah. Pasal 160 KUHP menyebut orang yang melakukan penghasutan via lisan dan tulisan terancam pidana maksimal 6 tahun dan denda Rp 500 ribu. Memangnya apa yang disampaikan Mak Susi?

"Di sini ada ya, yang menyampaikan kata-kata seperti bendera dirobek, dimasukkan selokan, dipatah-patahkan. Ini berita hoaks," kata Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Cecep Susatya saat rilis di Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, 29 Agustus 2019.

Sementara itu, untuk ujaran kebencian, Cecep mengatakan ada beberapa pesan Mak Susi yang menyebut mahasiswa Papua akan melakukan perlawanan dengan senjata tajam.

"Contohnya ujaran kebencian 'mohon perhatian izin kami butuh bantuan massa karena anak Papua akan melakukan perlawanan dengan senjata tajam dan panah'. Ini juga ujaran kebencian dan berita hoaks," papar Cecep.

3 Februari 2020, hakim Yohannes Hehamony membacakan putusan di Ruang Garuda 2 Pengadilan Negeri Surabaya. Mak Susi divonis 7 bulan penjara. Pada 19 Maret 2020, Mak Susi bebas dari Rumah Tahanan Negara Perempuan Kelas II A Surabaya, Porong, Sidoarjo.

Selain Mak Susi, polisi menetapkan tersangka lain pada 5 September, yakni Andria Adiansah (25), warga Kebumen. Dia menjadi tersangka karena menyebar video hoax kerusuhan Asrama Mahasiswa Papua lewat YouTube. Video itu aslinya diambil pada Juli 2016, namun diunggah pada 16 Agustus 2019 dan diberi judul 'Tolak Bendera Merah Putih, Asrama Papua Digeruduk Warga'.


Rusuh September

Pada 21 Agustus 2019, internet Papua dibatasi untuk mengurangi penyebaran hoax. Pada 6 September, akses internet dibuka.

Pada 23 September 2019, terjadi kerusuhan di Wamena. Sejumlah bangunan rumah dinas, ruko, dan kantor Bupati dibakar massa.

Sebanyak 30 orang tewas. Gubernur Papua Lukas Enembe berduka. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 24 September 2019, menyebut Komite Nasional Papua Barat (KNPB) diduga menjadi dalang kerusuhan di Wamena, Jayawijaya, Papua. Polisi mendapati fakta anggota KNPB mengenakan seragam SMA dan ikut berdemo di tengah kerumunan pelajar SMA PGRI.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan kerusuhan di Papua ini terjadi karena kabar bohong.

"Isu anarkis ini dimulai dan berkembang karena hoax," kata Jokowi di Istana Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, 23 September 2019.

Jokowi pun meminta seluruh masyarakat tidak mudah terpancing isu yang tidak benar. Sebab, hal itu akan mengganggu stabilitas keamanan dan politik.

"Saya minta masyarakat setiap mendengar, setiap lihat di medsos, cross-check dahulu, jangan langsung dipercaya karena itu akan ganggu stabilitas keamanan dan politik. Jangan sampai fasum itu dirusak karena itu milik kita semua. Jangan sampai ada kerusakan akibat anarkis," tuturnya.

Presiden Jokowi.Presiden Jokowi (Muchlis Jr/Biro Pers Setpres)

Hoax macam apa yang memicu kerusuhan berdarah saat itu? Polisi menduga ada hoax bernada rasis yang bikin emosional. Media sosial menjadi mediumnya.

"Yang mereka kembangkan isu yang sensitif di sana tantang rasis. Penyebarnya, akun-akun medsosnya yang menyebarkan sedang didalami juga oleh Direktorat Siber Bareskrim. Info yang saya dapat itu," kata Brigjen Dedi Prasetyo, 23 September 2019.

Hoax lintas negara soal Papua

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan hoax soal Papua tersebar dari luar negeri juga. Ada 20 negara yang ikut menyebar hoax soal Papua.

Mayoritas hoax itu disebar lewat Twitter, dengan 550 ribu URL, 550 ribu akun asli, dan 100 ribu lebih mention.

"Yang paling banyak salah satu negara Eropa, kami mencatat ada 20 negara lebih yang berasal mention-nya dari negara tersebut. Tapi belum tentu warga negara tersebut (yang menyebarkan), tapi dari negara tersebut," ujar Rudiantara di ruang serbaguna kantor Kemenkominfo, Jl Merdeka Barat, Jakarta Pusat, 3 September 2019.

Polisi menghitung ada 52 ribu konten hoax tentang Papua. Elite dalam dan luar negeri disebut turut memotori penyebaran hoax itu. Eskalasi hoax meningkat seiring waktu kerusuhan kala itu.

"Peningkatan dari 32 ribu menjadi 52 konten hoax dari 27 Agustus sampai 1 (September). Berarti lima hari, naiknya 20 ribu. Bayangkan, selama 5 hari biasa naik 20 ribu. Itu kalau bisa masuk ke sana bisa jadi apa coba," ujar Dedi Prasetyo di Mabes Polri, 2 September 2019.

PosterIlustrasi (Edi Wahyono/detikcom)
Halaman 2 dari 4
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads