Menurut Akademisi, COVID-19 Ubah Eksistensi & Peran Perempuan

Menurut Akademisi, COVID-19 Ubah Eksistensi & Peran Perempuan

Nurcholis Ma'arif - detikNews
Kamis, 27 Agu 2020 18:05 WIB
BKKBN
Foto: BKKBN
Jakarta -

Pandemi COVID-19 yang terjadi di dunia, termasuk Indonesia, memberikan banyak cerita jika dilihat dari sudut pandang perempuan dan perannya dalam kehidupan sosial, tak terkecuali dalam keluarga. Kata Dosen Universitas Negeri Jakarta Shahibah Yuliani, pandemi juga turut mengubah eksistensi perempuan.

Ia menjelaskan dari sekian banyak yang mengalami dampak langsung COVID-19, kaum marjinal dan kalangan perempuan menjadi sangat rentan menerima dampak negatif yang dilimpahkan atas tubuhnya, sehingga tetap diliputi kekerasan dan double burden bagi para perempuan pekerja. Remaja dan anak perempuan mengalami hal serupa, terutama pada hal yang terkait dengan kesehatan reproduksi.

"Dengan adanya pandemi ini, akses mereka menjadi sedikit tertutup, salah satunya karena adanya kekhawatiran akan tertular, sehingga memilih untuk tidak berangkat ke fasilitas kesehatan. Seperti Rizki (23), seorang mahasiswi pascasarjana di Jakarta saat dirinya mengalami sakit menstruasi," ujar Shahibah dalam keterangan tertulis, Selasa (25/8/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Begitupun dengan ibu hamil yang mengalami masalah saat proses persalinan, sebagaimana yang dialami Evi (25) yang bertempat tinggal di daerah pelosok Ciamis, tidak berani mengunjungi rumah sakit," imbuhnya.

Shahibah menceritakan Evi hanya datang ke rumah bidan terdekat, sehingga selama 56 jam harus menahan rasa sakit dan tidak memperoleh tindakan medis. Jauhnya akses menuju klinik bersalin dan didukung budaya setempat, membuat Evi tidak dapat memberikan keputusan terbaik untuk tubuhnya sendiri, meski pada kondisi genting sekalipun.

ADVERTISEMENT

"Tubuhnya telah dikontrol Liyan, suaminya. Hal ini terjadi manakala Evi berkeinginan untuk melahirkan melalui operasi caesar karena air ketubannya sudah pecah. Sementara suami dan pihak keluarga suami bersikukuh untuk memaksa dilakukan persalinan secara normal meski dengan menggunting organ vital Evi," ujarnya.

Shahibah bilang jika dikaitkan dengan konsep Beauvoir, kasus Evi secara tidak langsung telah mengalami kekerasan akibat proses pernikahan yang berdampak pada terganggunya kesehatan reproduksi. Tidak hanya itu, akar operasi terhadap perempuan lebih dari sekadar faktor biologis, psikologis, dan ekonomi, yaitu karena faktor ontologis.

"Laki-laki memandang perempuan sebagai objek yang hanya mampu memberi hidup, gagasan Liyan muncul saat laki-laki menyatakan dirinya sebagai subjek dan ada yang bebas, sehingga perempuan menjadi sesuatu yang bukan laki-laki dan harus dikontrol, karena kalau tidak perempuan akan menjadi diri dan laki-laki menjadi Liyan (Tong, Rosemarie Putnam, 2010: 267)," ujar Shahibah.

"Juga terkait misteri feminin yang diwariskan kepada perempuan melalui institusi perkawinan dan motherhood (tentang fungsi reproduksi dan fungsi pengasuhan), sehingga Beauvoir menyatakan bahwa institusi perkawinan telah merusak hubungan suatu pasangan, perkawinan pun merupakan bentuk perbudakan," imbuhnya.

Kata Shahibah, karena menjadi istri dan menjadi ibu adalah dua peran feminin yang membatasi kebebasan perempuan, begitupun dengan perempuan pekerja tidak dapat melepaskan diri dari batasan feminine (Tong, Rosemarie Putnam, 2010: 269-275).

Saat pandemi berlangsung, hal serupa juga banyak dialami oleh para perempuan pekerja yang pada saat bersamaan harus melakukan pekerjaan domestik dan bekerja dari rumah (WFH). Kemudian harus pula membimbing dan mengarahkan anak-anaknya untuk belajar dari rumah, tak tanggung-tanggung kaum perempuan saat masa pandemi COVID-19 mengalami triple burden effect.

Meskipun demikian, kata Shahibah, hal positif dari adanya WFH juga cukup menjadikan mereka memiliki banyak waktu bersama keluarga dan anak-anaknya. Bagi ibu yang baru melahirkan bisa memperpanjang masa merawat bayi, dapat memberi ASI eksklusif, dan menyaksikan tumbuh kembang anak-anaknya secara optimal.

