Mantan atlet Maria Lawalata harus berurusan dengan polisi setelah dilaporkan atas dugaan penipuan dan penggelapan Rp 150 juta. Meski sempat ditahan polisi, kasus itu kini diselesaikan secara kekeluargaan.
Kapolres Jakarta Utara Kombes Budi Herdi Susianto mengatakan bahwa Maria Lawalatan dilaporkan oleh rekannya, BI ke Polres Jakarta Utara pada tahun 2017 silam. Bermula ketika Maria Lawalata dan Beni melakukan perjanjian kerja sama pembangunan sekolah sepak bola (SSB) yang dilakukan pada tahun 2016.
"Jadi peristiwa atau kasus yang menyangkut beliau ini adalah tahun 2016, di mana pada tahun 2016 beliau ini ingin mengembangkan sekolah sepak bola (SSB). Karena beliau nggak punya dana, beliau bekerja sama dengan korban namanya pak BI. Kemudian sudah disepakati sejumlah uang di mana uang ini nanti dipergunakan untuk penyewaan lapangan di beberapa lokasi yang kaitannya dengan SSB tersebut," jelas Kombes Budi Herdi Susianto kepada wartawan, Senin (27/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, setelah pelapor menyerahkan uang tersebut, SSB tidak kunjung ada. "Artinya ibu ini tidak menyewakan uang yang tadi disampaikan korban itu untuk menyewa lapangan sepak bola," katanya.
BI merasa ditipu oleh Maria Lawalata. Saat itu, keduanya sempat dilakukan mediasi, namun tidak pernah menemukan titik temu. Hingga akhirnya pada 2017, pelapor mengadukan kasus itu ke Polres Jakarta Utara.
"Setelah kami menerima laporan tahun 2017, proses bergulir dan kami melakukan serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan," katanya.
Hingga pada Januari 2019, Polres Jakut menetapkan Maria Lawalata sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan Rp 150 juta. Polisi saat itu tidak menahan Maria Lawalata dengan sejumlah pertimbangan, salah satunya karena ia adalah mantan atlet nasional yang sudah ikut mengharumkan negara.
"Yang kedua, juga kebetulan Ibu Maria kebetulan istri dari anggota Polri, alamat jelas dan sebagainya. Sehingga, pada saat itu kami tidak melakukan penahanan dan kami juga memberikan kesempatan kepada Ibu Maria untuk menyelesaikan permasalahannya dengan pihak korban," katanya.
"Penyidik juga menghubungi Maria Lawalata untuk hadir dalam pemeriksaan. Sampai dengan tahun 2020, tepatnya Bulan Mei, sehingga korban sebagai orang yang merasa dirugikan itu mempertanyakan pada kami. Sehingga kemudian kami coba mencari dan menghubungi Bu Maria terkait dengan permasalahan yang masih menjerat beliau," sambungnya.
Hingga akhirnya pada Juni 2020, polisi mengamankan Maria Lawalata dan menahannya. Saat ini, kasus itu sendiri telah dinyatakan lengkap (P-21) dan seharusnya tersangka dan barang bukti dilimpahkan ke pihak kejaksaan.
"Saat ini sebenarnya berkas sudah kami kirim tahap pertama ke pihak kejaksaan, bahkan pihak kejaksaan juga sependapat dengan penyidik ya ini sudah menganggap berkas yang kami kirim tersebut sudah lengkap atau P-21. Tinggal tahap duanya atau penyerahan tersangka dan barang bukti yang akan kita serahkan kepada pihak kejaksaan selaku penuntut umum," ujarnya.
Kasus ini mendapat perhatian pihak Kemenpora. Kemenpora pun turun untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan.
"Kami mendapat masukan dalam hal ini pemerintah pusat, dari pihak Menpora juga hadir di tempat ini, tenaga ahli Menpora menyampaikan kepada kami terkait dengan apa yang menjadi bidang tugasnya Kemenpora. Ya ini memperhatikan para mantan-mantan atlet. sehingga, dari pihak Kemenpora meminta kepada kami untuk berupaya melakukan mediasi," katanya.
Pada Senin (27/7) siang, polisi mempertemukan Maria dengan pelapor. Maria Lawalata melunasi uang tersebut kepada BI. BI pun kemudian mencabut laporannya itu.
"Tentunya saat ini Bu Maria status penangguhan penahanan artinya sudah tidak dilakukan penahanan oleh kami, namun demikian tentunya dengan adanya surat pencabutan yang diberikan oleh pihak korban, nantinya akan kami coba komunikasikan, koordinasikan. Karena prinsipnya adalah dalam penegakan hukum itu tujuannya ada 3 yakni adanya kepastian hukum, rasa keadilan dan kemanfaatan.
Dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Utara, Maria Lawalata dihadirkan. Dalam kesempatan itu, Maria Lawalata menyampaikan permohonan maaf.
"Mungkin semua ini manusia bisa khilaf jadi semua nya ini saya mohon maaf, terima kasih juga (karena) sudah membuat heboh untuk masyarakat bahwa berita ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan pada hari ini juga terima kasih," kata Maria Lawalata di Polres Jakut, Jl Yos Sudarso, Jakarta Utara, Senin (27/7/2020).
Siang tadi, keduanya dimediasi di Polres Jakut. Maria Lawalata merasa lega lantaran kasusnya bisa dimediasi.
"Saya juga ucapkan terima kasih atas mediasi, bantuan ini dan bisa diselesaikan pada hari ini bersama Bapak Beni untuk secara kekeluargaan," imbuhnya.
Dalam kesempatan terpisah Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara Kompol Wirdhanto Hadicaksono mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak kejaksaan mengingat berkas perkara sudah dinyatakan P-21 (lengkap). Pihak kepolisian juga sekaligus berkoordinasi dengan kejaksaan untuk tidak menyerahkan tersangka tahap II ke jaksa.
"Jadi kita sudah koordinasi ke pihak kejaksaan. Pada prinsipnya untuk saat ini kan karena sudah ada itikad baik dan perdamaian kita akan ajukan untuk penghentian penyidikannya. Dari pihak kejaksaan--yang tentunya nanti tidak akan kita kirim untuk tersangka dan barang buktinya--nanti kalau sudah SP3, SPDP-nya (surat perintah dimulainya penyidikan) akan dikembalikan untuk dihentikan," terang Kompol Wirdhanto saat dihubungi wartawan, Senin (27/7/2020).
Wirdhanto mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi bahwa Maria Lawalata yang saat ini sudah menyandang status tersangka, tidak akan diserahkan ke pihak kejaksaan. Di sisi lain, polisi juga akan bersurat ke kejaksaan untuk penghentian penyidikan.
Saat ini Maria Lawalata sudah mendapatkan penangguhan penahanan dari Polres Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Wirdhanto menjelaskan bahwa Maria Lawalata telah berdamai dengan pelapor Beni alias BI. Maria telah membayarkan uang milik Beni sebesar Rp 150 juta.
Saat ini polisi akan melakukan gelar perkara terlebih dahulu untuk selanjutnya menerbitkan SP3.
"Nanti kalau sudah dihentikan lagi, nanti kita akan sampaikan. Jadi bukan seketika berhenti begitu, kan kita makannya harus ada koordinasi dulu ke kejaksaan mekanismennya bagaimana kemudian setelah itu kita gelarkan dulu dengan dasar pertimbangan adanya damai itu untuk supaya dihentikan, restoratif justice larinya ke sana kemudian setelah itu nanti akan kita ajukan ke kejaksaannya dan kita sampaikan untuk surat penghentiannya itu," paparnya.
Tenaga ahli Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Uden Kusumawijaya mengaku pernah didatangi oleh mantan atlet nasional Maria Lawalata. Dia menyebut, Maria Lawalata datang menemuinya saat hendak mendirikan Sekolah Sepak Bola (SSB).
"Sebetulnya saya dengan Bu Maria sudah nggak asing lagi. Saya sehari-hari adalah ketua umum PSSI Jakarta. Ketika beliau akan membangun SSB-nya, beliau sebenarnya pernah datang ke tempat saya," kata Uden kepada wartawan di Mapolresta Jakarta Utara, Senin (27/7/2020).
Pada saat Maria datang, Uden meminta kepada maria untuk melengkapi data-data administrasi terkait pembuatan SSB. Namun dikatakan Uden, setelah itu Maria tidak pernah lagi menemuinya, hingga akhirnya timbul kasus dugaan penggelapan uang yang menimpa Maria.
"Tapi memang kita masih perlu melihat data-data kelengkapan administrasi dan sebagainya. Nah kita minta, waktu itu ke bu Maria tolong bu lengkapi dulu. Tapi tidak ada lagi beliau, tidak hadir lagi dan tiba-tiba terus kemudian timbul masalah ini," tuturnya.
Uden menjelaskan, apabila ke depan Maria masih ingin meneruskan SSB, perlu ada urutan-urutan strategi yang harus dijalankan. Agar ke depan tidak timbul lagi kasus serupa.
"Oleh karena itu, nanti kalau beliau mau meneruskan, kira-kira perlu kita rekonstruksi ulang bagaimana seharusnya membangun SSB yang baik sehingga tidak jadi masalah di kemudian hari," imbuhnya.