Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjadi buah bibir setelah fotonya bersama Djoko Tjandra viral di media sosial. Aroma gratifikasi merebak dari pertemuan itu dan dibongkar Kejaksaan Agung (Kejagung).
Awalnya, Pinangki yang sebelumnya menjabat Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan ini menyita perhatian publik setelah foto bersama Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking, yang merupakan pengacara Djoko Tjandra. Kejagung lalu turun tangan melakukan pemeriksaan internal kepada pejabatnya yang diduga berkaitan dengan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, menjelaskan Pinangki diperiksa terkait dengan fotonya yang beredar di media sosial bersama dengan Anita Kolopaking, yang merupakan pengacara Djoko Tjandra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selidik punya selidik, Kejagung kemudian mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap jaksa Pinangki. Kejagung memutuskan membebastugaskan Pinangki dari jabatannya.
"Wakil Jaksa Agung telah memutuskan, sesuai keputusan Wakil Jaksa Agung Nomor Kep/4/041/B/WJA/07/2020 tanggal 29 Juli 2020 tentang penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan dari jabatan struktural. Artinya di-nonjob-kan kepada terlapor (jaksa Pinangki)," kata Hari Setiyono, di Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2020).
Hari mengungkapkan Pinangki terbukti melanggar disiplin. Pinangki terbukti pergi ke ke luar negeri tanpa izin tertulis dari pimpinan sebanyak 9 kali sepanjang 2019.
Menurut Hari, jaksa Pinangki bertemu orang yang diduga Djoko Tjandra menggunakan uang pribadi. "Sementara ini mengatakan (pakai) biaya sendiri," kata Hari.
Dari 9 kali perjalanan jaksa Pinangki, sebut Hari, salah satunya diduga bertemu Djoko Tjandra.
"Pertanyannya, yang sembilan kali ke mana saja? Antara lain ke Singapura dan ke Malaysia," ungkap Hari.
Langkah Kejagung tidak berhenti pada kasus foto bersama, tapi dugaan tindak pidana jaksa Pinangki juga dibidik.
Perlahan tapi pasti, bukti permulaan dugaan tindak pidana tersebut sudah dikantongi Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono menjelaskan proses penyidikan ini bermula dari hasil pemeriksaan terhadap jaksa Pinangki oleh Jamwas.
Setelah ditelaah, tim Kejagung berkesimpulan ada dugaan peristiwa pidana yang dilakukan jaksa Pinangki.
"Jadi saya ulangi proses itu tidak melalui tahap penyelidikan tapi langsung ke penyidikan. Sesuai dengan surat perintah penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor 47/r.2/fd.2/08/20208/2020," ujar Hari.
"Yaitu jaksa PSM (Pinangki Sirna Malasari) itu sendiri, kemudian Anita Kolopaking, pengacara dan Djoko Sugiarto Tjandra," ujar Hari.
Setelah itu, Kejagung mulai memeriksa tiga saksi. Ketiga orang itu kini masih berstatus saksi.
"Hari ini dijadwalkan dua pemeriksaan tapi dua-duanya tidak hadir, tentu sesuai dengan di penyidikan. Penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti nanti menjadi jelas tindak pidana menentukan sangkaannya," sambung dia.
Kasus dugaan pidana jaksa Pinangki terus diusut Kejagung. Teranyar, Kejagung resmi menetapkan jaksa Pinangki sebagai tersangka karena diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan Djoko Tjandra.
"Tadi malam penyidik berkesimpulan berdasarkan bukti yang diperoleh telah dirasakan cukup diduga terjadi tindak pidana korupsi sehingga ditetapkan tersangka yaitu inisialnya PSM (Pinangki Sirna Malasari)," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Rabu (12/8).
Setelah berstatus sebagai tersangka, jaksa Pinangki langsung ditangkap tim penyidik Kejagung pada Selasa (11/8) malam hari.
Pinangki selanjutnya menjalani pemeriksaan di Kejagung.
"Dilakukan pemeriksaan tersangka kemudian dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejagung," kata Hari.
Setelahnya penahanan dipindahkan ke Rutan Khusus Wanita di Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Atas kasus dugaan gratifikasi itu, jaksa Pinangki yang tercatat memiliki harta Rp 6,8 miliar itu terancam hukuman lima tahun penjara.
"Pasal sangkaannya seperti saya sampaikan tadi (mengenai) pegawai negeri yang diduga terima hadiah atau janji sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 (ayat 1) huruf b UU Tindak Pidana Korupsi," ujar Hari.
Berikut bunyi Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Mengenai besaran duit suap yang diduga diterima jaksa Pinangki, tim penyidik Kejagung masih menelusurinya.
"Jumlahnya masih dalam proses penyidikan, apa yang didapat dari hasil pemeriksaan atau LHP yang dilakukan pengawasan masih dilakukan cross check atau penyidikan berapa sebenarnya jumlah yang diterima," ujar Hari.
Namun dari informasi yang diterima Hari sebelumnya, disebutkan dugaan penerimaan suap sekitar USD 500 ribu atau sekitar Rp 7 miliar. Hari menyebutkan angka itu masih berupa dugaan.
"Sementara kemarin yang beredar di media maupun hasil pemeriksaan pengawasan itu kan diduga sekitar USD 500 ribu, kalau dirupiahkan kira-kira Rp 7 miliar. Silahkan dihitung karena fluktuasi nilai dolar kita tidak bisa pastikan tetapi dugaannya sekitar 500 ribu US Dolar," ujar Hari.