Ia mencontohkan yang dialami oleh NS (36), seorang dosen PNS yang kerap setiap minggu pulang pergi Jakarta-Cianjur. Saat masa pandemi, ia bisa menjadi tiga perannya dengan bahagia, yakni sebagai istri, ibu, dan pendidik.

"Saya letih, tapi tetap bahagia, karena bisa dekat dengan anak-anak dan bisa menjaganya ekstra," ujar Shahibah meniru pernyataan NS saat diminta keterangan melalui seluler.

Shahibah bilang kini kita berada pada fase tatanan kehidupan baru (new normal) dan masyarakat kita mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hadirnya COVID-19 dalam kehidupan manusia melecut masyarakat untuk ekstra berpikir. Bagi suami yang mengalami PHK, para istri turut membantu perekonomian keluarga.

Ia mencontohkan lagi kasus Fjh (28), seorang guru ngaji yang sedang mengandung besar, harus turun ke pasar menemani suaminya membeli buah dan membuat adonan lantaran membuka usaha rintsan es buah. Hal sama dialami Jrha (30), seorang guru sekolah dasar di salah satu sekolah swasta DKI Jakarta yang sedang mengandung turut membantu perekonomian keluarga.

Jrha kerap berjualan online karena mengalami pemotongan honor transportasi selama proses pembelajaran dilakukan secara online atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Meski demikian, ia diberikan kebebasan oleh kepala sekolahnya untuk tidak bekerja dan tetap memperoleh gaji pokok.

"Cerita lain juga ditemukan oleh Atn (32), seorang karyawan swasta di Cikarang yang juga seorang ibu menyusui. Ia mendapatkan perlakukan baik di kantor tempat ia bekerja. Menurutnya, karyawan yang sedang mengandung di perusahaannya juga mendapatkan perlakuan baik, yakni diberikan hak istirahat tanpa ada pemotongan gaji sepeser pun," ujar Shahibah.

"NS, Fjh, Jrh, dan Atn adalah perempuan yang meski ia sudah memiliki penghasilan, tapi mereka berupaya eksis membantu perekonomian keluarga. Bagi mereka, apapun profesi yang mereka emban, mereka tetaplah seorang istri dan ibu. Mereka bahagia, karena suami kerap membantu wilayah domestiknya," sambungnya.

Shahibah mengatakan beragam temuan membuat mata hatinya terbuka. Cerita Rizki dan Evi mungkin agak berbeda dengan yang di alami oleh NS, Fjh, Jrh, dan Atn. Dengan jumlah data penderita COVID-19 yang menembus angka 160 ribu, Shahibah bilang kita dituntut untuk lebih disiplin.

Lebih lanjut Shahibah mengatakan eksistensi perempuan sebagai seorang istri maupun seorang ibu jangan sampai pudar karena faktor budaya patriarki maupun kondisi sosial ekonomi yang menjadi ancaman pembangunan kini.

Ia mengutip survei yang dilakukan BKKBN terhadap 20.680 keluarga yang menemukan bahwa sebagian besar keluarga di Indonesia saling mendukung dalam menghadapi COVID-19. Perempuan/istri memiliki peran strategis dalam mempertahankan rumah tangga.

"Peran BKKBN sebagai garda terdepan penguatan kependudukan dan keluarga berencana tentu saja menjadi peran sentral. Baik sebagai lembaga pemerintah yang konsen dalam pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana maupun dalam pengembangan desain program pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga," ujar Shahibah.

Kata Shahibah, selain merangkul berbagai LSM, lembaga pemerintahan lain maupun praktisi pendidikan dan organisasi masyarakat, BKKBN perlu mengevaluasi setiap fenomena yang terjadi dan berkembang di masyarakat. Melalui advokasi dan pendidikan, dimulai dari keluarga sebagai organisasi terkecil di dalam masyarakat, denyut nadi pembangunan kehidupan bangsa Indonesia diharapkan bisa berkelanjutan.

"Tak ada lagi rintihan seorang istri yang dipaksa untuk melahirkan normal lantaran tuntutan budaya, tak ada lagi anak-anak terlantar lantaran mindset orang tua yang rapuh dalam mengimani istilah 'banyak anak banyak rezeki', dan tak ada lagi pandangan diskriminatif dalam peran keluarga," ujar Shahibah.

"COVID-19 menjadi pengalaman sekaligus pelajaran berharga dalam membentuk keluarga harmonis di tengah kepincangan perekonomian keluarga. Kesabaran seorang istri dalam mendukung suami yang di-PHK patut diapresiasi, tanpa mengancam eksistensinya sebagai perempuan. Semoga," pungkasnya.

(mul/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads