PPP menyatakan politikus Partai Gerindra Fadli Zon berhak melontarkan kritik kepada Presiden Jokowi (Jokowi) meski telah mendapatkan Bintang Mahaputera Nararya. Kritik Fadli Zon itu dinilai karena tidak ada 'sesuatu' di balik pemberian bintang tanda jasa.
"Itu hak Fadli Zon. Dan alamiah saja yang artinya tidak ada 'sesuatu' di balik pemberian tanda jasa tersebut. Bahwa kembali ke pernyataan Pak Jokowi, berbeda pendapat bukan berarti bermusuhan," kata Wasekjen PPP Achmad Baidowi kepada wartawan, Minggu (16/8/2020).
Pria yang akrab disapa Awiek itu menilai Presiden Jokowi tak menghalangi Fadli Zon untuk tetap kritis meski sudah mendapatkan bintang jasa. Menurutnya, kritik ke pemerintah bebas disampaikan asal tak mengandung fitnah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa Fadli Zon memperoleh penghargaan dari Istana, Presiden Jokowi tidak mewajibkannya harus kehilangan nalar kritis. Di negara ini, bebas-bebas saja orang berpendapat, asalkan bukan tuduhan, fitnah, maupun yang mengandung ujaran kebencian," ujarnya.
Baca juga: Fadli Zon: Pidato Jokowi Kurang Realistis! |
Selain itu, lanjut Awiek, kritik Fadli Zon membuktikan Jokowi bukan sosok yang otoriter. Fadli Zon dinilainya tidak akan bebas mengkritik jika Jokowi otoriter.
"Kritik berbasis data sangat dibutuhkan sebagai masukan yang konstruktif. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Jokowi tidak otoriter. Kalau Jokowi otoriter, tidak mungkin Fadli Zon bebas menyampaikan kritikannya," ungkap Awiek.
Tonton video 'Dapat Bintang Jasa dari Jokowi, Fadli-Fahri: Penghargaan Demokrasi':
Sebelumnya diberitakan, Fadli Zon bersama Fahri Hamzah dan lebih dari 50 tokoh lainnya menerima Bintang Mahaputera Nararya di Istana Kepresidenan pada Kamis (13/8) lalu. Selang dua hari usai menerima bintang jasa, Fadli Zon melontarkan kritik perdananya.
Fadli menyoroti pidato Jokowi tentang RUU APBN 2021 saat sidang tahunan MPR-DPR. Fadli Zon menyebut pidato Jokowi kurang realistis.
"Di tengah ancaman pandemi serta resesi ekonomi yang masih akan terus berlangsung, kita sebenarnya ingin mendengarkan pidato kenegaraan yang dekat dengan kenyataan. Hanya dengan mendekati realitas, kita akan bisa mencari jalan keluar tepat untuk mengatasi krisis yang tengah berlangsung," kata Fadli dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/8).
"Sayangnya, harapan itu tak terpenuhi. Pidato kemarin kurang realistis. Satu hal paling mencolok adalah soal target pertumbuhan ekonomi. Presiden Joko Widodo menargetkan pertumbuhan tahun depan ada pada kisaran 4,5-5,5 persen," sambungnya.