"Penyidik mendapatkan fakta untuk mendapatkan fatwa itu sehingga kepada para tersangka disangka melakukan perbuatan yang ada hubungannya dengan pengurusan fatwa. Apa yang diinginkan? Kira-kira bahwa tersangka JST (Joko Soegiarto Tjandra) ini, ini statusnya adalah terpidana. Kira-kira bagaimana caranya mendapatkan fatwa agar tidak dieksekusi oleh eksekutor, yang dalam hal ini jaksa. Jadi konspirasinya atau dugaannya adalah perbuatan agar tidak dieksekusi oleh jaksa meminta fatwa kepada MA. Kira-kira seperti itu," ujar Hari Setiyono sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).
Namun, menurut Hari, pada akhirnya sampai saat ini tidak ada fatwa keluar dari MA. Hari mengatakan penyidik masih mengembangkan lebih lanjut perihal ini.
"Itulah penyidik akan mengembangkan itu. Jadi, dari hasil penyidikan sementara, teman-teman bisa memahami bahwa untuk urusan eksekusi kan dilakukan oleh jaksa. Kemudian bagaimana caranya mengubah supaya itu tidak dieksekusi, tentu tadi saya sampaikan dugaannya ada terkait dengan meminta fatwa. Jadi kira-kira peran dari masing-masing itu. Itulah yang sedang digali oleh penyidik untuk mendapatkan gambaran seluas-luasnya bagaimana hubungan eksekutor dengan yang diharapkan meminta fatwa itu," ucap Hari.
"Tetapi faktanya adalah fatwa itu tidak berhasil sehingga untuk saat ini penyidik baru menemukan pengurusan fatwa itu akhirnya tidak berhasil," imbuhnya.
Proses itu, disebut Hari, terjadi pada kurun waktu November 2019 hingga Januari 2020. Namun Pinangki diketahui sebelumnya menjabat Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin).
Dilihat dari jabatannya, Pinangki tidaklah berkaitan langsung dengan perkara Djoko Tjandra. Hal inilah yang menimbulkan kecurigaan seperti yang disampaikan Komisi Kejaksaan (Komjak) sebelumnya.
"Dia bukan pejabat eselon tinggi. Dia bukan penyidik, bukan punya kewenangan, nggak ada kaitannya dengan eksekutor, tapi kenapa bisa ketemu sama Joker? Itu kan yang publik selalu menduga-duga, maka diduga itu kan tidak bekerja sendiri. Ada keterlibatan pihak-pihak lain itu," ujar Ketua Komjak Barita Simanjuntak kepada wartawan.
Joker yang dimaksud Barita merupakan julukan untuk Djoko Tjandra. Komjak sebelumnya hendak memeriksa Pinangki, tetapi pihak kejaksaan menyatakan tidak perlu lantaran Pinangki sudah diperiksa oleh bidang pengawasan kejaksaan. Komjak pun terbentur kewenangan memeriksa Pinangki.
Baca juga: 3 Sangkaan Berlapis untuk Djoko Tjandra |
Berkaca dari jabatan Pinangki sebelumnya, Barita menduga ada pihak lain yang melindunginya. Untuk itu, Barita menyarankan agar kasus ini ditangani KPK agar tidak ada konflik kepentingan.
"Diduga ada kekuatan besar di belakangnya itu yang harus diungkap pro-justicia, yang oleh publik sudah menduga ke arah sana," kata Barita.
"Kenapa disebut kekuatan besar? Karena dia nggak punya kewenangan apa-apa untuk itu. Kenapa ini nggak maju-maju kasusnya, kan begitu. Itu yang membuat ini yang bisa saja mafia hukum, sindikat hukum," imbuhnya. (dhn/fjp)