Pengacara Djoko Tjandra, Otto Hasibuan, mengklaim penahanan kliennya di Rutan Salemba tidak sah. Karena itu, Otto meminta agar Djoko Tjandra dibebaskan.
Otto dalam keterangan yang diterima detikcom, Senin (3/8/2020), awalnya menjelaskan eksekusi putusan MA dalam peninjauan kembali (PK) nomor 12 PK/PID.SUS/2009. Dia menyebut putusan PK itu batal karena beberapa alasan.
"Pada tanggal 28 Agustus 2000, DT (Djoko Tjandra) telah dinyatakan dilepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 156/Pid.B/2000/ PN.JKT.SEL ('Putusan PN')," kata Otto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otto menjelaskan, atas putusan PN itu, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi. Namun upaya tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung nomor 1688 K/PID/2000 tertanggal 28 Juni 2001.
"Dengan adanya Putusan Kasasi yang telah berkekuatan tetap tersebut, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kemudian melakukan eksekusi Putusan Kasasi tersebut dengan mengembalikan barang bukti kepada DT," katanya.
Otto menjelaskan, pada 2009, JPU kembali mengajukan upaya hukum PK yang kemudian diputus oleh majelis hakim Agung pada 11 Juni 2009. Pada putusan PK itu Djoko Tjandra dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi. Otto menyebut PK tersebut bertentangan dengan Pasal 263 ayat 1 KUHAP.
"Pertama, Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa suatu 'putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap' dikecualikan dari putusan yang dapat diajukan upaya hukum PK. Kemudian, Pasal 263 ayat (1) KUHAP juga mengatur bahwa hak untuk mengajukan upaya hukum PK tidak dimiliki oleh JPU. Oleh karena itu jelas terbukti bahwa upaya hukum PK yang diajukan oleh JPU terhadap Djoko Tjandra (terdakwa) sangatlah tidak berdasar dan telah melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHAP," kata dia.
Baca juga: Babak Baru Perlawanan Djoko Tjandra |
Tonton video 'Sel Djoko Tjandra Akan Dipisah dengan Brigjen Prasetijo':